Sudah dua tahun lebih Rayi tidak mengunjungi pemakaman kedua orang tuanya. Bukan karena ia tidak peduli, tetapi karena ia dikirim oleh Martin paman Rayi ke Australia untuk menjalani pengobatan terapi.
Rayi terus menatap nisan kedua orang tuanya yang bersemayam di sana. Rayi menjongkok kan posisi tubuhnya, ia menyentuh nisan kedua orang tuanya saling bergantian.
Dengan perasaan berat dan begitu menyakitkan. Ia terus menguatkan dirinya untuk tegar dan tidak meneteskan air mata di balik kaca mata hitam yang bersemayam di sana.
"Mama selalu bilang ke Rayi untuk menjadi seseorang yang kuat dan memiliki rasa tanggung jawab karena Rayi seorang laki-laki. Rayi akan memulainya ma. Bukan karena Rayi selama ini lari dan menjadi seorang pecundang , Rayi ingin melakukannya dengan sempurna dan mereka harus mendapatkan harga yang pantas untuk semua ini. " Rayi mengusap batu nisan ibunya tanpa henti dengan mata merah dan perasaan marah yang masih berada di dalam dadanya.
Awan-awan gelap hampir menutupi area pemakaman San Diego Hills, suara guntur samar-samar bergemuruh di atas sanah dan di iringi dengan petir yang Menyambar-nyambar.
Namun lelaki yang tengah berjongkok di kedua batu nisan itu engan berdiri untuk berteduh. Ia terus mengusapkan tangan nya ke dua batu nisan yang berada di hadapannya. Sampai-sampai hujan datang namun Rayi tetap engan beranjak hingga setelan jas hitam yang Rayi kenakan basa kuyub.
"Tuan, sebaiknya kita kembali. Hujan semakin besar tidak baik untuk kesehatan tuan. " Daniel sang bodyguard sekaligus sopir menghampiri Rayi dengan membawa payung yang sudah berada di atas kepala Rayi untuk melindungi tubuh Rayi, agar tidak terkena air hujan. Namun itu sia-sia saja karena Rayi sudah basah kuyup terguyur hujan.
Dengan perasaan yang tidak nyaman Daniel terpaksa menganggu kebersamaan Rayi dengan kedua orang tuanya. Namun Daniel lebih mengutamakan kesehatan tuannya ia memberanikan diri saat itu.
Rayi pun dengan engan ia berdiri, menatap lekat-lekat kedua batu nisan kedua orang tuanya.
"Ma, Pa. Rayi akan kembali secepatnya, untuk mengunjungi kalian. "
Rayi meninggalkan area pemakaman kedua orang tuanya yang di iringi dengan hujan yang semakin lebat yang terus menetes. Seakan langit tahu kesedihan Rayi yang begitu dalam. Guntur saling bersautan lalu disusul dengan kilatan petir yang begitu menyeramkan.
Payung yang di bawa Daniel untuk melindungi Rayi dari derasnya hujan, tidak benar-benar mampu melindungi tubuh Rayi yang basah kuyup. Daniel terus memayungi Rayi, tidak peduli ia telah basah kuyup. Ia terus memayungi Rayi sampai Rayi masuk kedalam kursi belakang mobil.