Trisha menaiki taksi menuju bandara. Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, Trisha turun dari taksi dengan tergesa-gesa ia berlarian menuju ke gerbang kedatangan.
Ia melihat banyak orang yang berkeliaran di sekitar bandara, terutama gerbang kedatangan. Gerbang itu telah penuh sesak dengan orang-orang dari seluruh kota. Banyak yang merupakan dari agen perjalanan atau menjemput tamu merek. Mereka semua memegang papan besar dan berdempetan di kerumunan. Trisha berdiri sangat jauh karena tidak mungkin, ia bisa memaksa masuk.
Wisatawan terus berjalan keluar dari bandara. Segera, Orang-orang berkumpul di gerbang kedatangan perlahan pergi satu demi satu. Ia terus menunggu di sana hingga suara telepon berdering. Ia melihat siapa yang menghubunginya lalu mengangkatnya.
"Hallo. Trisha apa kau sudah berada di bandara? Aku lupa memberitahumu tadi pagi dan melewatkan pembicaraan makan siang karena kau terburu-buru pergi. Sebaiknya kau kembali karena tamu kita tidak bisa hadir, dia membatalkan penerbangan untuk hari ini, karena masih ada masalah di Tiongkok.Hallo Trisha kau mendengar ku tidak??"
"Iya aku mendengarnya, kenapa kau tak mengatakan saat makan siang tadi bukanya kita makan bersama, kau keterlaluan, kau membuatku tersiksa. Aku berlarian untuk sampai kesini. Dan kau baru mengatakannya?. " Dengan sedikit nada kecewa.
"Aku minta maaf aku tidak bermaksud begitu. Kembalilah jika kau sudah bosan menunggu di sana. " Hana mengatakan dengan nada mengejek.
"Aku tidak akan kembali. Kau selesaikan pekerjaanku juga, itu akibat dari kecerobohan mu. "
"Baiklah baik. "
Dengan perasaan kecewa Trisha keluar dari ruang tunggu gerbang kedatangan. Ia melangkahkan kakinya untuk menunggu taksi, namun ia menghentikan langkah dan wajahnya berubah pucat menatap kosong ke depan. Ketika dia sadar Trisha melihatnya, ia terus menatapnya ;ada perhatian dari matanya.
Trisha pun binggung, ia terus menatap kearah dua orang yang tengah menerobos hujan dingin.
Saat itu, dunia seakan berubah menjadi kesunyian yang suram.
Trisha mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya berubah gelap. Beberapa jauh, Kira-kira kurang dari sepuluh meter ke depan, di sebelah Rolls-Royce yang mewah seorang pria gagah tinggi berhenti untuk menelepon.
Pria itu berwajah garang.Matanya dalam, hidung tirus, dan bibir tipis berada di bawah alisnya tajam.
Dia memakai setelan abu-abu perak yang sangat elegan. Gerak-geriknya menunjukkan status sosial yang tinggi.
Di Samping berdirilah wanita mengenakan pakaian putih terbaru keluaran chanel.
Rambut yang sedikit ikal bewarna hitam cerah terurai di bahunya. Wajahnya yang kecil lucu menampilkan kelemah lemburan.
Alisnya yang panjang berbentuk dan matanya yang memancar, itu perbaduan dengan bibir tipis yang melengkung kecil, menambahkan aura elegannya:saat itu tangannya dengan pelan menarik pelan lengan si pria, dia menatap sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraan di telepon.
Mereka terlihat seperti pasangan yang serasi dan orang-orang di sekitarnya menghujani mereka dengan tatapan iri.
"Meve, ayah telah membuat pesanan tempat di restoran Francis. Ayahmu juga seharusnya sudah tiba, jadi kita bisa langsung kesana karena ini sudah larut. "
Almet dengan lembut mendekap lengan maverik. Suara lembutnya seperti air mengalir di bawah jembatan dengan pelan di telinga nya.
Maverik menyimpan ponselnya dan menatap almet. Kemudian wajahnya menampakan kelembutan sebelum mengangguk pelan. "Biarkan sopir kita saja yang membawa koper kembali ke villa. Kita langsung kesana. "
Almet tersenyum cerah "mmm, tapi tadi penerbangan kita begitu panjang dan aku sedikit lelah. Mungkin setelah makan malam ayo pulang duluan untuk istirahat. Melihatmu sangat kecapean, kau tahu aku sangat khawatir. "
Maverik tertawa pelan seraya merangkul almet di pingangnya yang lansing dan menyeretnya dalam dekapannya. Wajah almet menyajikan bibir penuh cinta dan menjijit dengan sigap mencium bibir meverik.
"Kalian senang sekali bermewah-mewah. "
Suara hawa dingin dan sinis kemudian menganggu adegan romantis yang langka ini.
Suara itu begitu tidak asing!
Maverik sedikit terpaku. Dengan cepat ia menoleh ke asal suara itu. Yang dilihatnya adalah sosok Trisha yang tidak bisa menahan, namun kepalanya menunduk sedih.
Ketika kedua orang melihatnya, ia mendongakkan kepalanya, lalu berjalan kearah kedua orang tersebut.
"Sejak kapan?. " Pertanyaan ambigu yang di lontarkannnya membuat sudut bibir Almet terangkat.
"Kak sasa, kau ada di sini juga, apa ayah menyuruhmu untuk menjemput kami. " Almet terus merapatkan pelukan maverik.
Tatapan sendu Trisha beralih ke pria yang berdiri dengan tenang di depannya.
"Selama ini aku menutup mata tentang kalian karena aku tidak benar-benar melihatnya. "
"Dan sekarang kau melihatnya. " Almet menyela.
"Yah, aku beruntung tidak menikah dengan mu, ini hanyalah sebuah pertunangan yang tidak pernah ada seharusnya. "
"Itu memang benar, harusnya aku yang bertunangan dengan maverik bukan kau, kau adalah anak yang tidak tahu di untung selama belasan tahun kau tinggal bersama kami sebagai kakak ku. Tapi kau bukan keluargaku. Ayah maverik memberikan pertunangan kepadamu karena dia pikir kau adalah anak tertua dari ayah. Dan maverik lebih memilihku dari pada kamu. Kau harus tahu diri siapa dirimu. "
"Apa maksud aku bukan keluargamu. "Dengan suara lirih dan serak. Ia sudah tidak bisa menahan lagi emosi yang ada dalam dirinya.
" Kakak. Ups apa aku harus tetap memanggilmu dengan sebutan kakak padahal kita tidak mempunyai darah yang sama."
"Sebaiknya kau tanyakan pada ayah. Apakah kau tidak menyadari nya selama ini kau bekerja keras untuk kami, namun kami tidak pernah memperdulikanmu."
Trisha tidak tahu apa yang Almet katakan. Apakah Almet benar atau hanya kebohongan belaka. Tapi apa yang ia katakan benar mereka tidak pernah memperdulikan aku dan mengagap ku ada di antara mereka. Sejak kecil kasih sayang ayah hanya tercurahkan untuk Almet. Ayah selalu marah ketika aku mendekat kearah mereka dan selalu menyalahkanku.
Trisha merasa kakinya sudah tidak bisa berdiri lagi. Begitu menyakitkan. Almet merebut tunangan yang selama ini sudah menjalin hubungan lebih dari dua tahun dan ia mengatakan bahwa dia bukan kakak kandungnya.
Apa yang harus aku lakukan?
Trisha terus berdiri disana dengan fikiran yang begitu kacau, ia sudah tidak memperdulikan masalah pertanian dengan si brengsek ini lagi.
Ia memikirkan jika dia bukan keluarga mereka, lalu dia siapa?
"Sebaiknya kau tidak perlu menghubungi ayah untuk malam ini, karena kami akan mengadakan pertemuan keluarga dan membatalkan pertungan denganmu dan maverik akan menikahiku. "
Trisha masi berdiri dan melihat punggung mereka menjauh lalu memasuki mobil Rolls-Royce.
Ketika mobil Rolls-Royce sudah menjauh. Ia sudah tidak bisa menahan beban tubuhnya, tubuhnya luruh terjatuh di lantai dengan posisi terduduk. Dan air mata mengalir di sana.
Trisha terus berjalan menjauh dari bandara. Ia terus melangkahkan kaki di tepi jalan. Begitu banyak mobil yang berlalu lalang di sampingnya. Namun Trisha terus berjalan dengan langkah dan tatapan kosong dengan wajah berantakan dan basah.
Ketika ia sampai di halte ia mendudukkan dirinya namun engan beranjak untuk menaiki bus yang datang silih berganti.
Setelah beberapa lama, dia hanya duduk dan tersenyum pahit melihat jalan yang begitu ramai dan menyeret tubuhnya yang lelah keluar linglung, tanpa sadar ketika ia ingin menghapus rasa dingin di wajahnya, sebuah sapu tangan bergambar kelinci yang berwarna putih tiba-tiba di serahkan di depan mukanya.
Ia tertegun sejenak. Perlahan mendongak.
Kemudian, ia melihatnya...
Dia...
Laki-laki Autis yang menabrak dirinya tadi siang.tengah berdiri dan mengulurkan sapu tangan yang tertulis Rayi Duke.
"Kakak kenapa kau berada disini dengan wajah berantakan. "
Trisha mengambil sapu tangan lalu mengucapkan ke mukanya.
"Apa pamanmu meninggalkan kan mu lagi, dan kau tersesat. "
"Tidak. Paman ada di disana. " Ia menunjuk mobil hitam yang berhenti di sisi jalan.
"Tadi aku melihat kakak duduk sendirian dengan tatapan yang begitu sedih dan terus tertawa. Apa telah terjadi sesuatu dengan kakak. "
"Yah begitulah. Kita tidak pernah tahu kehidupan terus memberi kita kejutan yang tidak pernah terluka dan tidak pernah ada dalam fikiran kita."
"Apa kakak bertemu dengan orang jahat?. " Tanya Rayi dengan polos. Ia tidak mengerti dengan situasi yang dialami Trisha. Dia tidak bisa mengenali.
"Ya sangat jahat, mereka benar-benar bukan manusia. "
"Apa kakak baru saja bertemu dengan alien. Bagaimana rupanya aku hanya bisa melihat mereka di televisi dan kakak melihatnya secara langsung. Tolong katakan bagaimana rupanya. "
"Mmm.rupakan sangat buruk bahkan lebih buruk dari aliran yang kau tonton. "
"Itu menakutkan. Apa kakak tidak lari karena ketakutan setelah melihat para alien itu. "
"Tidak.Aku bahkan ingin sekali menghajarnya. "
"Wah kakak seperti seorang superhero wanita. "
"Apa aku terlihat seperti wonderwoman. " Rayi mengangguk dengan antusias dan wajahnya menampilkan senyum cerahnya. Dan membuat Trisha pun ikut tertawa melihat tingkahnya.
Kesedihan yang sendiri tadi terlihat. Hilang begitu saja. Setelah Rayi datang.
"Jangan panggil aku kakak. Namaku Trisha kau bisa memanggil namaku, dan aku rasa usia tidak begitu jauh. Dan aku lihat sepertinya kita di usia yang sama. "
"Trisha nama yang cantik. Namaku.. "
"Rayi Duke. " Trisha menyela.
"Kau tahu namaku?. " Lalu Trisha mengangkat sapu tangan yang tertulis Rayi Duke dengan tulisan latin.