Chereads / Wanita Sang Boss / Chapter 19 - Mulai Cemburu

Chapter 19 - Mulai Cemburu

Meta melirik ke arah Yoga, tapi bosnya itu tampak mengabaikannya. Apa Yoga tidak akan marah karena ini? Sebab pekerjaan yang Yoga berikan hari ini memang benar-benar sangat banyak.

"Tapi—"

"Kalau lo mau, gue bakal kasih tiket konser BTS ama elo. Gimana?"

"Hah? Beneran? Mau!"

Yoga memerhatikan tangan Meta yang tampak menggenggam tangan erat Fabian dalam diam.

"Gue tahu lo ngefans berat ama BTS kan?"

"Iya!" teriak Meta girang. Sepertinya dia sudah lupa, kalau bosnya sudah memandangnya dengan tatapan sinis.

"Dan gue juga tahu, lo suka nonton film kan?"

"Iya!" teriak Meta lagi. Namun untuk sesaat, dia tampak gelagapan. Memandang Fabian dengan tatapan ngerinya. "Elo tahu dari mana kesukaan gue? Dan elo dari mana kalau gue suka nonton film?" tanya Meta hati-hati.

Bagaimana ini, bagaimana bisa Fabian tahu kalau dia suka nontin film porno? Pasti reputasinya akan hancur sebagai wanita cantik, dan berpendidikan tinggi.

"Gue tahu dari Kinan, elo suka film... film kartoon?" kata Fabian.

Yoga nyaris tertawa, dan itu membuat Fabian juga Meta menoleh. Namun setelah itu, Yoga kembali fokus pada dokumennya lagi.

"Oh, iya...."

"Lo suka naruto?" kata Fabian.

Meta menggaruk tengkuknya kemudian dia mengangguk.

"Kapan-kapan gue bawain full film naruto buat elo. Terus kita nonton bareng," ajak Fabian semangat.

Meta kemudian hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya. Sebab dia sendiri tak tahu, siapa Naruto itu.

"Bi, bukankah sekarang pekerjaanmu juga banyak yang menumpuk? Kurasa kamu harus kembali ke habitatmu,"

"Yoga!" marah Fabian. Kemudian Fabian memandang Meta lagi, dan mengelus pundak Meta dengan lembut. "Gue kerja dulu, ya, nanti gue jemput lagi,"

Meta mengangguk dengan senyum simpulnya. Kemudian dia meraih beberapa dokumen yang ada di meja kerjanya.

"Kamu menyukai Fabian?" tanya Yoga tiba-tiba.

Meta mengerutkan kening, tidak paham dengan pertanyaan dari bosnya. Menyukai dalam hal apa?

"Ya, tentu. Dia orang baik," jawab Meta sambil tersenyum.

Fabian adalah orang yang baik, bahkan dia dengan suka rela mentraktirnya makan siang nanti. Dan lebih dari itu adalah, Fabian akan memberikan tiket konser BTS secara cuma-cuma. Lalu apa alasan Meta tak menyukai teman sebaik Fabian?

Namun tampaknya anggpan yang diterima oleh Yoga berbeda. Setelah mendengar ucapan Meta dengan lantang, Yoga hanya tersenyum sinis. Kemudian dia kembali sibuk dengan pekerjaannya.

*****

Malam ini agaknya Meta kembali mendengus beberapa kali. Sebab lagi-lagi, Yoga lebih memilih menyibukkan diri di ruang kerja dan tak keluar sebentar pun. Ini bukan berarti dia ingin jika bosnya itu berbincang dengannya sambil menonton TV. Hanya saja, dia merasa sangat jenuh karena tidak melakukan apa pun.

Lagi Meta mendengus, kemudian dia berdiri saat pintu apartemen itu diketuk. Ada Pak Cipto, dengan sebongkah senyumannya, menenteng kantong yang berisi makanan.

Meta buru-buru menyilakan Pak Cipto untuk masuk, kemudian menahannya sebagai teman berbicara dari pada dia jenuh sendirian.

"Mbak Meta sepertinya jenuh?" tebak Pak Cipto. Meta pun mengangguk dengan malas.

"Saya tidak tahu, Pak. Tapi saya rasa akhir-akhir ini Pak Yoga suasana hatinya sedang buruk. Entah karena pekerjaan yang terlalu banyak, atau karena yang lainnya," jelasnya.

Sebenarnya Pak Cipto tahu, jika yang menganggu pikiran Yoga bukan hanya masalah pekerjaan. Tapi, Yoga benar bersikap lebih pendiam dari biasanya kira-kira setelah adanya interaksi yang lebih intim dari Fabian dan Meta. Namun begitu, Pak Cipto tidak memiliki hak untuk mengatakan itu terus terang.

"Mbak Meta tahu, saat ini Pak Yoga mengalami tekanan yang sangat besar...," jawab Pak Cipto pada akhirnya. "Perusahaan yang ia kelola selama belasan tahun, dan akhirnya bisa sukses sampai seperti sekarang semuanya nyaris lepas dalam genggaman. Dan Pak Yoga, sedang berusaha menggenggam itu erat-erat."

"Maksud Pak Cipto? Ada pihak lain yang ingin merebut kedudukan Pak Yoga di perusahaan?" tebak Meta. Pak Cipto pun mengangguk.

"Setelah perusahaan itu sukses, beberapa dari pemilik saham di sana. Berlomba-lomba menjatuhkan Pak Yoga dengan berbagai cara. Agar mereka bisa menggeser kedudukan Pak Yoga dan menggantikannya. Bahkan beberapa minggu terakhir, ada yang ketahuan korupsi uang perusahaan. Dan itu benar-benar membuat Pak Yoga harus berusaha lebih keras lagi."

"Siapa saja yang memiliki saham di sana, Pak?" tanya Meta. Dia baru tahu jika beban bosnya akan seberat itu. Bagaimana bisa seorang bos telah kehilangan semua anak buah? Dan pilar-pilar itu mencoba sekuat tenaga menghancurkannya. Yoga pasti benar-benar sedang berada pada masa sulit sekarang. Dan dia sendirian. Lagi Meta sepertinya paham kenapa Yoga menyuruhnya untuk di sini, dia butuh teman. Mungkin itu yang diinginkan sekarang.

"Banyak sekali, Mbak. Salah satunya adalah Pak Fabian," jawab Pak Cipto.

Lagi, Meta menelan ludahnya. Jika sudah berhubungan dengan keluarga. Maka hal ini pasti akan menjadi sulit.

"Bahkan beberapa dari mereka telah melakukan beberapa hal yang merusak reputasi Pak Yoga sebagai seorang atasan. Membeberkan kekurangannya pada majalah-majalah bisnis. Dan tentu saja, itu menjadi santapan hangat mereka. Mengingat, Pak Yoga saat ini menjadi poros dari pebisnis-pebisnis negeri."

"Melakukan fitnah seperti itu, Pak?"

"Iya, Mbak. Mereka membeberkan jika Pak Yoga tidak kompeten, bahkan yang lebih buruk dari itu adalah, ada yang merilis judul jika Pak Yoga tidak menyukai perempuan. Dia homo,"

Meta langsung kaget mendengar ucapan itu. Ini benar-benar sudah keterlaluan. Bagaimana bisa, seorang Yoga bisa dimusihi oleh banyak orang seperti ini.

"Apa benar Pak Yoga homo, Pak?" tanya Meta pada akhirnya.

Pak Cipto mengulum senyum, kemudian dia menggeleng. "Jujur, awalnya saya juga curiga seperti itu. Sebagai seorang supir yang bersamanya setiap hari, saya hampir tidak pernah melihat Pak Yoga sekadar telepon atau bertemu dengan perempuan. Tapi saya rasa, Pak Yoga bukan homo. Pak Yoga normal layaknya laki-laki pada umumnya."

"Pak Cipto tahu dari mana? Katanya awalnya Pak Cipto mikir kayak itu?" selidik Meta semakin penasaran.

"Kalau Mbak Meta penasaran. Bukankah Mbak Meta bisa memastikannya langsung? Saya permisi dulu, Mbak. Papa Pak Yoga pasti sedang mencari saya sekarang,"

Pak Cipto pun buru-buru pergi. Menyisakan sebuah tanya di benak Meta. Dia bisa memastikan langsung? Lagi Meta tampak berpikir, kemudian dia berdiri melihat Yoga yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Ada apa?" tanya Yoga yang berhasil membuat Meta terjingkat.

"Waktunya makan malam. Kamu nggak makan sedari makan siang tadi, kan?" kata Meta hati-hati.

"Nanti," jawab Yoga singkat.

Meta terdiam sesaat, ada rasa sakit saat Yoga mengacuhkannya seperti itu. Yoga sedari siang tadi benar-benar mengacuhkannya.

"Yaudah aku ambilkan makan, ya."

Meta langsung keluar, sementara Yoga hanya meliriknya sambil mengembuskan napas berat. Dan tak lama setelah itu Meta kembali dengan sepiring makanan, lalu dia menarik lengan Yoga untuk pindah duduk di sofa.

"Aku masih kenyang."

"Ayo makan, atau aku akan menyuapimu," paksa Meta.

"Kamu bisa melakukannya," ujar Yoga. Kembali berdiri, dan duduk di tempat kerjanya.

Meta langsung menarik kursi yang ada di depan meja kerja Yoga, menaruhnya di samping kursi Yoga kemudian mulai menyuapi Yoga dalam diam.