Jordan seperti orang gila, ia terus berusaha mencari keberadaan Elora tanpa kenal lelah, Jordan bahkan menyuruh anak buahnya untuk menata matai Maxime, berharap bahwa ketika Max menemui Elora atau bahkan berkunjung ketempat Elora sehingga Jordan bisa mengetahui dimana keberadaan wanita itu.
Semua sahabat Jordan berkata bahwa Jordan telah berubah, ia bukanlah dirinya yang dulu lagi. Tapi Jordan sendiri tidak merasakan apa apa, ia merasa tidak ada yang berubah dari dirinya, Jordan hanya menjadi lebih egois dan menjadi lebih memikirkan dirinya sendiri. Bukan kah sejak dahulu ia juga sudah egois lalu mengapa teman temannya baru menyadarinya sekarang?
Jordan tidak mau merugikan dirinya dengan bersusah payah menolong Julian, Dareen ataupun Steven yang jelas jelas bersalah. Jordan tidak mau namanya ikut terseret seret ke pihak media, jika teman temannya akan dipenjara yasudah biarkan saja selama dirinya tidak terseret kedalamnya maka semuanya bukanlah masalah besar.
Jordan juga tahu benar bahwa teman temannya berteman dengannya semata mata bukan karna benar benar ingin berteman dengannya, melainkan karena Jordan memiliki banyak koneksi, banyak uang, sehingga berteman dengan Jordan begitu menguntungkan bagi mereka.
Jordan melempar koran hari ini yang sudah ia baca, berita mengenai scandal Dareen memang sudah tidak seheboh sebelumnya, sudah banyak media yang tidak membahasnya lagi hanya saja itu tetap tidak berpengaruh apa apa terhadap Dareen sendiri.
Segala perempuan di dunia ini sudah mengetahuinya, dan apa lagi yang diharapkan? Tentu saja produk perusahaan Dareen anjlok tidak lagi laku dipasaran.
Jordan tidak perduli lagi, bahkan ketika Adam datang ke kantornya dan memakinya, mangatai dirinya sombong dan segala macamnya Jordan tetap tidak perduli.
Mereka bisa menggonggong semau mereka tapi Jordan tetap akan berjalan di jalannya, Jordan akan tetap melakukan apa yang ia mau, apa yang ia suka, dan apa yang menurutnya harus ia miliki.
Fokus Jordan teralihkan ketika ponselnya berdering, ia melirik ponselnya dan mendapati pesan dari orang suruhannya. Tubuhnya dengan cepat menegak ketika membaca pesan dari anak buahnya itu.
Tuan.. saya sudah menemukan tempat tinggal Nyonya Elora, ia tinggal di Jalan XXX blok A, nomer 21.
Jordan bersemangat mendapatkan berita tentang alamat Elora, namun Jordan masih ragu sehingga ia memutuskan untuk menelepon langsung anak buahnya itu, Jordan ingin memastikan bahwa anak buahnya itu tidak asal memberi informasi palsu.
"Selamat siang, Tuan."
"Benar kah itu pesan yang kau kirimkan padaku?" Jordan mengetuk ngetuk mejanya, berharap harap cemas dengan jawaban yang akan diterimanya.
"Iya Tuan, mana berani saya berbohong kepada Tuan. Jika Tuan tidak percaya Tuan bisa mengeceknya langsung disini."
Jordan terdiam, tentu saja ia harus mengeceknya langsung kesana. Jordan sudah sangat lama ingin menemui Elora, perasaannya sudah menggebu gebu.
Jordan memutuskan panggilannya begitu saja, ia dengan tergesa gesa meninggalkan ruangannya. Jordan harus menemui Elora bagaimana pun caranya.
Jordan mengabaikan panggilan dari sekretarisnya, Jordan masa bodoh dengan jadwal yang ia miliki hari ini. Saat ini tujuannya hanya satu yaitu menemui Elora, ia harus menemui Elora, harus.
***
Adam menggelengkan kepalanya, "Maafkan aku Dareen tapi aku tidak bisa melakukan apa apa, bekerja sama dengan perusahaan mu saja dengan bunuh diri. Perusahaan ku bisa ikut bangkrut, kau tahu bukan perusahaan ku ini juga sedang dalam keadaan kurang baik. Aku harap kau bisa mengerti."
Dareen menggelengkan kepalanya tidak percaya, semua temannya tidak ada yang mau membantunya. Dareen tidak menyangka bahwa disaat keadaannya seperti ini tidak ada satupun sahabatnya yang Sudi mengulurkan bantuan.
"Sudah belasan tahun kita bersahabat dan disaat aku sedang membutuhkan mu kau justru seperti ini, lalu apa gunanya selama ini kebersamaan kita?!"
Adam melenguh kesal ketika Dareen mengutarakan kekesalannya, memangnya hanya Dareen disini yang bisa kesal dan merasa di khianati, Adam juga merasakan hal yang sama.
"Kenapa disaat kau mengalami masa sulit kau baru menuntut soal persahabatan kita, sedangkan saat Steven mulai menggila kalian semua tidak ada yang mau turun tangan dan memilih untuk membawanya ke rumah sakit jiwa." Adam mendengus ketika mengingat masa lalu, "Jika dipikir pikir juga kita tidak pernah benar benar bersahabat, kita hanya saling merugikan satu sama lain. Jadi lupakan soal kata kata sahabat itu."
***
Jordan menoleh ketika anak buahnya itu masuk ke dalam mobilnya, ia mendengarkan penjelasan anak buahnya itu yang menunjuk nunjuk kearah sebuah rumah yang pintunya tengah setengah terbuka.
"Jadi Elora tinggal disana?" tanya Jordan memastikan, ia melihat sekilas anak buahnya itu mengangguk. "Lalu bagaimana dengan Max?"
"Laki laki itu baru saja pergi, ku rasa tadi dia datang hanya untuk mengantarkan makanan saja, setelah itu dia pergi entah kemana."
Mendengar bahwa Max tidak berada disana semakin membuat Jordan bersemangat, ia dengan tergesa gesa melepaskan seat belt nya dan turun dari mobil begitu saja.
Ia bahkan berlari menyebrangi jalan menuju rumah itu tanpa lihat kanan kiri, untungnya Jordan tidak tertabrak ataupun terserempet kendaraan lain.
Jordan berjalan penuh semangat, ia tanpa takut membuka gerbang rumah tersebut dan melangkah lebar lebar memasuki pekarangan rumah itu.
Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman ketika ia melihat siluet Elora yang tengah membelakanginya.
Senyum Jordan semakin melebar, langkah kakinya juga semakin cepat menghampiri Elora. Memberikan sebuah pelukan tiba tiba dari belakang untuk Elora.
Baru saja Jordan merentangkan tangannya untuk memeluk Elora, gerakan Jordan terhenti ketika ia merasakan kesakitan yang teramat sangat dibelakang kepalanya.
Dalam kesakitan ya Jordan menyempatkan diri untuk menoleh kebelakang, ia terkejut ketika melihat disana anak buahnya berdiri dengan sebuah balok kayu di tangannya.
Jangan bilang bahwa ia dijebak..
Ba.. bagaimana mungkin?