"NATHAN I LOVE YOU!"
"NATHANNN!!"
"PLEASE LOOK AT ME NATHAN!"
Teriakan demi teriakan begitu keras ditunjukan kepada Nathan yang baru saja memasukan bola orange itu ke dalam ring.
Seolah tak ada lelah yang di rasakan para wanita di bangku penonton itu, mereka kembali meneriaki nama Nathan meskipun hal itu tak membuat pria yang di panggilnya itu menoleh, karena kefokusannya hanya satu yaitu bermain basket.
"Berisik banget si! Omg!" wanita-wanita yang tengah berteriak itu menghentikan aksinya setelah mendengar suara gadis yang menyindir mereka.
"Masalah buat lo?" tanya wanita dengan wajah garang. Aluna menaikan sebelah alisnya. "Masalahnya bikin kuping gue pengang!" kata Aluna dengan telunjuk jarinya menunjuk telinganya sendiri.
Gadis dihadapannya berjalan mendekat ke arah Aluna, dengan seragam ketat yang memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya.
"Lo udah di tolak berapa kali sama Nathan? Masih ngejar dia? Punya muka berapa lo?" Aluna mengepalkan tangannya dengan keras, ingin rasanya melayangkan pukul pada wajah plastik di depannya itu.
Tapi Ia tak ingin membuat Nathan kesusahan untuk menangani kesalahannya. Aluna menarik nafas sebelum akhirnya membalikan tubuhnya hendak pergi, tapi pergerakannya terhenti saat gadis yang menjadi musuh terbesarnya itu mengucapkan kata-kata yang membuat Aluna kembali berbalik menghadapnya.
"Dasar jalang!"
PLAK!
Tamparan yang cukup keras dari Aluna kepada gadis plastik itu membuat suara gaduh dari penonton menjadi sunyi seketika.
Gadis yang ditampar tersebut menatap Aluna dengan mata berkaca-kaca bukan takut melainkan menahan rasa sakit dan perih pipinya dan ujung bibirnya yang mengeluarkan darah.
Ohh Shit.
Aluna yakin dia akan kembali di panggil ke ruang BP.
"I don't care, selagi aku puas melihatnya kalah. Again!" batin Aluna.
"Kau..." Aluna tersenyum mengejek.
"Jaga mulut lo, kalau gak mau ngerasain yang lebih parah dari ini." Aluna berlalu begitu saja tanpa menunggu respon dan amukan dari gadis yang di tamparnya tersebut.
🌱🌺🌺🌺🌱
"Jangan pergi kemana-mana tanpa seijinku!"
"Tapi.."
"That's final!"
Aluna menghembuskan nafas pasrah, setelah mendapatkan skors selama 3 hari karena kejadiannya dilapangan basket kemarin, jika bukan karena bantuan Nathan mungkin Aluna sudah mendapatkan skors selama seminggu. Untunglah Ia memiliki suami yang memahaminya walaupun kini Ia harus terkurung di apartement selama 3 hari.
Membosankan.
Nathan mengambil ranselnya, Ia mendekat ke arah Aluna yang tengah cemberut dengan bibir maju.
Dikecup lembut kening istrinya itu sebelum benar-benar pergi.
"Nathann..." panggil Aluna pelan, tapi tak mempengaruhi untuk pria itu tetap tinggal.
"Aku pergi." Aluna menatap sedih ke arah pintu yang tertutup. Nathan sudah pergi dan Ia hanya bisa berdiam diri di sana dengan melakukan hal yang membosankan, seperti menonton Tv, makan, tidur, mandi dll.
Dering ponsel berbunyi membuat Aluna mengambil ponselnya yang tergeletak di sampingnya.
Nomor tak dikenal membuat Aluna bertanya-tanya, Ia bimbang untung memilih mengangkatnya atau tidak.
Tapi setelah pertimbangannya yang Ia putuskan secara cepat, Aluna memilih mengangkat nya.
"Hallo."
"Hai, adik kecil apa kabar?"
"Siapa ini?"
"Kau tak mengenali suaraku? Apa setelah kita tak lama bertemu kau jadi melupakanku?"
"Jangan bercanda, aku serius."
"Aku tak sedang bercanda Aluna."
"Siapa?"
"Aku masih orang yang sama yang akan membuatmu nyaman disampingku."
"Kevin?"
"Ya, itu aku. Do you miss me?"
"Tidak."
"Aku juga merindukanmu."
"Aku bilang tidak!"
"Aku tahu, tak perlu di perjelas."
"Ada perlu apa menghubungiku?"
"Aku ingin bertemu untuk mempererat tali persaudaraan kita."
"Aku tidak mau."
"Aku tak menerima penolakan."
"Tapi__"
"Ku tunggu di kafe *** jam 7 malam besok. See you adik kecil."
Aluna mengerang kesal saat Kevin memutuskan teleponnya begitu saja, pria itu selalu seenaknya saja.
Kevin adalah pria yang di angkat sebagai anak oleh ortu tirinya dari panti asuhan yang sama setelah 1 tahun kepergian Roy.
Tak heran jika Kevin berbicara santai pada Aluna, karena mereka adalah teman menurut Kevin tapi tidak bagi Aluna. Ia tak suka Kevin yang jahil dan selalu membuatnya menangisnya semasa di panti asuhan dulu.
Untunglah ada Roy, kakaknya itu selalu ada untuknya saat Ia membutuhkan bantuan. Sampai saat ini Aluna tidak tahu alasan kenapa orang tua kandungnya mengirim Aluna dan Roy ke panti asuhan lebih tepatnya membuang mereka kesana seolah tak menginginkan Aluna dan Roy.
Jika sejak awal tak menginginkan Aluna dan Roy, kenapa mereka tak membunuh mereka sekalian. Agar hidupnya lebih tenang dan tak serumit ini.
Menurut ibu pemilik pantinya dulu, Aluna dan Roy ditemukan di depan pintu, saat itu Roy yang berumur 2 tahun dan Aluna yang berumur 1 tahun.
Sampai saat ini Aluna tak ingin mencari keberadaan kedua orang tua kandungnya, Ia terlalu kecewa dengan tindakan mereka yang membuangnya.
Tapi rasa penasaran terkadang muncul dalam benaknya, mengenai alasan kenapa mereka membuang Aluna dan Roy.
🌱🌺🌺🌺🌱
Aluna mengeliat dalam tidurnya, gadis itu perlahan membuka matanya. Lagi dan lagi Ia melihat Nathan dengan posisi sama seperti malam kemarin.
Duduk di tepi kasur, bersandar di kepala kasur dengan sebuah laptop di atas pangkuannya sedangkan kedua tangannya lihai menari di atas keyboard, mengetik sesuatu yang menjadi pekerjaannya.
"Kamu pulang kok gak bangunin aku?" tanya Aluna dengan sifat manjanya, memeluk perut Nathan.
Melihat Nathan yang tak merespon ucapannya dan hanya terfokus pada laptopnya membuat Aluna geram, gadis itu mencubit perut kotak-kotak Nathan yang membuat pria itu meringis.
"Ada apa Aluna?" tanya Nathan gemas sekaligus kesal, Aluna selalu mengganggu kegiatannya dalam mengerjakan pekerjaan kantor Ayahnya. Bukan tanpa alasan, Nathan akan menjadi penerus perusahaan Ayahnya sehingga dirinya harus mulai belajar apalagi mengingat kini Ia sudah bersetatus menikah, sudah menjadi kewajibannya untuk membiayai hidup istrinya.
"Kamu aku tanya gak nyahut."
"Maaf." ucap Nathan pelan, pria itu melanjutkan kegiatannya. Aluna semakin mengeratkan pelukannya pada perut Nathan dari samping.
"Tadi pagi Kelvin nelpon." Nathan menghentikan ketikkannya dengan dada yang mulai terasa panas. Meskipun Kevin merupakan saudara tiri Aluna, tapi tetap saja Nathan merasa kesal melihat kedekatan mereka jika bertemu.
"Tumben." kata Nathan yang kembali mengetik, Ia berusaha untuk menetalisir wajahnya agar tak terlalu kelihatan jika Ia sedang menahan kesal.
"Dia ngajak ketemu."
"Terus?"
"Aku terima." habis sudah kesabaran Nathan, Ia menutup laptopnya dengan keras dan menaruhnya di atas nakas. Melepaskan lengan Aluna yang memeluknya erat, pria itu bangkit dari kasur dan berjalan keluar kamar.
Aluna menatapnya dengan kebingungan. Tak lama Ia pun menyusul Nathan yang ternyata sedang meminum air dingin dari dalam kulkas.
"Kamu marah?" tanya Aluna.
Nathan meneguk habis segelas air putih. Pria itu tak berniat menjawab pertanyaan yang sudah di ketahui Aluna jika Nathan diam.
"Maaf, aku sudah menolaknya. Tapi dia__"
"Terserah."
"Eh?"
"Aku mengantuk." Nathan berlalu melewati Aluna yang masih mencerna perkataan Nathan.