"Terimakasih." Ucap Revania dengan sungguh-sungguh.
"Tidak apa-apa Nyonya, anda harus lebih berhati-hati. Apalagi di kota kecil seperti ini, tidak akan begitu aman jika anda terlalu mencolok dengan pakaian yang anda kenakan." Helena menyeringai ramah, dan ia sudah menegakkan tubuhnya.
"Mencolok? Menurutmu pakaianku terlalu mencolok?" Tanya Revania tidak percaya, seraya melirik kearah Meghan. Padahal Revania meminta sebuah pakaian sederhana, agar ia bisa berinteraksi dengan rakyatnya secara natural.
"Hahaha... Jika dibandingkan dengan pakaian yang kukenakan, tentu saja akan jauh berbeda." Helena sebenarnya menertawakan dirinya. "Hei Helena, apa kau mengganggu tamuku?" Si pemilik toko kain menatap nyengir pada Helena.
"Tuan Brian? Tenang saja, jutstu aku sudah menyelematkan pelangganmu, agar tidak kehilangan isi tasnya." Jelas Helena seraya mengusap telinganya, karena Brian si pria paruh baya itu meneriakinya terlalu kencang.
"Ini hari yang sangat beruntung untuk anda Nyonya, tidak seperti saya. Hahh... Si Ron bengkok itu membayar murah untuk penemuan yang kutemukan, untung saja aku menyimpan hal penting yang tidak dia ketahui." Ucap Helena mencoba meluapkan kekesalannya, pada seseorang yang menurutnya tidak akan tahu apa yang sedang ia bicarakan saat itu.
"Apa maksudmu?" Revania mengeryitkan dahinya dengan heran, karena dia tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Helena. Senyum lebar milik Helena semakin mengembang, "sudahlah Nyonya, lupakan yang aku katakan tadi. Ah... Dan aku harus pulang. Silahkan nikmati anda di Kota Aidon, dan berhati-hatilah. Karena kota kecil ini, terlalu berbahaya untuk wanita cantik seperti anda." Ucap Helena membungkuk hormat dengan riang, dan setelahnya meninggalkan Revania dan Meghan begitu saja.
"Meghan." Panggil Revania, dengan pandangan masih menatap kearah Helena yang sudah semakin menjauh.
"Ya?" Jawab Meghan tersontak kaget dan membungkuk hormat, sedang berpikir apa lagi kesalahan yang sudah ia perbuat.
"Selidiki mengenainya, dan apa hubungannya dengan Ron si pria bengkok itu." Ucap Revania mengikuti Helena, karena menggunakan julukan pada Ron. Meghan yang berada disampingnya, kembali dibuat tertegun dan heran.
"Baik, Yang Mulia Ratu." Jawab Meghan tidak memiliki pilihan lain selain menurut, padahal didalam hatinya ia sedang bertanya-tanya. Mengapa ia harus menyelidiki mengenai gadis itu? Dan apa kaitannya dengan Ron – proffesor tua yang berada di kota Aidon.
***
Hari demi hari sudah Helena jalani, sebagai anak seorang petani ia masih tetap harus bekerja keras. Belum lagi biaya rumah sakit yang menjulang tinggi, dan memang saat itu ia sedang sangat membutuhkan uang yang banyak.
Helena hidup jauh dari kata sederhana, semuanya harus diawali dan diakhiri dengan kata cukup dan lebih sering kurang. Siang hari itu ia sedang bekerja di ladang, saat itu tetangganya yang baik hati menawarkan pekerjaan kecil, agar dia bisa membantu mengambil hasil panen jagung.
Keluarga Weasley sangat baik, bahkan menganggap Helena sebagai putri mereka sendiri. Mungkin karena Keluarga Weasley tidak memiliki anak, dan hubungan mereka yang baik dengan sang nenek.
Siang hari itu Helena sudah berada ditengah ladang bersama dengan Tuan Weasley, dengan mobil truk kecil dan beberapa pegawai lainnya, mulai memindahkan hasil panen. "Helena, nanti malam kami akan mengadakan acara makan malam, bersama dengan pegawai lainnya. Aku harap kau bisa datang untuk makan malam." Seru Tuan Weasley.
Helena sedang menimbang setiap hasil panen, kemudian ia masukkan kedalam karung besar. "Sepertinya aku tidak bisa Tuan Weasley, aku akan bekerja pada Tuan Brian nanti malam. Ada beberapa pesanan besar, dari kota seberang. Dan dia membutuhkan bantuanku, maaf sekali Tuan Weasley aku tidak bisa hadir." Tolak Helena sopan dan masih sibuk mencatat semua hasil panen.
"Kau terlalu bekerja keras Helena, usiamu masih sangat muda. Mungkin lebih baik kau segera menikah, dan memberikan beban ini pada suamimu kelak." Tuan Weasley menatap simpati dan iba pada gadis muda tersebut.
Helena bereaksi berbeda, dia menahan gelinya ketika mendengar ide dari Tuan Weasley.
"Menikah? Hahaha... Siapa yang akan menikah denganku, Tuan Weasley? Aku bahkan tidak meneruskan sekolahku, aku hanya memiliki seorang nenek. Dan aku sangat miskin, dan kumuh. Lelaki mana yang akan mau denganku, ada yang melirikku saja aku sudah sangat bersyukur." Ucap Helena mencoba tersenyum, tapi dalam hatinya ia membatin dengan sedih.
Dari kejauhan langkah kaki Nyonya Weasley tergesa-gesa, mukanya semakin memerah ditambah dengan sinar matahari yang langsung menerpa wajahnya. "Ada apa sayang? Kenapa kau sangat terlihat panik?" Tanya Tuan Weasley mendekati istrinya.
"Helena... Pihak rumah sakit." Ucap Nyonya Weasley yang masih mengantur napasnya yang tersengal, bahkan Tuan Weasley harus memegangi lengan istrinya saking khawatirnya.
Helena baru ingat, kalau dia memberikan nomor telepon keluarga Weasley, sebagai nomor darurat yang bisa dihubungi. Karena Helena benar-benar sangat miskin, dijaman yang sangat canggih untuk membeli sebuh ponsel ia tidak akan sanggup.
"Ada apa Nyonya Weasley? Kau membuatku sangat takut?" Tanya Helena yang ikut menjadi panik bersamaan.
***
Dengan pakaian yang masih sama, dan beberapa noda tanah yang terlihat jelas dan menempel. Helena sudah bergegas menuju rumah sakit, untuk segera menemui satu-satunya keluarga yang sangat ia cintai. "Nenek... Nenek..." Gumam Helena sembari berlari, disepandang koridor rumah sakit.
"Oh... Tuhan, aku mohon kepadamu jangan ambil nenekku." Ucap Helena tanpa ia sadari sudah meneteskan air matanya dengan cepat.
Helena terhenti didepan pintu kamar rawat neneknya, seorang pria mengenakan jas lab putih baru saja keluar bersama dengan seorang perawat yang menatap sinis kearah Helena.
"Nona Helena." Ucap sang dokter pria tersebut.
"Dokter bagaimana dengan kondisi nenek? Aku mohon kau harus menyelamatkannya. Aku mohon dok..." Isak tangis itu keluar begitu saja tanpa Helena sadari, menarik jas sang dokter dengan kuat. "Kalau anda ingin nyawa nenek anda selamat, maka segera selesaikan masalah administrasi dan kita bisa langsung mengangkat tumor, yang sudah membuat kondisi nenek anda semakin buruk dan menderita."
"Tapi... saya belum memiliki uang untuk biaya sebesar itu. Nenekku bisa masuk kerumah sakit, karena kebaikan dari keluarga Weasley... Saya tidak mungkin membebani mereka lagi... Kumohon Dokter, apa tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan, agar nyawa nenek saya bisa selamat?" Erang Helena semakin menjadi dengan isak tangisnya yang kuat.
"Maafkan saya Nona Helena, saya tidak bisa membantu lebih banyak lagi. Jika seperti ini, maka kita hanya tinggal menunggu sampai kapan nenek anda bisa bertahan." Ucap sang dokter, melepaskan pegangan tangan Helena dan setelahnya meninggalkan Helena dalam isak tangisnya.
Helena duduk bersimpuh didepan pintu kamar rawat neneknya, tidak sanggup jika harus melihat kondisi neneknya yang akan membuat hatinya lebih teriris.
"Nenek... hk... hk... Tuhan, apa yang harus kulakukan. Aku tidak ingin kehilangan nenek, dia adalah keluargaku satu-satunya." Ucap Helena masih sambil menangis.
Dalam isak tangisnya yang masih memilukan, tiba-tiba dia melihat sepasang sepatu merah nan mewah sudah berada didekatnya. Pemilik sepatunya, menggunakan celana hitam panjang. Kakinya terlihat sangat jenjang, dan Helena harus mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang sedang berada disampingnya.
Sepasang mata biru yang sama dengan warna matanya, menatap kearahnya dan rambut pirangnya ia kuncir rapi terlihat elegan. Helena tampak mengenali wajah tersebut, walaupun suda hampir dua minggu lalu ia tidak bertemu dengan wanita tersebut.
Wanita yang pernah berada di toko pakaian Tuan Brian, wanita cantik yang hampir kehilangan isi tasnya. "Nyonya?" Ucap Helena bingung. "Anda ada disini Nyonya?" Helena perlahan bangkit, menyeka sisa semua air matanya dengan cepat. Tampak malu, karena penampilannya yang berbanding terbalik dengan perempuan cantik dihadapannya.
"Kau habis menangis, Helena? Aku tahu apa yang sedang kau alami." Ucapnya dengan senyum manis yang ia tampilkan pertama kalinya untuk Helena.
"Apa maksud anda?" Tanya Helena gugup dan takut bersamaan, karena wanita itu mengetahui namanya. Padahal mereka belum pernah berkenalan secara resmi.
"Kau membutuhkan biaya yang banyak, untuk pengobatan nenekmu bukan? Dan aku bisa membantunya." Ucap Revania menjelaskan dengan sikap percaya diri.