"Permaisuri Helena."
Suara Harika memecahkan lamunan Helena, kembali ia pada dunianya saat ini. Dan kembali ia sadar, kalau dia sedang berada diruang buku milik kerajaan.
"Oh... Harika?" Ucap Helena yang tersadar dengan kehadirannya. Wajah Harika yang memiliki wajah khas Asia, memandang prihatin padanya.
"Apa yang sedang anda pikirkan? Apa anda lapar?" Tanya Harika sopan, dan menutup buku sejarah kerajaan yang ada dihadapan Helena.
"Lapar? Tidak aku masih belum lapar." Jawab Helena lesu, tiba-tiba saja ia mengingat akan sosok neneknya. "Harika, apa mungkin aku bisa keluar dari istana?
"Ke... keluar dari istana? Ada apa Permaisuri Helena? Apa ada yang ingin anda beli?" Tanyanya Harika balik. "Biar saya saja yang pergi, dan saya bisa mencarikan kebutuhan anda."
"Tidak Harika, aku hanya ingin menjenguk nenekku yang ada dirumah sakit. Aku ingin tahu mengenai keberadaannya. Apa mungkin bisa? Jika aku keluar dari istana walau hanya sebentar." Ucap Helena gusar.
"Permaisuri Helena, untuk ijin keluar dari istana. Anda harus memiliki hak khusus yang diberikan oleh Raja Louis." Ucap Harika menjelaskan.
"Ya... aku tahu itu." Pandangan Helena menjadi menunduk. Memikirkan ijin dari Sang Raja? Membuatnya berbicara dengannya saja, rasanya sangat sulit walau itu hanya lima menit. "Sepertinya Raja Louis tidak akan memberikan ijinnya kepadaku." Ucap Helena putus asa.
"Permaisuri, tapi anda masih memiliki kesempatan bukan?" Harika sedang duduk bersimpuh didepan Helena. Sikapnya masih sangat formal, menjaga jarak pada permaisuri, yang merupakan atasannya secara langsung.
"Maksudmu, Harika? Apa kau bisa berbicara dekat denganku? Dan berhentilah bersikap formal seperti itu. Lagi pula umurku dan umurmu tidak berbeda jauh. Bahkan kau lebih tua dariku, bukan?" Helena memperhatikan raut wajah Harika yang seketika berubah menjadi bingung.
"Permaisuri Helena, anda tidak boleh berkata seperti itu. Bagaimanapun kau adalah seorang Permaisuri Raja, aku tetap harus memberikan penghormatan terbaikku." Harika segera membungkuk hormat, dan semakin menenggelamkan wajahnya.
"Hh.. Aku kadang sangat lelah dengan semua aturan di kerajaan ini. Andaikan aku bisa kembali pada kehidupanku yang dulu." Tangan Helena mulai bertopang pada meja belajarnya.
"Menjadi seorang yang biasa saja, tanpa ada beban. Walaupun hidup kekurangan, tapi aku bisa bernapas semauku, bahkan tertawa sepuasnya. Hhh..." Helena mulai membayangkan kehidupannya terdahulu.
"Permaisuri Helena, jangan berkata seperti itu. Akan bahaya jika ada orang lain yang mendengarnya. Mau tidak mau, anda sudah menjadi bagian kerajaan. Dan... harus saya akui kalau anda sangat mudah dan pintar dalam pelajaran." Harika mencoba mengingatkan kembali.
"Untuk saat ini saya sarankan, agar anda tidak memikirkan ide-ide... ide yang akan membuat anda terlibat dalam masalah. Saat ini yang terpenting adalah, bagaimana saya membuktikan kepada Nyonya Rima, bahwa saya sudah membantu anda dalam berbagai hal pelajaran." Lanjut Harika dengan panjang.
"Ya Harika, maafkan aku. Saat ini aku tidak boleh terlalu egois, aku harus menunjukkan pada Ratu Revania, bahwa otakku bisa sangat berguna." Ucap Helena.
Percakapan kedua wanita tersebut terhenti ketika ada seorang pengawal pria, masuk kedalam ruang baca.
"Salam hormat untuk Permaisuri Helena." Ucap pengawal tersebut. dan membungkuk hormat.
"Ada apa?" Tanya Harika terlebih dahulu. Dan Helena menyimak dengan serius.
"Pesan dari Raja Louis, agar semua permaisuri hadir diruang doa. Untuk mendoakan kesembuhan Ratu Revania." Jelasnya.
"A...apa?! Ratu Ravania? Apa dia sedang sakit?" Tanya Helena dan bangkit dari duduknya, segera saja ia menghampiri sang pengawal.
"Katakan kepadaku, apa yang terjadi? Apa Ratu baik-baik saja?" Tanya Helena panik dan cemas bersamaan. Sang pengawal tersebut melirik kearah Helena dengan ragu-ragu. Baginya tidak sopan jika ia berbicara sedekat itu dengan salah satu permaisuri Raja Louis.
"Semalam Ratu Revania pingsan, dan sampai dengan sekarang kondisi beliau sedang dalam keadaan kritis. Bahkan tadi pagi Raja Louis, sudah tiba dari luar negeri. Dan meminta semua anggota kerajaan hadir di ruang doa." Jelasnya kembali.
***
Helena sudah berganti pakaian dengan pakaian khusus untuk berdoa, dengan langkah tergesa-gesa ia sudah berada diruang doa. Sebuah aula besar, dan hanya ada satu tempat duduk besar yang berada diujung sana.
selebihnya hanya sebuah papan sekat yang memanjang, dan orang-orang yang datang bisa meletakkan kedua tangannya pada papan putih tersebut. Dan bisa mulai berdoa, untuk kesehatan sang Ratu Aarez.
Baru saja Helena tiba, semua mata memandang kearahnya. Termasuk dengan dua permaisuri lainnya, Dilara dan Emira, mereka sedang menahan geli melihat Helena yang sedang berdiri diam, di ambang pintu masuk.
"Apanya yang lucu?" Batin Helena bingung.
"Permaisuri... Permaisuri Helena menyingkir sedikit dari jalan masuk." Ucap Harika dengan suara pelan, dia justru sudah berada didalam, tapi pandangannya menunduk dengan takut. Dan Helena hanya bereaksi dengan mengerutkan keningnya dengan cepat.
"Sampai berapa lama kau akan berdiri disini, dan menghalangi jalan masuk?" Suara berat dan khas milik Raja Louis, membuat Helena segera membalikkan badannya.
"Raja Louis?" Ucap Helena, dan memandang sorot mata tajam dan keji kearahnya.
Niat Helena untuk melangkah mundur, dan memberikan jalan bagi sang Raja. Tapi kenyataannya dia justru tersandung dengan kakinya sendiri. "Ach! kakiku." Ucap Helena yang sudah jatuh terjerembab diatas lantai.
Semua mata memandang kearahnya, menatap dengan mencemooh dan mulai berbisik pelan. Apa yang dilakukan oleh Sang Raja? Tidak ada.
Louis sedikit menyingkap bajunya yang panjang, dan tidak peduli pada Helena yang sedang terjatuh. Ia hanya melewati Helena begitu saja.
"Permaisuri ayo bangun." Harika sudah membantu Helena untuk bangkit dari jatuhnya. "Anda tidak apa-apa?" Tanya Harika, ketika melihat wajah Helena yang sedikit meringis.
"Sepertinya kakiku sedikit terkilir." Ucap Helena dan jalan dengan tertatih. "Tapi tidak apa-apa, aku masih bisa menahannya."
"Adik, lihat permaisuri bodoh itu. Aneh sekali Revania memilih wanita seperti itu untuk Raja?" Cibir Dilara, berbisik pelan pada Emira. Tapi tentu saja Helena bisa mendengar jelas ucapannya, karena jarak mereka berdua sangat dekat. Rasanya Helena ingin sekali membalas ucapan dari Dilara, jika saja tangannya tidak dipegangi oleh Harika - pelayannya sendiri.
"Sabar Permaisuri Helena, ingat kita ada diruang doa bersama dengan Raja Louis." Harika mencoba memperingatkan, karena ia juga melihat wajah Rim yang menegang kearahnya.
Bagaimanapun tatakrama dari Helena, menjadi tanggung jawab dari Harika. Jika ada kesalahan, makan Harika akan ikut bertanggung jawab.
Acara doa sudah dimulai, dengan Raja Louis dan seorang pria paruh baya yang memimpin doa. Raja Louis menghadap kearah para anggota kerajaan. Helena sering kali menegakkan wajahnya, mencuri pandang untuk melihat wajah Sang Raja.
Sial bagi Helena, ketika ia sudah melakukan beberapa kali. Dan akhirnya dua pasang mata itu bertemu dengan cukup lama, pandangan dingin itu tetap diberikan oleh Helena.
Helena yang sadar dengan kesalahannya, segera menundukkan pandangannya. "Mati kau Helena, kenapa sih kau senang sekali cari gara-gara." Batin Helena, yang sudah tidak berani untuk menegakkan wajahnya.