"Helena."
Suara Revania masih terdengar ramah, walaupun terdengar parau. Belum lagi Helena dengan jelas, mendengar setiap tarikan napas dari Ratu Aarez terdengar sulit dan sesak.
"Yang Mulia Ratu, ada apa anda memanggil saya?" Tanya Helena gugup.
Louis memperhatikan sikap Helena, ekspresi wajahnya terlalu datar. Bahkan Revania sendiri tidak bisa menebak, apakah suaminya sedang dalam keadaan senang ataupun sedih. "Raja Louis?" Panggil Revania.
"Ya, ada apa? Apa kau memerlukan sesuatu?" Tanya Louis dan mendekat kearah istrinya. Helena masih saja menunduk dia tidak berani melihat langsung kearah wajah Revania, apalagi saat sedang bersama dengan sang Raja Aarez.
"Ya aku memang memerlukan sesuatu, boleh aku meminta kepadamu." Jawab Revani.
Louis meraih tangan istrinya, menepuk punggung tangan istrinya dan memberikan kecupan kening singkat. "Katakan saja."
"Bolehkah kau memberikan aku ruang? Agar aku bisa berbicara dengan Helena?" Pinta Revania, degan senyuman manis yang menghias wajahnya yang pucat. "Tapi... Apa kau tidak akan apa-apa, bersama dengannya?" Tanya Louis kembali, dan ia tampak enggan dengan mengabulkan permintaan istrinya.
"Apa yang mungkin akan dilakukan oleh Helena kepadaku? Dengan banyaknya penjagaan diluar sana, bahkan ia tidak bisa melukai ujung kuku milikku. Meskipun hanya sedikit saja." Ucap Revania, berusaha agar bisa meyakinkan suaminya.
"Baiklah, sepuluh menit saja. Selesainya, aku akan masuk dan dia..." Louis segera menatap pada Helena.
Helena yang sadar dengan dirinya yang menjadi pusat perhatian, semakin menundukkan kepalanya dengan takut. "... Dan Dia, juga tidak boleh berlama-lama disini." Lanjut Louis dengan tegas.
Tidak lama setelahnya, Louis dan beberapa pengawal lainnya sudah meninggalkan ruangan kamar Revania. Tinggallah sang Ratu dan Helena didalam ruangan tersebut, tapi Helena masih saja menundukkan wajahnya. Ia masih mempertahankan sopan santun, dihadapan Ratu Aarez.
"Helena? Kenapa kau masih saja disana? Mendekatlah, dan angkat wajahmu." Ucap Revania, karena sedari tadi Helena hanya berdiri didepan ujung tempat tidur.
"Tapi Ratu, anda sedang sakit dan tidak akan sopan..."
"Helena ini perintah, jadi cepat kau mendekat! Kita hanya memiliki waktu sepuluh menit saja." Ucap Revania, sedikit kesal. Helena pun menurut dan ia juga menegakkan wajahnya.
Sungguh perasaan Helena mencelos tidak nyaman, melihat penampilan Revania yang sudah banyak berubah. Terlihat jelas bagaimana kondisi Revania saat ini, sudah tidak ada rambut palsu yang biasa ia gunakan.
Terganti dengan sebuah topi rajut berwarna kuning kalem yang indah, tapi celong pada matanya dan rahang pipinya yang semakin menunjukkan sisi tulangnya. Menandakan bahwa sebenarnya Revania sedang menahan sakitnya selama ini, tubuh Revani sangat kurus dan sunngguh membuat hati Helena menjadi pilu dan sedih.
"Ratu Revania? Hk... hk... hk..." Air mata Helena mengalir begitu saja, tak kuasa melihat kondisi Ratu Aarez yang sebelumnya sangat cantik. Saat ini bebeda jauh, dan yang tersisa hanyalah wajah pucat yang memandagnya dengan penuh makna.
"Kenapa kau menangis? Apa karena kondisiku, membuat kau menjadi sedih, Helena?" Tanya Revania, dan menyeka air mata Helena.
"Aku... hk... hk..." Helena berucap dengan isak tangis yang bercampur. Ia pun menarik napasnya, agar bisa berbicara sopan dihadapan Ratu Aarez. "Maafkan aku Yang Mulia Ratu, aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu kembali dengan anda. Tapi dengan kondisi yang jauh berbeda." Ucap Helena dan ia sudah berhenti menangis.
"Kau tidak perlu khawatir mengenaiku, Helena. Apa yang terjadi padaku adalah sebuah suratan takdir, yang tidak akan bisa dirubah. Tapi apa yang nanti akan terjadi dengan negeri ini, masih bisa kita rubah." Revania memegangi dagu Helena, membuat keduanya saling berpandang.
"Apa maksud anda Ratu Revania?" Tanya Helena bingung.
"Hhh..." Kali ini Revania yang menghela napas panjang. Dan ia metelakkan kedua tangan pada pangkuannya. "Sebelum aku masuk dan dirawat dirumah sakit. Aku dan Louis, kami bertengkar."
"Apa? Bertengkar, anda bisa bertengkar dengan Raja Aarez." Ucap Helena membayangkan, bahwa Revania sangat berani bisa berargumen dengan sang Raja.
"Bagaimanapun kami adalah pasangan suami istri, pertengkaran dalam rumah tangga adalah hal yang tidak mungkin bisa dihindari." Lanjut Revania.
"Kami bertengkar, karena Louis tidak akan peduli dengan negerinya. Jika aku pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya." Sorot mata Revania berubah menjadi lebih sedih. "Dia memaksaku untuk tetap bertahan demi dirinya, tapi sungguh aku tidak mampu Helena. Sakit ini sangat membuatku menderita, aku tidak sanggup bertahan lama."
"Ratu Revania, anda harus bertahan. Anda pasti bisa sembuh." Helena kembali meneteskan air matana, sungguh ia pun tidak tega dengan pernyataan Revania barusan.
"Helena, kau harus berjanji kepadaku. Apapun yang terjadi, kau harus berada disamping Raja Louis. Buat dia kembali peduli dengan tugasnya sebagai seorang pemimpin, jangan biarkan rakyat Aarez menderita." Revania merain kedua tangan Helena, menggenggam kuat dengan tatapan sendu miliknya.
"Tapi bagaimana caranya? Yang Mulia Ratu, aku ini hanya seorang rakyat jelata. Yang beruntung bisa menginjakkan kakinya di istana." Ucap Helena putus asa. "Aku tidak sepadan denganmu Ratu Revania, apalagi harus berdampingan dengan Raja Louis. Melirikku saja, aku sudah bisa merasakan kebencian yang mendalam." Ucap Helena dengan frustasi.
"Helena? Aku tahu siapa kau, dan bagaimana kau." Revania semakin menguatkan genggaman tangannya. "Kau pikir aku? Seorang Ratu Aarez, akan sembarangan memilih pasangan untuk Raja Aarez? Jawabannya tidak Helena." Ucapan Revania, membuat Helena kembali menegakkan wajahnya.
"Aku mengenalmu Helena, karena sudah cukup lama aku mengamatimu. Kau gadis pintar, dengan segala keunikan yang kau miliki. Kau wanita yang memilik jiwa besar, karena kau tidak pernah ragu untuk menolong orang lain yang tidak kau kenal." Puji Revania sungguh.
"Tapi tetap saja, aku tidak akan bisa mendampingi Raja Louis. Aku tidak mengapa jika Raja ingin menendangku keluar dari istana." Helena masih saja putus asa, dan berusaha terus untuk menolak permintaan Revania.
"Helena dengarkan aku. Nasib negara ini ada pada tangan Louis! Tapi kalau sampai dia tidak peduli! Maka hanya kau satu-satunya orang yang bisa ku minta pertolongan." Revania memandang wajah Helena dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apakah aku harus bersujud dan menyembahmu, agar kau mau menolongku Helena?" Revania menangis, dan berusaha turun dari tempat tidurnya. "Ratu Revania! Tidak! Kau tidak boleh melakukannya! Aku mohon!" Helena menahan keinginan Revania yang ingin turun dari tempat tidur, agar bisa bersujud dan menyembahnya.
"Jadi apa kau akan membantuku, apa kau akan berjanji kepadaku Helena?"
"Ya... ya... Ratu! Aku akan berjanji!" Ucap Helena dengan wajah menyesal.
"Terimakasih Helena. Aku tahu ini seperti sulit untukmu, tapi tidak sebetulnya." Revania memegangi pipi Helena. "Apapun nanti yang terjadi, kau harus berjuang agar Raja Louis bisa memilihmu sebagai penggantiku." Ucapan Revania terhenti, karena pintu kamar tiba-tiba terbuka.
Louis dan para pengawalnya masuk kedalam ruangan, Helena segera melangkah mundur dan kembali ia menundukkan wajahnya. Louis yang sudah berada dekat dengan istrinya, menatap bergantian anatara Revania dan Helena.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Louis curiga, karena ia bisa melihat pelupuk mata Revania yang basah.
"Tidak apa-apa, kami baik-baik saja." Ucap Revania.
"Helena kau boleh kembali ke istana, para pengawal akan menemanimu." Perintah Louis.
"Baik Yang Mulia Raja Louis." Jawab Helena canggung.