Chereads / STEVIANI ( Bahasa Indonesia ) / Chapter 5 - BAB 4 - RAHASIA ANI

Chapter 5 - BAB 4 - RAHASIA ANI

Bel sekolah telah berbunyi. Mars menghampiri mobil berwarna putih. Aldo membuka kaca saat Mars mengetuknya.

Mars memajukan kepalannya. Membuat setengah badannya didalam.

"Lo sibuk ?" Bisik Mars. Aldo mengangguk samar. Mengerutkan dahinya yang bertanya - tanya.

Aldo tahu ini adalah Mars. Cowok yang pernah mengantar Ani pulang.

"Gue ada jasa anter jemput" Mars menjeda omongannya.

"Gratis..." Menekan kan pada kata 'gratis'.

"Bilang aja lo mau modus. Enggak !"

Aldo langsung menutup kaca. Membuat Mars terburu untuk keluar atau terjepit.

Tak membiarkan Mars berbicara sedikitpun. Rupanya orang yang sedang ia hadapi adalah pengecut.

Sangat berlawanan dengan Ani. Cewek itu bahkan cukup berani untuk memarahi, menjauhi, bahkan berbicara dengan nya. Walau semua itu tak bekerja bila mereka berjarak terlalu dekat.

Aldo mengambil HPnya yang bergetar. Menunjukan nama 'Pak Robert', siapa lagi kalau bukan bos ditempat kerjanya yang mulutnya siap membakar kuping Aldo.

Aldo membuka kembali membuka jendelanya.

"Ya udah. Tapi inget cuman anter jemput. Gak lebih !. Dan inget. Kalo lo nyakitin dia. Gue mau gue pukul lo 50 kali. Gue gak terima negosiasi."

Tanpa menunggu jawaban. Aldo langsung kembali menutup jendela mengangkat telpon dan meninggalkan sekolah.

"Yeesss !!" Ucap Mars. Ia berjingkrak senang.

...

"Ani. Nanti malem gue kerumah lo ya. Gue dirumah sendiri, kita ngerjain PR mtk sekalian"

Bujuk Caca. Mengingat orang tuanya pergi keluar kota hari ini.

Ani mengangguk. 

Chellyn dari belakang menubruk bahu Ani dengan keras. Ani tidak masalah dengan itu. Setidaknya ia tak ingin mendapat masalah lagi hari ini.

"Woy. Punya mata gak si lo ?!"

Caca memanas. Ia sangat benci bila melihat orang seperti Chellyn.

Ani menggandeng tangan Caca. Caca menoleh menatap manik mata Ani yang berkata untuk tetap tenang.

Mereka kembali berjalan. 

"Gue duluan ya An"

Ucap Caca ketika jemputannya sudah datang.

Ani mengangguk. Ia memilih untuk menunggu kakak nya didepan gerbang sekolah. Ia berdiri diatas trotoar dengan menggendong tas khas nya.

Mars berhenti dengan motornya. Memberikan helm berwarna merah muda yang sudah ia persiapkan dari awal.

Bukannya menerima Ani malah bertanya - tanya didalam pikirannya. Menyekal beberapa kesimpulan yang tercipta oleh nalurinya.

"Kakak lo bilang gue suruh anter- jemput lo tiap hari"

Jelas Mars dengan wajah yang sengaja ia buat datar.

Bagaimana bisa Aldo mengijinkan Ani untuk pulang bersama lelaki. Bukan kah Aldo sangat anti dengan yang namanya pacaran.

"Lo bohong!"

Ani menegaskan. Menolak mentah - mentah helm tersebut.

Ani bergeser tempat lalu kembali menatap jalan seraya menunggu Aldo.

Mars mengerutkan dahinya. Apa - apaan ini. Belum apa - apa udah main jutek. Cewek pendek ini memang perlu tenaga keras untuk membujuknya.

Mars turun dari motor tanpa melepas helm full facenya. Mendekati Ani.

"Gue nggak bohong !"

Jawab Mars dengan nada malas. 

Ani memasang wajah cemberut. Menandakan ketidak peduliannya terhadap ocehan Mars yang tadi dan seterusnya.

Mars berdecih. 

"Cih... Cewek pendek aja sok nolak"

Ucap Mars pelan. Hendak kembali kemotor besarnya yang setia menunggu.

Ani melirik Mars.

"Gue denger !"

Ucap Ani dengan nada kesal. Sangat butuh banyak tenaga untuk meladeni orang seperti Mars.

"Coba lo deskripsiin lagi" pinta Ani. Ia melipatkan tanganya didada.

"Lo itu pendek, kelainan gigi, rambutnya kaya nenek lampir, bawel, matanya cokelat, sok berani, sok nolak."

Jelas Mars seraya menghitung satu persatu dengan jari.

Ani mendengus kesal. 

"Lo itu nyebelin, nakal, gelut terus, bikin pusing, kurus kaya tiang listrik !!"

Suara Ani naik satu oktaf. Pipinya memerah setelah mendengar semua perkataan Mars. Dan barusan adalah balasan dari seluruh hal yang terbesit di otaknya.

Ani menatap sebal Mars. Ani kembali membuang muka. Ia menatap jalanan yang ramai oleh kendaraan.

Matanya melotot ketika Mars menggendong nya dan berlari kearah sungai yang ada di pinggir sekolah.

"Ikut gue atau gue lepasin nih"

Paksa Mars.

Ani memejamkan matanya. Sempat melirik sungai dibawahnya yang amat deras sudah membuat nyalinya habis. Ia tak memiliki pilihan lain selain pasrah dan mengikuti kemauan lelaki ini.

"Ya. Ya gue turutin. Turunin dong !"

Ucap Ani pasrah dengan jantung yang masih berdeguk kencang akan tingginya sungai tadi.

...

"Mau makan dimana ?"

Tanya Mars membuat bingung Ani. Apa ?.

"Ya kali pake seragam"

Ucap Ani dari balik helm.

Mars terkekeh. 

"Bilang aja belum make up dan belum cantik"

Ucap Mars. Ia dapat melihat pipi Ani kembali memerah seperti kepiting rebus. 

Mars menambahkan kecepatan motornya menuju rumah Ani. Ia tak mau memperlama waktunya.

...

Mars melipat tangannya didada. Melihat - lihat kamar berwarnakan pink yang negitu mencolok.

Terdapat bingkai foto yang menunjukan Ani diumur 5 tahun. Yang berhasil menarik matanya ialah piala yang berderet disebuah lemari berwarnakan putih. Dengan buku dibagian bawahnya.

Mayoritas piala tersebut bertuliskan 'juara 1'.

Apalagi ketika melihat pial berbentuk replika tangan  menggenggam mic.

Mars melihat sebuah kotak besi berwarna merah yang tampak seperti kotak mainan anak kecil dengan  mini yang setia menjaga kotak tersebut dari mata - mata nakal.

Lubang kunci yang seperti ini sepertinya Mars pernah melihat nya disuatu tempat.

Mars berjalan mengarah kesebuah nakas berwarna putih. Menyelisik perhiasan yang sering dipakai Ani.

Gelang - gelang karet dan kalung emas itu tergeletak dinakas. 

Manik mata Mars terpaku pada salah satu gelang karet berwarna biru dan hitam dengan kunci kecil.

Mars mengambil dan mencoba memasukannya kedalam lubang gembok mini itu.

Sepertinya berhasil. Rasa penasaran nya sekian bertambah dengan sendirinya. Mars mengintip sebuah kain yang terlipat.

Mars membuka lipatan kain putih tersebut. Tampak tulisan 'Goal Plan' sebagai judul. Matanya melotot ketika membaca nya.

"Cinta hanya merusak pendidikan. Steviani janji sama mama untuk tidak berpacaran."

Baca Mars tanpa suara.

Kemudian ada cap telapak tangan kecil dan telapak tangan besar dibawahnya.

Mars kembali melipat kain tersebut menguncinya kembali dan menaruh gelang karet tersebut pada nakas.

Bersamaan dengan Ani yang keluar dari kamar mandi.

Mata Ani melotot melihat Mars. Untung saja ia sudah memakai baju.

"Lo masuk kok nggak ngomong sih !!"

Tegur Ani. Dengan wajah merah kesal. Ia menghela napasnya.

"Kamu suka warna pink yah."

Ani kembali terkaget ketika mendengar kata 'kamu'. Mars memanggil nya dengan kata 'kamu' layaknya orang berpacaran.

"I...Iyah"

Ucap Ani sedikit tersendat.

...

Mars masih terus terbayang dengan kain putih tadi.  

"Mau kemana ?" Tanya Ani yang baru saja keluar dari kamarnya. Mars tak dapat mengalihkan perhatiannya menatap Ani yang mengenakan cardigan merah muda dengan dalaman putih.

Tidak menggunakan banyak make up. Hanya sebatas bedak dan lip balm. Karena cantik bukanlah tujuan utama Ani. Rapi adalah yang utama.

Ani terduduk di sofa putih. 

"Ini siapa"

Mars menunjuk sebuah bingkai foto. Ani bersama seorang perempuan.

Ani mengikuti arah pandang Mars.

Ia berdiri. 

"Itu adik aku"

Entah mengapa Ani terbawa suasana untuk ikut berkata 'aku-kamu'.

"Dia udah meningga—"

Ani belum menyelesaikan omongannya. Mars menmpelkan jari telunjuk ke bibirnya. Menyuruhnya untuk berhenti.

"Perutku dah laper banget. Ayo !"

Mars berjalan keluar rumah dengan Ani yang mengekorinya.

Mars melaju dengan cepat. Motornya membelah jalanan. Suara motor besar Mars memecah hening.

Mereka sampai ke sebuah tempat makan. Tempat makan favorit Mars.

Sudah lama ia tak kemari. Ia memang sengaja tak pernah kesini walau ini tempat makan favoritnya.

Ia telah memutuskan kesini dengan orang fovorit juga. Terakhir kali ia kesini sekitar 1 tahun lalu bersama ibunya. 

Ia berulang kali mengajak ibunya kemari. Tapi apa daya. Pekerjaan lebih penting bagi ibunya. 

Makin berjalannya waktu orang itu makin tak menganggap anaknya.

...

"Ini tempat favorit aku"

Ucap Mars yang terduduk didepan Ani.

Mars menaruh telapak tangannya kepunggung tangan Ani yang tergeletak dimeja.

"Plis. Kalo ada yang jahatin kamu bilang aku. Aku nggak rela ada yang membeda - bedakan anatara orang tinggi dan pendek. Itu bukan penghalang"

Ani mengerutkan dahimya. Berdiri dari kursinya. Dan langsung mencubit Mars yang terduduk cengngesan dikursinya.

"Kamu jahat !" Ani menyudahi cubitannya yang pasti perih seperti kepiting. Ia melipat kedua tangannya didada. Mars membelakanginya. Cewek itu tampak kesal. Ia menggerutu dengan sedikit berbisik melampiaskan kekesalannya.

Mars membuka gulungan kertas yang diikat dengan tali. Membacanya keras - keras. Memastikan Ani mendengarnya. Kertas yang ia dapat dari kamar Ani.

"Mama di Bandung baik - baik ya. Ani udah bisa mandi sendiri loh disini. Kapan - kapan Ani mau main ke Bandung sama mama hahaha"

Ani melotot melihatnya. Merebut kembali kertas itu.

Kertas yang sudah ditulis sejak Ani berumur 5 tahun tapi tidak pernah sampai ke orang yang dituju.

Ani kembali duduk. Menarik napasnya dalam - dalam. Mencoba sabar untuk menghadapi cowok nakal didepannya ini.

"Pasti kamu masih ada simpen barang ku kan !"

Fitnah Ani. 

"Kagak"

Mars mengangkat jari telunjuk dan jari tengah nya.

Ani mengikat kembali kertas itu. Memasukannya kembali kedalam tas. Menjauhkan dari tangan - tangan gatal.

Pria paruh baya dengan Upron putih menghampiri. Dengan sebuah alat tulis dan kertas. Siap mencatat semua yang mereka pesan.

"Kak. Thai Tea 1, sama nasi goreng 1"

Pesan Ani.

"Machallatte 1, kentang 1"

Pesan Mars.

"Baik ditunggu ya kak!"

Ucap orang itu setelah selesai mencatat.

"Katanya laper kamu nggak pesen nasi ?"

Ani bertanya. 

"Diet"

Ucap Mars. Terkekeh melihat ekspresi Ani.

Ani cemberut sekarang. Cowok didepannya selalu saja bercanda. Tak bisakah buang waktu bercanda nya sejenak. Ani lelah dengan pelajaran sekolah

Orang paruh baya tadi kembali lagi setelah 10 menit. Makanan disajikan sesuai pesanan tadi.

Ani menyantap nasi gorengnya dengan Thai Teas, minuman favoritnya yang disanding didepan.

Setelah Ani menghabiskan setengah dari nasi gorengnya. Mars mengambil nya. Menaruhnya didepan mejanya. Dan menyantapnya.

"Perempuan itu kan nggak boleh makan banyak - banyak. Setau aku"

Ucap Mars.

"Tu kan... Uda dibilangin pesen aja"

Keluh Ani. Sungkan untuk membagi makanannya.

Mars memakan dengan lahap. Jujur saja ia tengah dilanda kelaparan saat ini.

Ani tersenyum sendiri ketika melihat rakusnya Mars. Ia tak berpikir Mars selapar itu. Rasa sungkan dihatinya sirna sudah.

"Mars"

Panggil Ani. Wajah nya kini tampak serius.

Mars bergumam.

"Aku ada satu permintaan"

Mars menghentikan aktifitas makannya ketika melirik wajah Ani yang datar.

Mars mengangkat kedua alisnya. Bertanya apa yang ada dipikiran Ani.

"Plis... Jangan gelut lagi."

Ucap Ani.

"Tapi kalo sampe ada apa - apa sama kamu aku tetep bolbakalan gelut !"

"Nggak usah Mars. Aku itu udah gede. Wajar kalo ada yang nakal atau baik. Kecuali kalo masih kecil"

"Pokoknya kalo kamu kaya gitu terus. Mending aku nggak usah ngomong kekamu. Dari pada nambah korban jiwa"

Ani membuang mukanya. 

"Hiper bolanya ke hiper bolaan dek !"

Mars terkekeh mendengarnya.

Ia melanjutkan makannya dengan lahap.