"Lo serius make up kek gini berhasil ?"
Ratna memastikan.
"Gue yakin 100%. Reza kan be-go."
ucap Chellyn menekan kan pada kata 'bego'.
Sebuah make up terpoles sempurna disudut bibirnya. Make up yang dibuat sedemikian rupa, menampilkan luka memar. Begitu juga dengan dijidatnya.
...
Ani berlari kecil menyusul teman - temannya yang sudah memulai pemanasan dengan pimpinan Pak Kuat, guru olahraga yang paling menyebalkan.
"Ani. Kamu kenapa terlambat ?"
tanya Pak Kuat dengan nada heran. Percayalah. Pak Kuat bersikap begitu hanya kepada Ani dan beberapa siswa teladan lainnya.
"Ma... maaf pak... Tadi..."
Ani menundukan kepalanya. Menggantungkan perkataannya.
"Ya sudah. Cepat masuk barisan !"
Ani dengan cepat memasuki barisan. Acuh tak acuh kepada puluhan pasang mata yang kini tengah menatap pertunjukan drama itu.
"Lo kenapa an ?" tanya Caca yang tepat berada disebelah Ani.
Ani tak ingin menjawabnya. Lagi pula apa pentingnya bagi Caca ?. Palingan dia cuma bilang ooh di akhir kalimat.
Seperti biasa, Chellyn, si ratu sekolahan itu lagi - lagi melabraknya dikelas. Beruntung saja pak Setyo datang dan menghentikan semuanya.
...
Ani terduduk dikursi dekat pohon bringin. Menyekat keringat yang mengalir dipipinya. Lelah. Itulah yang ada dipikirannya sekarang.
Sebuah botol minum dengan embun dingin disuguhkan tepat didepan wajahnya. Membuatnya sedikit kaget.
"Buat lo"
ucap Sandy.
Ani mendongakan kepalanya untuk bisa melihat Sandy yang berdiri tinggi didepannya.
Apalagi penampilannya terlihat lebih keren kali ini.
"Gue ?" Ani menunjuk dirinya sendiri.
"Ya iyalah. Mau buat siapa lagi"
Sandy geli dengan ke luguan Ani yang begitu. Ia beranjak dan terduduk disamping Ani.
Tanpa pikir dua kali Ani langsung menerima pemberian itu. Jujur saja, tenggorokannya kering bagaikan gurun sahara.
Bahkan dirinya tak ada tenaga untuk berjalan kearah kantin. Itu mengapa ia memilih untuk berteduh dari sengatan matahari disini.
Ani meneguk sebotol air itu dengan cepat. Sandy menatap lekat Ani. Pandangan yang tak bisa dialihkan.
Mau bagaimanapun posisinya, Ani tetap tampak a cantik baginya. Jujur saja, sudah dari kelas 10 ia jatuh hati kepada Ani. Hanya saja bibirnya tak kuat untuk mengutarakan perasaannya.
Ani hendak berdiri untuk membuang botol minum tersebut, sampai sebuah tangan memegang lengan nya dengan kencang.
"Biar gue aja yang buangin"
ucap Sandy dengan senyum tulus.
Ani terdiam berusah mencerna perkataan dan niatan baik Sandy.
"Nggak usah gue aja."
tolak Ani berhati - hati.
Sandy berdiri. Memegang kedua pundak Ani dari belakang lalu sedikit menekannya kearah bawah. Mempersilahkan Ani untuk kembali duduk.
Setelah Ani pasrah dan kembali terduduk ia membiarkan botol yang ada ditangan kanannya diambil alih oleh laki - laki itu.
"Duduk aja. Lo kan abis olahraga. Capek"
Sandy berjalan meninggalkan Ani sendirian. Membuang botol tersebut ketempat sampah.
Apa itu sebuah pertolongan dari seorang teman ?. Sepertinya teman takan sebaik itu. Ani berpikir keras untuk menebak pertolongan macam apa yang tengah dilaksanakan Sandy saat ini.
Pacar
Terbesit diotak Ani. Tapi ia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. Menepis nya jauh - jauh.
Ingatlah rencana hidup yang pernah ia buat bersama ibunya. Walau ibunya sudah tiada, setidaknya tanggung jawab dan kepercayaan ibunya masih ia genggam erat - erat sampai terpenuhi nanti.
...
"Eh... An, pacar lo tuh !"
Tangan Caca mengahalangi jalan kedua temannya.
serentak menghalangi langkah mereka. Caca menunjuk Mars dengan dagu, yang tengah menunjukan tatapan tajam dengan api membara dipunggungnya.
Lita dan Anin mengikuti arah pandang Caca.
Benar. Mars lagi - lagi membuat onar disekolah.
Kali ini Ani harus menghindar. Tidak. Ia tak mau terlibat dengan Mars.
Dipikir - pikir, mereka sudah terlalu dekat dengan sandangan nama sebatas 'teman'.
Ani mencoba untuk acuh tak acuh kepada Mars yang asik dengan suara lantangnya.
Ani tanpa pikir panjang langsung berjalan. Menepis tangan Caca didepannya tanpa dosa. Membuat Caca dan Lita bertatapan untuk beberapa saat.
Beberapa detik kemudian Ani membeli semangkuk bakso. Ini kesempatan emas. Ratusan siswa tengah teralihkan pandangannya kepada Mars.
Membuat beberapa kantin menganggur.
Sampai teriakan para penonton terdengar ditelinga Ani. Suara sorakan penyemangat.
Tampak Mars memegang dagunya yang baru saja menerima pukulan keras dari seorang yang beraninya duduk dibangku langganan Mars.
"Oh... Gue tau. Lo pacaran ya sama ni bangku !!"
Ucap lelaki bernama Rifki itu, yang masih tak terima kegiatan makannya harus diganggu Mars.
Disisi lain. Ani langsung membawa bakso tersebut keluar kantin. Beruntung ia kenal dekat dengan penjual kantinnya. Meninggalkan kedua temannya yang ikut serta menonton acara pertarungan dikantin.
"Ni bangku punya sekola—"
Rifki belum menyelesaikan perkataannya sebuah pukulan mendarat dipelipisnya.
Membuatnya tersungkur dilantai kantin.
Sebelum Mars bertindak lebih jauh, Reza datang memukul kepala Mars dengan sangat kencang.
Bukan hanya membuatnya terjatuh. Tapi sukses membuat denyutan pusing menusuk dikepalanya.
Reza memang sudah gila. Sama seperti Pak Setyo. Ia tidak berpikir, mereka sedang berada dimana.
Mars hendak berdiri dengan tangannya. Tapi sebuah kaki mendarat kembali diatas punggung nya dengan erat.
Selanjutnya Reza menghabisi Mars dengan mudah. Tanpa perlu bantuan Rifki. Reza cukup bangga dengan adik kelas yang satu itu. Rifki sebagai kelas 10 sudah terbilang nekat.
...
Ratusan mulut tengah berbisik dengan pedas sekarang. Koridor sekolah tampak penuh dengan bisikan iblis.
80% dari warga sekolah sedang membicarakan kejadian langka dikantin tadi.
Kuping Ani terasa panas mendengar bisikan dikanan dan kirinya.
Dengan sengaja ia memasang sepasang earphone dikupingnya. Sejujurnya ia tak tahu seheboh dan keren apa kejadian tadi hingga ratusan warga bergosip begini.
Tapi niatnya sudah bulat, untuk tidak mengetahui atau mengepoi kejadian itu.
Ia juga mengambil amanat dari kejadian waktu itu. Kejadian saat ia menggosipi Mars dan ketahuan basah.
Ya. Mereka semua berbisik dengan sangat pelan. Berusaha agar tak ada satupun guru mengetahui kejadian itu.
Bahkan para penjual kantin juga ikut angkat tangan dengan ancaman Reza.
Reza melihat sekeliling. Ia berdiri tepat diatas Mars yang terbaring sekarat.
"Sampe ada yang berani laporin kejadian ini ke guru. Gue jamin. Lo bakal lebih parah dari pada ini !!!"
seru Reza dengan napas tersenggal - senggal karena lelah puas.
Yah. Sekarang secara resmi. Anak yang paling ditakuti disekolah sudah bergeser.
Bagaimana dengan cowok terpopuler nomor 1 ?.
Entahlah. Ratusan hati para wanita masih bimbang untuk menentukannya.
Reza tak setampan Mars. Ia juga lebih mirip iblis yang kabur dari neraka dari pada bad boy yang keren seperti anak ibu kota dengan fashion asal - asalan.
...
Ani tengkurap di kasurnya. Memegang HPnya menunggu sebuah suara notifikasi terdengar.
Sedari tadi Ani hanya menggeser - geser menu di HPnya.
Sampai pada akhirnya ia dengan sengaja membuka line mencari kontak bernamakan 'MarsQ' di antara ratusan kontak tanpa nama.
Ya. Memang banyak sekali cowok yang mengiriminya pesan. Alasan mereka sih, minta diajarin oleh master biologi yang satu ini.
Tapi yang paling sering adalah Sandy. Bahkan kontak Sandy berada dipaling atas. Sedangkan kontak Mars berada tepat dibawahnya.
Ani mematikan HPnya dengan cepat. Ia merasa kehilangan sesuatu. Sejujurnya ia sudah tahu, Mars dipukuli oleh Reza. Tak bisa dipungkiri, namanya gosip pasti akan terdengar mau tidak mau. Apalagi ini gosip trending di SMA ini.
Ani membalikan badannya. Menatap langit - langit dengan pandangan kecewa.
Suatu penantian yang mengecewakan.
Ani memejamkan matanya untuk beberapa saat. Berusaha menepis penatnya kepala jauh - jauh.
Digelapnya pandangan Ani dapat melihat jelas wajah Mars yang tersenyum senang. Dengan rambut yang acak - acakan.
Ganteng itu yang terbesit dikepalanya.
Spontan Ani membuka kelopak matanya. Terduduk ditepi kasur.
Apa yang baru saja ia katakan ?. Nggak boleh !.
"Ani janji sama mama..."
ucap Ani kecil dengan suara manisnya. Ia memeluk mamanya dengan tangan dan baju yang belepotan dengan cat akrilik.
"Yang terakhir..."
Ia memegang tangan Ani, mencelupkannya kedalam cat berwarnakan pink. Lalu menempelkannya keatas kain berwarnakan putih polos dengan segala tulisan dan gambar buatan tangannya yang penuh kreatifitas.
"Ini sebagai tanda janji Ani. Besok kalo udah gede... Ani nggak bisa sama mama terus..."
"Nggak mau !. Ani mau nya sama mama. Ani sayang mama"
bantah Ani.
Mamanya tersenyum sedikit kecut. Tak bisa menerima kenyataan. Ia mendapati penyakit langka yang memfonisnya.
Ia memeluk putrinya erat - erat. Mencium kepala Ani dengan penuh kasih sayang.
Seandainya waktu bisa diulang kembali. Ani akan menikmati momen - momen terakhir bersamanya.
Namun Ani tak mungkin kan melanggar hukum alam ?.
Yang kini harusnya ia lakukan adalah menjalani yang sudah ada. Melanjutkan impian dan keinginan mamanya. Semua sudah tertulis rapi oleh kain yang ada di rak bukunya.
Itu lah yang harus dipenuhi untuk membangun kembali jiwa mamanya dalam hatinya. Itulah cara melanjutkan keinginan terbesar mamanya.
Ani tiba - tiba merasakan dadanya sesak. Ia memegang dadanya dengan tangan kanan. Mengingat masa lalu memang sangat menyakitkan.
Rasanya seperti ada lebah yang menyengat tepat pada manik mata. Perih bukan main.
Tetesan air mata mungkin berbondong - bondong loncat indah dari dagu Ani.