Hari ini cuacanya cukup cerah. Meskipun begitu aku belum bisa merasakan hembusan angin di dalam jet. Dari atas, kumpulan bangunan tinggi terlihat kecil seperti miniatur kota. Dilihat dari kondisinya, tak mengherankan jika kota ini akan dipenuhi oleh para pelaku kriminal.
Tujuanku saat ini adalah Assault City, tempat di mana aku dilahirkan. Sudah lama sekali sejak aku membuat beberapa keributan yang berujung kematian bagi targetku di sana, hingga akhirnya bisa kurasakan sebuah kebebasan. Kini bukan kerinduan yang membawaku kembali ke sana, melainkan sebuah pekerjaan yang diminta oleh seorang klien khusus. Sepertinya perburuan yang satu ini akan lebih menantang dari yang sebelumnya.
"Hey, kau lapar?"
"Tidak terlalu. Aku hanya berangan, bagaimana kondisi rumahku saat ini setelah lama ku tinggalkan."
Pria yang berbicara denganku itu, namanya Mike Cartney. Dia adalah seorang pebisnis yang memberiku pekerjaan sekaligus mengajakku untuk bergabung di Bounty Hunter, sebuah organisasi yang bertugas untuk menjaga,memburu ataupun membunuh seorang target. Aku direkrut 5 tahun yang lalu, tepatnya setelah aku menyelesaikan urusan dengan para "bajingan" itu. Bagiku, perundung seperti mereka memang pantas dibunuh. Dan hal itulah yang membuat Mike tertarik untuk mengajakku bergabung dengannya. Lagi pula, bayarannya juga tidak begitu buruk.
"Jangan khawatir, aku sudah membeli rumah lamamu yang ada di 11 Jaguar Street beserta barang lamanya. Kuharap kau bisa bernostalgia disana."
Rumahku? Apakah orang tuaku menjualnya sejak aku menghilang dari mereka? Yah, akan lebih aman jika mereka menjauh dari masa lalunya. Berbahaya kalau ayahku masih mencoba mencari anaknya yang sudah menjadi pemburu bayaran. Aku takut jika mereka menjadi target penyiksaan lagi.
"Yea, terima kasih sudah membelinya, aku berhutang padamu. Mulai dari sekarang aku yang akan merawatnya."
Kutarik sebilah pisau dari sakuku dan mengeceknya. Sudah lama digunakan tetapi masih saja belum berkarat. Pisau survival lipat ini adalah senjata pertama yang ku punya. Seutas karet khusus terikat di bagian gagangnya, memungkinkan pisau ini beraksi sebagai ketapel. Empat anak panah yang terselip di pinggangku adalah amunisinya. Cukup efektif untuk mengatasi target secara diam-diam.
"Hei, sudahi dulu permainan pisaunya. Akan ku beritahu target utamamu kali ini."
Mike meletakkan arsip merah, penanda jika musuh yang satu ini akan sangat berbahaya. Kulihat sepucuk dokumen seputar data dan intel yang berhubungan dengan si target. Terpampang wajah seorang pria disana. Rambutnya hitam dan agak panjang. Kacamata dan janggutnya terlihat cukup familiar. Aku seperti pernah melihatnya, tetapi tidak tahu kapan dan dimana kami bertemu.
"Namanya Ricardo Charles," Sebut Mike melihatku sedang penasaran.
"Dia adalah seorang pebisnis. Sama sepertiku, namun dia lebih liar dan berbahaya dari pebisnis yang lain. Dia sudah pernah menjual obat-obatan dan persenjataan, sekarang dia sedang mencoba menjual sesuatu yang lebih besar. Dia juga tidak segan untuk menembak siapapun yang menghalangi bisnisnya, bahkan keluarganya sendiri "
Aku ingat orang ini. Dia merupakan pengusaha yang sangat persisten. Caranya bekerja sangatlah berbahaya. Kudengar seorang polisi dan keluarganya dibunuh secara sadis karena hampir bisa menghancurkan karirnya di dunia perdagangan ilegal.
"Akhir-akhir ini dia sedang berbisnis di kota mu, Assault City. Entah apa yang dia lakukan disana, namun sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu. Kudengar-dengar juga ada beberapa rahasia yang tertanam di kota mu, mungkin itulah sesuatu yang sedang dia incar sekarang."
"Tugasmu adalah menangkap atau membunuhnya. Ku sarankan kau untuk membunuhnya, dia sudah kabur puluhan kali," pinta Mike sambil meneguk minuman anggurnya.
"Baiklah, akan kubawa kan mayatnya jika perlu," candaku sambil mengasah Survival knife yang dibawa tadi.
Ku selipkan kembali pisauku di saku celana dan memandang ke jendela. Waktu pendaratan tinggal setengah jam. Ada pertanyaan yang hampir saja ku lupakan dibenak ku.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kita bisa melewati para pengawas bandara disana?" tanyaku yang masih bingung tentang detail lebih lengkap mengenai izin untuk memasuki kota ini.
"Aku sudah berbicara dengan kepolisian kota yang ada didekat bandara. Mereka akan mengirim seseorang untuk menjemput dan mengantarmu ke tujuan seperti yang aku minta. Aku yakin jika dia bisa mengenal daerah mu bahkan dengan mata tertutup. Setelah itu, kau akan bekerja sendirian, Black."
***
Keadaan kota saat ini tak jauh berbeda dari yang dulu. Hanya ada perubahan kecil seperti warna cat dan posisi pohon dari beberapa perumahan. Aku memandang dari mobil, mengingat kenangan yang pernah ku buat disini. Yah, mungkin ini bukan perjalanan yang buruk untuk tumpangan dari kepolisian.
Sesampainya di lokasi, aku turun dan memberikan polisi jemputanku sedikit uang tip sebagai tanda terima kasih. Saat berbalik, bangunan berwarna abu-abu itu masih terlihat kokoh seperti biasanya. Rumah lantai 2 yang dilengkapi garasi, 3 kamar tidur dan beberapa perabotan lamanya kini menjadi tempat tinggal ku. Sudah lama sekali, rasanya aku ingin mengingat lebih dalam lagi.
Didalamnya terasa sepi. Debu-debu masih menyelimuti beberapa meja dan kursi. Bahkan bagian sudut ruangan pun sudah terlihat sarang laba-laba yang memberi kesan tua pada rumah ini. Kurasa si pengurus tidak merawatnya dengan baik. Kulihat sebuah vacum cleaner dan peralatan lainnya tersender di dinding. Mungkin ini sudah waktunya untuk bersih-bersih.
Semua beres, saatnya untuk beristirahat. Ku berjalan menuju kamar lamaku. Perlengkapan yang ada di tas mulai dikeluarkan. Baik persenjataan, gadget maupun dokumen yang berisikan intel. Sepucuk pistol 9mm beserta magasin nya diletakkan di rak khusus bersama dengan senjata lainnya, sedangkan gadget seperti laptopku letakkan diatas meja. Saat dibuka, Email yang berasal dari HQ sudah mulai menumpuk. Kebanyakan merupakan informasi mengenai targetku saat ini, Ricardo Charles. Meskipun begitu, informasi dari HQ ini masih belum cukup. Aku harus menggali informasi lebih dalam lagi mengenai Ricardo dan Assault City. Pria ini sangat berbahaya. Dibutuhkan rencana yang tepat untuk melumpuhkan sang target. Salah langkah sedikit saja, aku bisa melukai seseorang yang mungkin berharga dalam hidupku.
Namun hal pertama yang harus kulakukan adalah menemui seseorang yang mengetahui setiap celah dan kejadian di kota ini. Kudengar ada informan yang siap menjual informasi apapun selama bayarannya setimpal dengan apa yang dicari. Mike sudah memberikan alamatnya, jadi besok aku hanya perlu mendatanginya dan meminta informasi yang ku inginkan dengan segala cara. Bicara secara baik-baik, atau dengan sedikit kekerasan jika dia tidak mau bekerja sama.
Sepertinya, perburuanku yang menantang ini baru saja akan dimulai.
***
Kumpulan kertas sudah menumpuk diatas meja. Sementara itu seorang pria sedang mengurus laporan keuangannya. Beberapa senjata api terpajang di dinding ruangan yang sempit itu. Revolver dengan kaliber .44 itu menjadi senjata favoritnya. Tiba-tiba, pintu kantor itu dibuka.
"Bos, target berhasil ditangkap," kata anak buahnya yang membawa seorang tawanan.
"Hmm, bagus. Sekarang ikat menteri itu di kursi biasanya."
Menteri pertahanan Valanche itu langsung dilempar ke kursi besi yang tua dan berkarat serta di ikat dengan rantai. Pria yang sibuk dengan laporannya itu mulai mengambil senjata dan mengisinya dengan 3 butir peluru. Sepertinya dia sangat ambisius untuk mendengar jawaban dari pejabat tersebut.
"Dengar, jika kau tidak menjawab pertanyaanku maka aku akan mengakhiri mu dan memajang kepalamu seperti rusa buruanku kemarin."
"Dimana lokasi 'paket' itu?" Tanyanya sambil menodongkan pistol di dada Valanche.
"Paket apa yang sedang kau bicarakan? Siapa kau?"
Mendengar jawaban seperti itu, si pria berambut setengah panjang itu langsung melepaskan 2 peluru pada sang menteri hingga kakinya mati rasa. Kesabarannya mulai habis. Dia mengambil smartphone yang berisikan sebuah foto seorang perempuan dan anak berumur 5 tahun.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku, namun sepertinya aku sudah melebihi batas akhir. Jika kau tidak segera bicara, maka dua orang yang berharga ini akan menjadi korbannya. Sekarang, Dimana Paket Itu?!"
Tak punya pilihan karena tidak ingin keluarganya menjadi korban, akhirnya Valanche membocorkan rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh orang dalam.
"Paket StarFall itu sedang dalam pengiriman dan akan diterima 3 hari lagi melalui pelabuhan Vierra Sanchez secara diam-diam."
"Bagus, akhirnya kau mengakuinya."
Tanpa basa-basi, Dia menarik pelatuk revolver nya saat ujung laras menghadap ke mata Menteri itu dengan wajah tersenyum. Kepalanya meledak hingga darahnya terciprat di wajah sang eksekutor. Tak disangka, partnernya sudah berdiri didepan pintu layaknya penonton sebuah kisah drama.
"Pria yang malang. Apakah semua rencana mu sudah siap, Ricardo?"
"Ya, kita hanya perlu menunggu. Kemudian, bisnis baru akan segera dibuka."
Dengan santai, Ricardo kembali duduk dan mengerjakan semua laporan keuangan selagi menunggu anak buahnya membuang jasad Valanche ke tong sampah.
***