Chereads / Bounty Hunter : Black / Chapter 5 - Richman

Chapter 5 - Richman

Kamis, 16 Feb. 2023

8.13 AM

Kediaman Tommy

Jari-jari Tom masih menari diatas keyboard, berusaha mencari celah keamanan Flashdisk "Starfall" yang ku dapatkan dari Zen kemarin. Aku tahu dia bukan ahlinya dalam teknologi komputer. Ujian ICTnya saja ia hanya mendapatkan nilai D. Meskipun begitu, dia tahu sedikit soal keamanan password dan sejenisnya.

"Flashdisk ini diberi enkripsi dengan keamanan yang ketat. Aku tak bisa mengatasi yang satu ini, tetapi aku kenal seseorang yang bisa membantu."

Tom berbalik dan melihat ku sedang rebahan di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Ia hanya menghela nafas sambil meminum kopinya yang masih hangat. Sementara itu, Zen masih membersihkan pistol SIG miliknya.

"Lalu tunggu apa lagi? Ayo kita temui dia."

"Tidak semudah itu, Zen. Dia agak sulit untuk diajak kompromi. Dan juga, dibutuhkan waktu yang agak lama untuk menerobos keamanan password yang seperti ini. Oh ya, aku hampir lupa."

Kemudian, Tom mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Terlihat seperti kertas yang kaku. Sebuah kartu nama mungkin?

"Sementara itu, apa kau sedang butuh uang? Karena seseorang menginginkan jasamu, Black. Mungkin tidak ada hubungannya dengan Ricardo tetapi setidaknya kau tidak menganggur."

Menganggur? Bung, kau sudah lupa ya dengan pekerjaanku akhir-akhir ini? Huff, kadang memiliki teman seperti Tom cukup menjengkelkan. Mungkin aku akan memukulnya sesekali agar dia sadar.

"Yah, jika kau bilang begitu, akan aku ambil pekerjaannya. Uangku juga hampir dihabiskan untuk membayar Fox beberapa hari yang lalu."

Ku ambil tasku dan mengeceknya. Masih ada 2 magasin M9 tersisa, itu cukup untuk satu kali perburuan. Tom melempar kartu namanya padaku. Tertulis nama "Richman" disana. Aku tak tahu seberapa kayanya dia jika dilihat dari namanya.

"Orang ini menemui ku senin kemarin. Dia memintaku untuk mencari seseorang yang ahli dalam berburu. Kesepakatannya hanya berlaku dalam seminggu jadi sebaiknya kau temui dia sekarang."

"Baiklah. Zen, kau pergi bersama Tom untuk mencari orang yang ia cari. Jika dia masih keras kepala, kau dipersilahkan untuk mematahkan rahangnya. Aku akan urus si Richman."

"Aku mengerti," jawab Zen sambil menganggukkan kepalanya.

Kami memisah, dan bekerja dengan tugasnya masing-masing.

***

10.32 AM

Donetown

"Rich'est Magazine huh?"

Yah, bangunan kecil ini merupakan kantor majalah Rich'est. Lebih terlihat seperti toko laundry bagiku. Entahlah, kurasa gedung ini dulunya hanyalah toko bekas mungkin?

Aku mulai masuk dan mendekati meja lobi. Cukup berantakan. Catnya saja sudah mulai pudar dan mengelupas. Penjaganya pun juga ketiduran. Aku heran, perusahaan majalah macam apa ini?

"Uhh, pak?"

"Unghh, Ah! I-iya. Ada yang bisa dibantu?"

"Aku ingin bertemu dengan Richman."

"Ugh, bosku ya? Dia ada di lantai dua."

Nampaknya dia sudah tak betah kerja disini. Aku bisa lihat dari nadanya yang terdengar putus asa. Ya, kuharap bosnya tidak seburuk itu.

Dilantai dua, para karyawan kantor ini sedang bekerja keras melakukan tugasnya. Di setiap meja mereka selalu ada tumpukan kertas yang harus dikerjakan. Tidak seperti penjaga lobi yang malas-malasan tadi, semua orang disini terlihat sibuk dengan urusannya masing masing.

Aku mulai mengetuk pintu kantor Richman. Tak ada reaksi sama sekali, mungkin dia tidak dengar. Perlahan ku buka pintunya dan mencoba masuk.

Tiba-tiba sebuah pemukul baseball berayun tepat di depan wajahku. Beruntung tangan ku masih bisa menahannya. Sialan, dia menyiapkan serangan kejutan rupanya.

"Hey bung, santai."

"Beraninya masuk tanpa ijin! Siapa kau?"

Uhh. Aku rasa pintunya sudah ku ketuk tadi. Dia ini tuli atau bagaimana?

"Tommy mengirim ku kesini. Dia bilang kau butuh bantuan dariku."

"Huh? Bantuan, bantuan... Ah, bantuan itu ya?"

Richman langsung menjatuhkan tongkatnya dan memelukku dengan keras. Gah, ada apa dengan pria ini? Dadaku jadi sesak karenanya. Tak lama kemudian dia melepaskan pelukannya dan mengajakku masuk.

Harus kuakui, gaya berpakaiannya hampir mirip dengan Mike. Sepertinya umurnya 2 tahun lebih tua dari ku. Dan kurasa dia terlalu muda untuk menjalankan bisnis seperti ini.

"Mau cigaret?"

"Tidak, terima kasih."

Aku bukan tipe orang yang suka merokok. Menjadi perokok pasif saja sudah cukup mengganggu pernafasan ku.

"Jadi uhh... Richman, apa yang kau ingin aku lakukan?"

"Hmm, kau tahu? Bisnis majalah seperti ini memang banyak saingannya. Apalagi rival terberat ku adalah Golden News, salah satu perusahaan majalah yang paling terkenal di Assault City."

Richman berjalan ke ke jendela dan menatap keluar, Memandang bangunan tinggi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar.

"Tetapi, ada satu hal yang tidak aku suka darinya. Mereka, tidak sportif dalam meraih keuntungan."

"Tunggu, apa maksudmu?"

Dia kembali menghisap cigaretnya dan menghembuskan asapnya keluar. Wajahnya terlihat kesal. Sepertinya dia marah karena perusahaan tersebut mengambil keuntungan secara kotor.

"Diam-diam pemimpin perusahaan itu mencoba cara lain untuk mengambil keuntungan. Dibalik kesuksesannya, dia mulai menjalankan bisnis pengiriman narkoba."

"Di salah satu truk yang mereka miliki, terselip narkoba dibalik tumpukan majalah mereka. Mereka menggunakan ketenarannya untuk menutupi bisnisnya yang terlarang," sambung Richman sambil menghisap cigaretnya lagi.

Kemudian dia meraih kertas dan memberikannya padaku. Isinya berupa biodata dari pemilik perusahaan Golden News. Aku tak tahu bagaimana dia bisa mendapatkan info sebanyak ini, namun sepertinya dia sangat serius untuk membuat rivalnya terjatuh.

"Kau mau aku membunuhnya?"

"Membunuh? Tidak, tidak. Kau terlalu terbiasa dengan itu. Kali ini, kita akan menangkapnya. Aku ada rencana dan kau sangat cocok untuk pekerjaan yang satu ini."

Dia punya rencana? Terserah lah. Semoga rencananya tidak terlalu buruk.

***

3 jam kemudian,

Aku dan Richman menunggu truk target di persimpangan jalan bagian utara Donetown. Sebenarnya aku lebih suka bekerja secara solo. Tetapi pria ini tidak akan membocorkan rencananya jika dia tidak ikut. Yah, semoga saja rencananya ini berhasil.

"Jadi, apa rencananya?"

"Kita akan melakukan pencurian. Namun sebelum itu, kita harus membuntuti truk pembawa narkoba itu sampai di tempat yang sepi. Setelah itu, aku akan membawamu bagian depan dan kau akan mengurus supirnya. Mereka tidak pernah membawa penjaga jadi tak akan terjadi baku tembak. Selain itu, jika mereka mencoba kabur kita masih bisa mengejarnya dengan mobil ini."

Richman mengelus-elus kemudi mobilnya. Yah, dia sudah menyiapkan Nissan GT-R R35 yang terkenal dengan sebutannya yaitu "Godzilla". Aku yang duduk di kursi belakang masih tak menyangka jika dia bisa memiliki salah satu mobil sport buatan Jepang ini karena pandangan awalku terhadap kantor perusahaannya yang kecil-kecilan itu.

"Itu dia," ujar Rich sambil menatap truk hitam yang lewat.

Richman mulai memanaskan mesinnya. Perlahan, kami ikuti truk itu dari belakang. Dengan menjaga jarak 100m, mereka tidak akan curiga jika kami mulai membuntutinya.

Truk itu berjalan keluar kota, menuju Hillside. Jalanan mulai sepi. Bangunan dan gedung tinggi mulai digantikan dengan pepohonan yang rindang. Ini kesempatan Richman untuk mendekati sang supir.

Sang Godzilla mulai menyalip truk pembawa obat terlarang itu. Aku mulai mengenakan maskerku dan mengeluarkan badanku melalui jendela mobil. Dari kejauhan, aku menyuruh si supir berhenti sambil menodongkan pistol kearahnya. Kurasa kami lebih terlihat seperti gangster daripada seorang penegak hukum.

Perlahan truk itu mulai menurunkan kecepatannya dan berhenti. Aku menyuruh si supir keluar dan berlutut. Baju dan celananya digeledah. Kutemukan kunci pintu belakang truk. Kemudian kami kembali membagi tugas. Aku yang mengecek narkobanya sementara Richman menjaga supirnya agar dia tidak kabur.

Pintu belakang truk dibuka. Terdapat banyak tumpukan majalah disini. Ku coba membongkar tumpukan itu satu-persatu dan, Bingo! Beberapa bungkus paket kokain dan ekstasi ditemukan disana.

"Kita dapat truknya."

"Bagus. Sekarang kau bawa truk itu dan ikuti aku."

Saat keluar dari box, kudengar suara aneh dari bawah truk. Aku menunduk untuk mengeceknya. Sial, ternyata itu adalah GPS Tracker yang digunakan untuk melacak pengiriman paketnya. Tanpa pikir panjang, ku cabut benda itu dari truknya.

"Rich, sebaiknya kita harus lebih cepat."

"Kenapa?" tanyanya kebingungan.

"Aku baru saja menemukan GPS Tracker di truk ini. Sebentar lagi mereka akan mencari kita."

Dengan terburu-buru, kami keluar dari Hillside sambil membawa truk yang baru saja kami jarah.

***

Memasuki kota, keadaan masih aman. Jalanan terlihat ramai namun lalu lintasnya juga lancar. Kurasa mereka sudah tidak menemukan kami.

Terlalu cepat untuk berfikir jika kami sudah lolos. Tiba-tiba saja muncul 2 mobil Dodge Ram dan beberapa pengendara bermotor membawa senapan mereka.

Salah satu mobil menembaki dari sisi samping. Saat aku hendak mengambil pistolku, mobil yang lainnya menghantam ku dari belakang beberapa kali. Aku mulai kesal dan mencari solusi agar kedua orang ini tidak mengganggu ku saat perjalanan.

Kulihat melalui spion, mobil Dodge dibelakang sudah mengambil ancang-ancang. Saat dia akan menghantam, inilah waktu yang tepat. Aku langsung menginjak rem hingga mobil dibelakang ku ringsek dan tak menghantam ku lagi.

Masih tersisa satu Dodge disamping. Dengan cepat, aku mengambil pistolku dan menembakkannya ke arah ban. Mobil itu langsung hilang kendali hingga akhirnya menabrak pemotor lain yang ada di belakangnya.

Sementara itu, Richman masih berurusan dengan kedua pengendara motor yang menghimpitnya dari kanan dan kiri. Secara tak sengaja, mereka sudah menggores pintu mobil sportnya itu.

"Jangan merusak bodi mobilku, Dasar Bajingan!"

Dengan amarahnya, dia langsung mendorong salah satu pengendara ke pinggir jalan hingga menabrak lampu trotoar. Di sisi kanannya, Richman mulai membuka jendela dan menggenggam pengendara motor didekatnya yang kemudian dihantam ke mobil dan menghempaskan nya kembali ke aspal. Cukup mengesankan. Aku bahkan tidak tahu jika dia bisa se agresif ini.

Pengendara lain mulai bermunculan. Kurasa truk ini tak bisa menopang lebih banyak baku tembak.

"Hey, Richman cepatlah! Kita tidak bisa begini terus."

"Baiklah,sedikit lagi... Belok ke kiri, sekarang!"

Aku mulai membanting setir ke kiri seperti yang diperintahkan Richman. Disana, sudah ada garasi terbuka untuk kami. Ini kesempatan untuk melarikan diri. Kami mulai masuk dan memarkirnya begitu saja. Seorang opsir mulai menutup garasinya agar tidak ketahuan. Tunggu, apa yang dilakukan seorang opsir disini?

"Jangan khawatir, mereka tidak akan menemukan kita disini," ujar polisi itu.

Richman keluar dari mobil sambil melihat Nissannya yang sudah ringsek. Kemudian ia mendekati polisi tadi dan berbicara dengannya.

"Sebaiknya kau memiliki uang yang cukup untuk kekacauan hari ini."

"Tenanglah, aku sudah menyiapkannya. Apa buktinya sudah kau temukan?"

"Semuanya ada disana," jawabnya sambil menunjuk truk yang kami bawa.

"Dengan ini, kami bisa menangkapnya. Aku tahu kami bisa mengandalkan mu, Richman. Trims, ini bayaran mu."

Hmm, jadi selain memiliki perusahaan, dia juga bekerja untuk polisi ya. Heh, dasar para freelancer.

"Hey, ini ku bagi dua. Sebagai bayaran mu."

Dia memberiku beberapa ikat uang miliknya. Tidak buruk juga, ini melebihi uang yang ku gunakan untuk membayar Fox.

"Lain kali, aku akan mengajakmu lagi jika ada pejabat korup. Sekarang, ayo kita makan. Perutku sudah lapar."

"Maaf, tapi aku ada urusan. Lain kali saja."

"Hmm, begitu ya? Baiklah, sebaiknya ku antar kau dulu ke kantor untuk mengambil mobilmu."

Yah, sebaiknya begitu. Aku masih harus mengecek Tom dan Zen, apakah mereka sudah menemukan peretas nya atau belum.

***

15.20 PM

Aku kembali ke rumah Tom sambil membawa beberapa amunisi M9 dan snack yang ku beli di supermarket. Kuharap mereka sudah menemukan orang yang kita butuhkan.

"Hey, kalian dapat orangnya?"

"Tidak, dia sudah pergi keluar 5 bulan yang lalu."

Zen masih terlihat kelelahan di kasur. Yah, seharusnya pekerjaan ini tidak terlalu melelahkan untuknya.

"Kami baru saja di ikuti. Entah siapa tetapi kurasa mereka adalah The Sellers."

Huh? Cepat sekali mereka menemukan kita. Aku tahu mereka mengincar Zen karena mereka masih mengira jika dia lah yang membawa flashdisk nya.

"Kalau begitu, kita harus cepat membuka isi flashdisk tersebut. Aku akan meminta HQ untuk mengirimkan seorang peretas ke Assault City nanti. Seharusnya itu bisa membantu."

Seperti yang kuduga. Ricardo sangat menginginkan flashdisk ini. Dia bahkan mengerahkan organisasinya untuk mencari Zen. Sebaiknya kita bergerak lebih cepat darinya.

***