Jum'at, 17 Feb. 2023
9.12 AM
Rumah Sakit Medicina, Donetown.
Hari ini, aku dan Zen mencoba menjenguk Sam yang sedang dirawat sejak kejadian 3 hari yang lalu. Zen sudah lebih dulu menemuinya, sedangkan aku masih harus mampir ke minimarket dan mencarikan buah tangan untuk pak tua Sam.
Di rumah sakit saat akan memasuki lift, tidak ada seorang didalamnya. Kunjungan keluarga ke Medicina ini memang jarang terjadi. Aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk memanggil Mike. Mungkin ada temanku dari HQ yang bisa membantu meretas keamanan Flashdisk itu.
Tangan kiri ku membawa sekantong plastik berisikan buah segar, sedangkan yang satunya masih menggenggam ponsel. Masih belum ada jawaban darinya. Aku penasaran mengapa ia agak lamban menjawabnya.
"Kau mendapatkan datanya?" tanya Mike tiba-tiba setelah mengangkat teleponnya.
"Tidak, kami kehilangan peretas nya. Apakah Track dan Trace sedang tidak bertugas?"
"Sudah kuduga itu akan terjadi. Yah, mereka tidak ada pekerjaan untuk beberapa hari ke depan jadi aku akan mengantarnya dua hari lagi. Pastikan kau menjemput mereka di bandara, kau yang memintanya."
Baguslah jika Mike sudah mengerti situasinya. Yah, ia memang bisa diandalkan. Entah bagaimana dia melakukannya, namun kurasa dia bisa memprediksi masalah yang akan terjadi di lapangan seperti saat ini.
"Trims. Jangan khawatir, aku akan menjemputnya dengan temanku yang lain."
"Tak masalah. Ngomong-ngomong, bagaimana perkembangannya?"
Perkembangannya? Oh, yang dia maksud perburuannya. Yah, semuanya tidak berjalan seperti apa yang ku bayangkan. Seharusnya aku langsung mencari Ricardo sekarang tetapi, malah muncul beberapa tugas sampingan tak bisa ku tinggalkan. Ditambah dengan janjiku untuk mencari info mengenai ayahnya Fox yang menghilang beberapa tahun yang lalu.
"Entahlah. Perburuan ini lebih rumit dari yang direncanakan. Ricardo yang bersembunyi di sisi gelap Assault City membuatku harus melacaknya dengan menjalankan pekerjaan lain untuk mencari informasi tambahan itu. Aku bahkan memburu kliennya untuk mendapatkan beberapa informasi itu."
"Aku mengerti. Jangan khawatir, kau bisa memanggilku jika butuh bantuan. Aku juga akan memberi tahu mu jika ada kabar terbaru tentang Ricardo."
"Ya, aku tahu itu."
Pembicaraan kami ditutup tepat saat liftnya berhenti di lantai 5. Saat pintunya terbuka, aku mulai bergerak menyusuri lorong sambil mencari kamar yang ditempati pak tua itu.
Aku mengecek seluruh kamar satu demi satu. Di salah satu ruangan, terlihat Zen sedang berbicara dengan seseorang di dalam. Mungkin ini kamarnya. Aku langsung masuk tanpa mengetuk pintunya.
Zen masih sibuk berbincang dengan pria tua disampingnya. Dari nada bicaranya yang tegas seperti seorang pemimpin, kurasa dia adalah Laksamana Sam yang Zen maksudkan.
"Disini kalian rupanya, maaf aku terlambat."
Aku langsung meletakkan buah-buahan yang kubawa diatas meja dan mencari tempat untuk bersandar. Sebenarnya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Namun sepertinya kami bisa singgah disini sebentar.
"Tak apa. Hey Black, perkenalkan ini ayahku Sam Torrison. Kau bisa memanggilnya Sam. Ayah, ini Black's Hunt, Bounty Hunter yang aku bicarakan tadi."
Kami menyapa dan berjabat tangan satu sama lain. Kupikir dia tipe orang yang galak seperti pelatihku saat bergabung dengan Bounty Hunter. Namun tak disangka, ternyata dia sangat ramah bahkan didepan orang asing.
"Jadi, kaulah yang dibicarakan oleh orang yang meneleponku waktu itu? Jika aku tidak salah dengar, namanya Mike ya?"
"Yea, dia adalah bos dari organisasi Bounty Hunter sekaligus temanku. Dia juga mengabarkan ku soal kondisimu."
Dibalik baju putih yang ia kenakan, terlihat sekilas perban yang menutupi luka di bahunya. Kurasa dia tertembak saat mencoba melindungi Zen dari Ricardo yang mencoba mengambil Flashdisk Starfall dari putranya.
"Hmm. Lalu, bagaimana sikap Zen selama tinggal di rumahmu?"
"Dia orang yang baik. Zen membantu ku membeli persediaan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Kadang ia juga ikut membersihkan perlengkapan berburu ku."
Bicara soal Zen, aku baru ingat kejadian yang ia alami kemarin. Sebaiknya ku ceritakan pada Sam. Yah mungkin dia ingin tahu soal ini, atau mungkin tidak.
"Uhh Sam, ada hal yang ingin aku sampaikan padamu."
"Kemarin, Temanku bercerita kalau dia dan Zen diikuti oleh seseorang. Dia berkata ada kemungkinan ini ulah dari The Sellers. Mereka masih berfikir jika putramu lah yang membawa Flashdisk yang mereka incar. Jadi, kurasa akan lebih baik kalau Zen dikembalikan ke- "
"Tunggu dulu!" potong Zen secara tiba-tiba.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi disini. Tentang Ricardo, The Sellers, Starfall atau apalah itu. Tapi jika Ricardo yang kau bicarakan ini mengincar ku dan kau juga bilang kalau kau ingin membunuhnya, mengapa kau tidak menggunakan ku saja sebagai umpan?"
Hey, aku tidak ingin menjadikan orang lain sebagai umpan. Lagipula pekerjaan itu terlalu berbahaya untuknya. Dan jika rencana ini gagal, dia bisa saja terbunuh.
"Tidak. Kau tidak akan pernah menjadi umpan mereka!"
"Ayolah, jangan meremehkan ku Black. Aku ini seorang marinir, kau ingat?"
Marinir atau bukan, tetap saja menjadi umpan di perburuan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Akan banyak anggota The Sellers yang mencoba memburunya. Dan juga, aku tak ingin insiden 3 tahun yang lalu terulang kembali.
Aku kembali melihat Sam dan meminta keputusan darinya. Dari ekspresinya, ia masih nampak ragu. Namun pada akhirnya, dia mengangguk dan memberi izin untuk melaksanakan rencana ini. *Sigh* Kurasa aku tak punya pilihan lain.
"Baiklah jika kau memaksa. Tapi pertama-tama kita harus menghentikan stalker yang mengikuti mu kemarin. Kemungkinan setelah kau keluar dari rumah sakit dia akan mulai membuntuti mu lagi. Jadi, ini rencananya...."
***
2 jam kemudian,
Waktu menjenguk telah berakhir. Black dan Zen keluar dan berpisah didepan rumah sakit. Black kembali ke mobil Mustangnya selagi menunggu Zen pergi membeli sesuatu sebagai makan malam nanti.
Sementara Zen hendak memutuskan untuk membeli bahan makanan untuk memasak steak, sebuah sedan hitam berhenti di depan minimarket tersebut. Didalamnya terdapat dua orang yang sudah mengintai Zen.
Salah satunya berkepala botak, matanya yang sipit serta tubuhnya yang besar seperti seorang pegulat. Sedangkan yang satunya memiliki badan yang lebih kecil daripada temannya, mengenakan jubah dan topi hitam sehingga ia tidak terlihat dari kaca mobil yang berwarna gelap.
"Dia datang."
Zen keluar sambil membawa beberapa kantong belanjaan, kemudian berjalan menjauhi minimarket. Pria besar tadi langsung menghadap ke belakang dan bicara dengan temannya yang masih fokus menatap Zen.
"Dengar Jake, ikuti dia seperti kemarin tapi jaga jarak beberapa meter. Dan ingat, bos sudah memberitahu kalau anak ini adalah seorang marinir. Kau tak bisa langsung menyerang seperti saat kau menangkap anggota gang yang lain. Jaga penyamaran mu dan jangan lupa tentang apa yang harus kau lakukan jika terjadi masalah. Aku akan menunggu dari mobil."
"Iya-iya aku tahu itu. Kau tak perlu menjelaskannya panjang lebar," jawabnya sambil menahan rasa kesal.
Pria bertopi tadi keluar dari sedannya dan mulai membuntuti Zen. Ia terus mengikuti kemanapun targetnya pergi. Ada saatnya juga dia harus membaur dengan orang yang memiliki pakaian yang sama dengannya agar tidak terdeteksi.
Mereka berdua mulai memasuki pusat dari area Donetown. Semua orang berkumpul untuk bersantai maupun berbelanja disana layaknya hari bebas kendaraan. Sebuah keuntungan bagi Jake karena keramaian ini membuatnya tersamarkan dari penglihatan Zen. Namun, banyaknya orang yang berlalu-lalang di area ini juga bisa memperlambat nya.
Namun, jarak keduanya kini semakin menjauh karena Jake sempat menabrak seseorang dan kehilangan kontak. Ia harus cepat jika ingin menangkap targetnya hidup-hidup. Dia mengamati sekitar, lalu melihat Zen memasuki sebuah gang diluar area pusat. Tanpa memikirkan orang disekitarnya, ia langsung menerobos keluar dan mengejar targetnya itu.
Saat memasuki gang tersebut, tak ada seorang pun disana. Hanya ada sebuah halaman yang berisi beberapa tong sampah dan kumpulan kardus kosong disana.
Ia mengeluarkan pistolnya dan memeriksa halaman tersebut. Targetnya pasti bersembunyi tidak jauh dari posisinya. Mengingat lawannya adalah seorang marinir yang memiliki pengalaman di dunia militer, ia mulai mencari dengan ekstra hati-hati
TANG!
Tiba-tiba muncul suara dari tempat sampah yang ada di kejauhan. Perhatian pria itu mulai teralih ke sana. Ia mulai mendekati sumber suara secara perlahan. Saat diperiksa, yang ia temukan hanyalah kaleng kosong yang baru saja berlubang terkena peluru.
Melihat pengalihannya berhasil, Zen yang sudah berada dibelakang musuhnya langsung menangkap dan menyekapnya. Terdapat perlawanan dari kedua belah pihak. Jake mulai melayangkan sikunya ke bagian perut Zen hingga dekapannya lepas, kemudian berbalik menghadap targetnya.
Kini, mereka berdua saling bertatap muka. Jake mengeluarkan pisau lipat di tangan kanan nya, sedangkan Zen mencoba membaca gerak-gerik musuhnya. Keadaannya semakin tegang. Hanya ada mereka berdua di gang tersebut. Ini akan menjadi pertarungan satu lawan satu
Sang pria bertopi menyerang terlebih dahulu. Ia langsung menggerakkan pisaunya ke arah targetnya. Zen mulai menangkis dan memukul musuhnya di bagian leher dengan tangan kosongnya. Melihat lawannya yang tertegun, Zen langsung menggunakan kesempatan ini untuk menghantam perut orang itu menggunakan kepalanya dengan keras dan menggenggam erat pinggang lawannya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mendorong musuhnya ke depan hingga menabrak tembok bangunan.
Jake menendang marinir itu di bagian perut dengan lututnya beberapa kali untuk melepaskan dirinya. Pertahanan Zen mulai melemah. Ini kesempatan Jake untuk menyerang balik. Tangannya meraih pinggang Zen dan mencoba menariknya ke atas. Sadar dirinya akan di banting, Zen pun langsung mengisi tenaga dan ancang-ancang, kemudian mengangkat tubuh pria jubah hitam itu dan kembali menghantamnya ke tembok dengan lebih keras hingga lawannya terlihat tak sadarkan diri.
Zen menjatuhkan Jake dan mencoba bangkit. Tenaganya masih belum pulih dari pertarungan tadi. Dia bisa saja menembak lawannya dengan SIG miliknya. Namun karena orang ini bekerja untuk Ricardo maka, mungkin Black akan membutuhkannya untuk mendapatkan informasi tambahan. Tak lama kemudian, Zen mengambil ponselnya dan mencoba memanggil si Hunter sambil mengecek lingkungan sekitar.
"Aku dapat stalker nya. Dan sepertinya, ia tidak membawa bala bantuan untuk menangkap ku," ujar Zen setelah panggilannya sudah tersambung.
"Baguslah, tapi tetap waspada. Apakah dia masih hidup"
Zen kembali menatap Jake. Ia rasa pria itu masih bisa bernafas dengan normal.
"Ya, dia masih hidup."
Sementara Zen sibuk menelepon, Jake mulai terbangun dari tidurnya. Zen kembali menoleh ke sisi lain gang sehingga pengawasannya menjadi lengah. Dalam keadaan setengah sadar, Jake mencoba mengambil ponselnya dan menggunakan kesempatan ini untuk menyalakan GPS. ia memanggil seseorang dan hanya membiarkan teleponnya tersambung tanpa bicara sedikitpun, lalu menyembunyikannya kembali di saku celana dan berpura-pura tak sadar.
"Baiklah. Aku akan mengirim mu lokasinya," ujar Zen sambil menutup pembicaraan mereka.
Sekarang, waktunya untuk mengangkut tubuh sang stalker. Zen mencoba mengecek apakah masih ada senjata yang dibawa oleh pria itu. Ia menemukan sesuatu. Bukan senjata, melainkan sebuah ponsel masih dalam keadaan memanggil seseorang.
"Maaf, temanku yang satu itu memang ceroboh. Biarkan aku menggantikannya untuk menghajar mu."
Pria botak tadi datang dengan otot dan tubuhnya yang besar. Zen terkejut, ternyata masih ada lagi musuh lain yang harus ia hadapi. Sial batinnya, Zen tak menyangka kalau dia akan masuk ke perangkap yang sudah Jake siapkan. Tak punya pilihan, Zen langsung mengeluarkan senjata apinya.
Terlambat, si botak itu sudah menggenggam tangannya tepat saat Zen akan menodong lawannya. Dengan mudahnya, orang itu langsung melempar tubuh Zen layaknya melempar sebuah bola kasti.
Zen terhempas hingga jarak beberapa meter. Ia tak bisa melawan musuhnya sendirian. Kemudian pria besar itu mulai mendekat dan menggenggam kerah Zen, lalu mengangkatnya setinggi mungkin.
SNAP!!!
Sepucuk anak panah menusuk lengan pria botak itu. Spontan ia langsung melepaskan Zen lalu mencabut anak panah tadi dan membuangnya. Ia menoleh ke sumber tembakan, dan melihat pria bermasker berdiri disana dengan katapel pisaunya.
"Hey botak, 2 lawan 1 itu tidak adil kau tahu? Biarkan aku membantunya," sindir Black sambil memasang kembali anak panahnya.
"Grr, aku ini Big D bukan botak. Dasar keparat!"
"Heh, siapa yang bertanya namamu?"
Tersinggung, pria itu langsung maju ke arah Black. Kecepatannya tak main-main. Black masih sempat menghindar sehingga musuhnya mengenai tembok. Padahal hanya dengan sekali tanduk, kerusakannya sudah melewati batas kemampuan Black sebagai seorang Hunter.
Black menyiapkan M9 miliknya dan mulai membidik. Si botak tadi bangkit dan kembali menyerang. Kali ini, Black tidak menghindar dan memberikan balasan. Ia menembakkan 6 peluru ke arah lawannya. Dengan cepat, Big D dapat menghindari serangan Black. Hanya 2 peluru saja yang berhasil mengenai tubuhnya. Meskipun begitu, ia tidak merasakan rasa sakitnya sama sekali.
Hanya dengan jarak 1 meter, ia langsung menangkap dan mengangkat Black yang tak sempat mengelak. Lalu dia lemparkan kearah Zen yang tengah duduk sambil menonton pertarungan mereka.
"Kau terlambat," ujar Zen sambil menjulurkan tangannya untuk menawarkan bantuan.
"Yea aku tahu itu."
Mereka berdua bangkit dan meningkatkan kewaspadaannya. Perlahan Big D juga mendekati kedua musuhnya. Rasanya tak mungkin melawan pria itu tanpa mengatur siasat.
"Kita tak bisa melawannya sendiri. Kau ada rencana lain?"
"Hmm, ada satu cara. Tetapi aku tak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak."
"Aku memang tak bisa bela diri, tetapi aku bisa menusuknya dari belakang. Jika kau mau, alihkan perhatiannya dan aku akan mengambil alih dari belakang. Kau mengerti?" Sambungnya sambil menggenggam sebilah pisau.
Black dan Zen bersiap dan menunggu waktu yang tepat untuk eksekusi. Big D berjalan semakin mendekat dengan kepalan tangannya yang siap digunakan untuk mengalahkan lawan-lawannya. Black sudah siap untuk memberi aba-aba. Ketika jaraknya sudah cukup, rencana pun dijalankan.
"Sekarang!"
Zen mulai memutari dan menembak lawannya dari sisi lain. Big D terpancing dan berbalik. Ia langsung menangkap Zen dengan memegang bagian kerah dan menjunjung nya ke atas. Ini kesempatan Black untuk menyerang.
Hunter itu langsung melompat ke punggung Big D dan menggantungkan diri di leher si botak itu dengan tangan kanannya. Pisau yang ada di tangan kirinya di tusukkan berkali kali hingga darahnya hampir menutupi seluruh kaos milik Big D.
Meskipun tubuhnya tertusuk berkali-kali, Big D masih bisa berdiri dan berbalik menatap Black. Raut wajahnya menggambarkan ia sudah kehabisan tenaga. Namun Black tak memberinya Ampun. Ia mengisi ulang katapel pisaunya dan memanah musuhnya itu hingga 3 kali. Anak panah terakhirnya menembus bagian mata, membuat lawannya tewas secara instan
Pertarungannya sudah berakhir. Satu persatu anak panah dicabut dari tubuh mayat yang besar itu. Bajunya bersimbah darah. Zen menatap Big D yang sudah tewas dan bertanya,
"Jadi, mau kita apakan orang ini?"
"Biarkan dia disini. Jika kita beruntung, Ricardo akan datang kesini dan menemukan bekas luka dan beberapa peluru yang ku gunakan untuk membunuhnya. Dengan begitu, dia pasti akan mencoba mengincar ku juga nanti. Tapi sebelum itu...."
Black mengambil sesuatu dari sakunya dan berjalan mendekati Jake, lalu menyetrum nya dengan Stun Gun hingga ia benar-benar pingsan.
"Kau harus memastikan orang ini sudah tidak sadar. Aku masih melihatnya bergerak saat bertarung tadi."
Lalu keduanya memasukkan Jake ke bagasi belakang, dan pergi meninggalkan mayat itu sendirian.
***
6 jam kemudian,
Beberapa anggota The Sellers mulai membersihkan kekacauan di gang dimana Black bertarung tadi. Tentunya Ricardo sangat geram karena salah satu anggotanya berhasil dibunuh dengan brutal.
"Hey Ricardo, kau pasti ingin melihat ini."
Partnernya yang memiliki sifat tenang dan santai itu langsung memberikan selongsong peluru parabellum berukuran 9mm, salah satu peluru yang digunakan untuk pistol M9 milik Black.
"Ini adalah selongsong peluru yang sama dengan yang aku kutemukan di Junkyard saat akan melakukan transaksi senjata dengan Red Snakes. Dan ini merupakan tipe peluru yang sama, yang digunakan untuk membunuh putranya William dan juga beberapa disana. Kurasa pertarungan ini berhubungan dengan anak yang kabur di pelabuhan dan peristiwa pembunuhan di Junkyard."
Ricardo mulai berfikir, sepertinya ia menemukan sebuah rencana untuk membersihkan semua masalah ini.
"Hey Turner, hubungi William sekarang. Aku yakin pemimpin Red Snakes akan senang mendengar ini."
Partnernya mengangguk lalu kembali membantu anggotanya mencari bukti lain. Ricardo langsung masuk ke mobilnya dan pergi ke Junkyard. Ia tak sabar ingin bertemu dengan pemimpin Red Snakes itu sekarang.
"Heh, tunggu saja. Aku pasti akan bisa mendapatkan paket itu segera."
***