Hamparan gersang tanah arena, saksi bisu dari pertikaian yang sengaja dibuat. Bergelimpangan di sana tubuh-tubuh mayat yang sejatinya menjadi korban atas perintah yang salah, masih segar dan dihinggapi oleh serangga. Berdiri dengan keraguan seorang pria di bawah langit merah, menginjakan kakinya pada banyak mayat tak terkira jumlahnya. Menatap penuh kekosongan pada tangan yang bersalah, berlumuran banyak darah menetes hingga ujung kuku-kukunya yang panjang.
[Kami mengirimkan sinyal pada kalian_]
Bola mata membelalak, iris bergetar ketakutan menatap tangannya sendiri. Semakin bergetar tangan itu merasa jijik pada setiap tetes darah di sana, enggan menerima kenyataan mengerikan yang terjadi di bumi tercinta.
[Waspadalah terhadap apa yang akan terjadi pada Tata Surya_]
Tersirat seringai lebar bergigi taring di wajahnya, semakin menunduk mendekatkan wajah pada tangan, gelap bayang menyelimuti rupa kotor di bawah sinar merah langit, menggenggam erat darah itu sampai terciprat.
[Lakukan persiapan sebelum ajal mendekat_]
Sang pria terkekeh ngeri, memainkan sisa-sisa darah di tangan seakan-akan itu adalah mainannya. Sepasang mata keemasan mengkilat silau dalam bayang, berubah dari takut menjadi antusias.
Gemerincing rantai besi terdengar seiring pergerakan tubuh, takkan pernah lepas, hanya sekedar hiasan karena ikatannya melonggar drastis. Seragam militer compang-camping, memperlihatkan berbagai luka yang takkan terasa apa-apa di tubuh sempurna itu.
Ini bukan apa-apa….
Semua ini bukan apa-apa….
Akan ia lawan dunia,
Membalas apa yang telah mereka perbuat.
[Persiapan serius jika bangsa kalian ingin tetap hidup_]
~*~*~*~
"Eh, Tokek!"
Pria bertubuh atletis itu terkejut dari bangun tidurnya. Matanya menatap sekitar seraya melepas earphone yang setia terpasang di telinga. Dia masih berada di dalam pesawat dan sempat tertidur di sana selama beberapa jam penerbangan. Sesaat tangannya memijat pelipis, merasakan pusing akibat tidur dalam posisi duduk benar-benar sangat mengganngu. Dia pastikan sesampainya di rumah, dia akan beristirahat selama mungkin.
….
Setelah perjalanan cukup lama di pesawat dan pergi menggunakan taksi yang dipesan, akhirnya Handra sampai juga di depan rumahnya. Berdiri di sana dengan senyum sumringah, merasa lega selama pekerjaannya yang keras di negeri orang, akhirnya bisa beristirahat dengan damai.
Handra menghirup dalam-dalam udara di depan rumahnya, masih segar seperti yang terakhir ia ingat.
"Aaah~ Home sweet home…."
Belum sempat Handra hendak melangkah masuk sambil menyeret koper, ponselnya bergetar di dalam celana menandakan ada pesan masuk. Saat ia buka, rupanya pesan tersebut berasal dari asistennya yang ikut menangani pekerjaannya selama ini.
'Hai, Ndra. Bagaimana perjalananmu pulang ke Samarinda? Masih ada waktu sebulan untuk libur. Bulan depan kita harus balik ke California untuk latihan laga selanjutnya. Kau mau aku mengunjungimu? Sebagai teman baik, gitu?'
Tatapannya mendatar menanggapi isi pesan sang asisten. Handra sudah mengerti tabiat asisten kocak itu. Sangat gawat kalau sang asisten malah berkunjung, bisa-bisa rumahnya bakal jadi kapal pecah. Dengan pesan singkat, Handra membalas,
'Bacot.'
Handra memutuskan untuk mematikan ponselnya. Dia tidak ingin ada pesan apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya sekarang sebagai Petarung MMA mewakili Indonesia dalam laga Internasional. Yang Handra inginkan sekarang hanyalah istirahat, tidur, makan, dan beraktivitas seperti manusia normal.
Sebelum Handra beristirahat, pria dewasa itu mulai membersihkan rumahnya setelah sekian lama ditinggalkan. Rumah kecil yang berada di kompleks perumahan dekat Kota Samarinda merupakan rumah peninggalan mendiang ibunya.
Dulu sebelum pindah ke Samarinda, Handra lahir dan tinggal di New York, Amerika Serikat. Handra merupakan seorang Blasteran, ayahnya keturunan Amerika Latin, sedangkan ibunya asli Kalimantan. Keduanya berpisah sewaktu Handra masih remaja, ia mulai diasuh sang ibu dan pindah ke Samarinda. Sampai sang ibu meninggal, Handra tetap mengurus rumah itu walau tidak sesering dulu karena pekerjaannya sekarang.
"Oke…! Komputer yang ini sudah selesai dipasang. Sekarang, tinggal mengecek apa-apa saja yang ada di dalam kardus di atas lemari, biar yang enggak kepakai dibuang."
Setelah selesai memasang dan membersihkan komputer canggih di kamarnya, Handra mengambil beberapa kardus berisi barang-barang tak terpakai di atas lemari. Dicek satu-satu semua barang dari satu kardus, memisahkan barang yang tak berguna dari barang yang masih bisa dipakai, dan beralih pada kardus yang lain.
Pada kardus kedua, Handra menemukan sebuah benda yang sudah lama tidak ia gunakan lagi. Benda itu merupakan sebuah perangkat VR-Scanner berbentuk persegi seukuran kotak tisu, dan di atasnya wadah kecil berisi chip sebuah game.
Handra berusaha mengingat-ingat kedua benda itu. Benda itu merupakan perangkat yang biasa ia gunakan untuk bermain Game Online tiga tahun yang lalu, dan chip tersebut adalah salah satu Game Online yang ia mainkan. Sudah sangat lama Handra tidak main game lagi setelah memutuskan untuk berhenti. Menurut Handra, bermain game hanya akan membuat hidup terasa sia-sia.
Memanfaatkan dunia game dengan teknologi canggih seperti sekarang sebagai pelarian dari kerasnya dunia nyata bukanlah tindakan yang benar.
"Kurasa aku akan menjual perangkat dan game ini di media sosial."
Lama waktunya bagi Handra untuk membereskan seisi rumah, tak terasa hari sudah larut malam. Rencananya Handra ingin langsung tidur, tapi ia urungkan ketika monster-monster di perutnya mengamuk minta diisi. Akhirnya, Handra memutuskan untuk makan makanan yang sudah ia pesan sambil menonton tv.
Acara televisi kebetulan menayangkan berita tengah malam yang tengah memuat berita hangat soal dunia game.
'Berita kali ini. Dalam menjamurnya popularitas Game jenis MMORPG dan Battle Royale, InfernoWorm memberikan pembaharuan secara besar-besaran pada game andalan mereka, AutoTerra, demi meningkatkan kualitas permainan agar bisa bersaing dengan game-game VR Fantasi. AutoTerra rencananya akan siap kembali dimainkan pada esok hari setelah selesainya maintance.'
Melihat berita yang ditayangkan tersebut, Handra tetap tak peduli, lebih memilih tuk menghabiskan semua makanannya.
"Terserah. Toh semua perangkatnya mau kujual besok," ucapnya sendiri. "Oke! Saatnya tidur."
Tv dimatikan, perabot makan dibereskan, lampu-lampu dimatikan pula, pakaian diganti, dan Handra siap untuk tidur di ranjang empuknya yang nyaman.
"Adududuh…! Pinganggku…."
Pinggang Handra tiba-tiba merasa sakit ketika ia membanting tubuhnya di ranjang. Memang seharian suntuk ini waktu Handra dihabiskan untuk beres-beres rumah, tentu saja bagian badannya jadi sakit.
Saat berbaring, Handra tenggelam dalam pikirannya sendiri memandang langit-langit kamar yang gelap. Chip game yang rencananya akan ia jual merupakan perangkat dari AutoTerra versi terdahulu. Dulu dia sangat kecanduan main game tersebut, tapi sekarang sudah tidak lagi.
Berita tentang update besar-besaran mungkin akan sangat menggiurkan bagi para pemain, tapi tidak bagi Handra. Handra sudah bertekad untuk berhenti bermain game dan fokus pada pekerjaannya.
Lagipula, dia juga harus mencari pasangan untuk dinikahi.
~*~*~*~