– It seems that Gamers start the Game without complications(?) –
- Al-chan~ Al-chan~
Altina teringat akan masa lalunya.
-- Kalau saja...
Terbayang di benaknya—seorang anak yang selalu tersenyum dengan riang, seakan berkah terbaik telah memberikan dunia dalam mata anak itu, sebuah cahaya cerah dan kehidupan penuh warna.
Bersama dengan Altina, mereka bermain. Bermain, dan selalu bermain—
Itu adalah cerita saat dua anak kecil masih menginjak usia 8 tahun. Saat Altina kecil sesekali pergi ke dunia luar.
---Keberadaan dunia yang tak pernah keluarganya tunjukan padanya. Sore hari setelah menyelesaikan kegiatan belajar, malam hari setelah makan malam, dan pagi hari saat libur Altina gunakan untuk pergi ke toko kecil di mana sang anak dan tuannya tinggal.
-- ... Pada saat itu....
Sang anak adalah—werebeast, dan juga... seorang budak.
Serta teman terbaik Altina—sahabat pertama dan terakhir yang pernah Altina kecil miliki.
-- ... Kalau saja... bagaimana jika pada saat itu—
-- Aku bisa memberikannya sesuatu agar ia tersenyum seolah saat menyakitkan itu tidak terjadi.
.... Itu sudah 6 tahun yang lalu, saat Altina berhenti menunjukan senyumnya.
...
- Kerajaan Rinea – sebuah stadium di atas awan, Garis Start permainan『Snake and Ladder』.
Altina memandang ke langit, dan terpantul dalam mata birunya adalah sejumlah awan putih yang berlalu lalang di atas langit biru tak berujung.
*Tink
Chess pieces, «White Queen», dijentikkan melewati udara. Dan seorang berambut putih yang melakukan itu tersenyum saat melihat monitor raksasa yang melekat di atas pintu masuk Game menampilkan wajah enam orang sebagai pemain «Betting Game» berskala besar ini.
"Kenapa kau pikir werebeast tidak punya kebebasan?"
"Menurutmu mereka tidak, memiliki kebebasan?"
"Kau bisa melihatnya kan? Werebeast ditangkap di Rinea lalu dipaksa menjadi budak di ibukota. Menurutmu mereka punya kebebasan? Kupikir tidak begitu. Itulah kenapa kami bermain—mengalahkan kerajaan tolol yang melakukan itu, lalu—untuk membebaskan werebeast."
"Rinea, tidak tolol."
Meskipun Shion menjawab dengan wajah penuh kesenangan seakan itu adalah bagian dari permainan, Altina tidak menunjukan ekspresi apa pun selain datar.
"Kalian tolol, kenyataannya kalian memanglah tolol. Itu adalah werebeast kau tahu!? Yang berarti akan ada telinga kucing, telinga anjing, ekor binatang, dan mereka bahkan akan berkata "T-tidak apa kok, kamu boleh melakukannya nya~" tidakkah itu terdengar seperti—'surga'?"
Terlukis di benaknya adalah sepotong adegan surgawi(R18) yang mengubah sang pria menjadi emosional.
Altina menatap jijik—
"Shionlah yang tolol."
--Bahkan memberikan jawaban langsung.
Sedangkan Shion yang terjatuh karena itu—setelah menerima pukulan critical, membuka mulutnya yang gemetaran.
"Bukankah...... Altina juga percaya—"
"Aku percaya."
Jawaban langsung sekali lagi.
Pria malang yang merespon suara lembut itu, kembali berdiri seperti telah mendapatkan pencerahan.
"Kalau begitu menyerahlah, Altina-chan."
Ia menatap penuh harap, menunggu satu kata berikutnya yang akan mengubah sang pria menjadi putus asa.
"Itu mustahil."
Mata Altina mengirim sinyal-sinyal sensorik yang diterjemahkan dalam otak Shion menjadi—"kenapa kamu masih bertanya?".
"Maafkan aku telah bertanya..."
Seluruh daya hidup bersama-sama meninggalkan mata emas milik Shion.
Tapi sebenarnya, itu cuma pura-pura.
Shion tertawa yang membuat otak Altina terlambat mengolah informasi.
"Tepat sekali, kalau tidak begitu tidak akan menarik."
"Huh?"
Altina memiringkan kepala, tapi Shion mengabaikan itu.
"Benar juga, kita belum memutuskan siapa dulu yang melempar dadu kan, Altina-chan?"
"Dasar bodoh! Tentu saja Altina-sama akan—"
Altina—bukan, orang yang sebelumnya mengaku sebagai pengawal tidak layak, Zadkiel, menunjuk Shion dan berteriak padanya sebelum itu disela oleh Altina.
"Aku menolak, siapa pun yang melangkah pertama akan terlihat seperti mendapat keuntungan karena ini... Itulah kenapa, kalianlah yang seharusnya pergi lebih dulu... lagipula, kami tidak akan kalah... benar, itu tidak akan.... dari kalian—tidak akan pernah."
Mendengar apa yang anak kecil Altina katakan, orang berambut hitam melihatnya kasihan, menunjuknya dengan bidak putih—«Crest»-nya sendiri, kemudian tertawa.
"---Tidak kalah meskipun kami duluan, kau bilang begitu kan ya, Altina-chan? Tapi kenyataannya jika ini adalah Game yang hanya berakhir pada titik di mana yang pertama melangkah adalah pemenang, maka. Kali ini—apa yang akan dimulai hanyalah Game untuk menentukan siapa yang mengambil langkah pertama----tapi permainan kali ini bukanlah Game semacam itu."
Dengan kata lain—
"Itulah kenapa, karena itu tidak berhubungan dengan siapa yang akan memenangi Game, kenapa tidak yang termuda maju duluan?"
Dengan logika sederhana Akira menawarkan giliran permulaan pada Altina, tapi—
Ruri menyela setelah itu.
"Maaf, Akira... itu impianku untuk menjadi yang pertamakali mencoba Gameboard raksasa ini."
"Ru-Ruri-san, sebaiknya kita mengalah atau—"
Mengabaikan Emi-V yang bicara dengan mata berkaca-kaca, semua orang—dimulai dari Shion, Altina, dan Akira, memberikan persetujuan.
"Begitulah, kalian dengar sendiri kan?"
"Hn, aku sudah bilang jika aku tidak keberatan."
"Tak ada pilihan lain, yah, karena itu Ruri, sih."
"E-eeeh--... aku sudah terbiasa dengan perlakukan ini, okey!? Aku sudah terbiasa!!"
Sekali lagi, semua orang mengabaikan apa pun jenis suara yang keluar dari Emi-V seolah itu BGM.
----Selanjutnya atas persetujuan dari kedua tim, papan kecil yang terbuat dari 「ether」 tercipta di hadapan Ruri.
Itu menampilkan papan permainan ular tangga dengan kotak-kotak bernomor serta ular dan tangga.
Kemudian, sebuah dadu putih melayang di atas papan permainan yang baru saja muncul. Ruri menangkap dan melihat dadu itu dalam genggamannya.
"Leader, aku sudah siap."
Konfirmasi terdengar.
Dua pembawa acara kembali tampil di monitor.
『 Kita lihat pemirsa, sepertinya tim pertama telah siap memulai Game! Dan, pemain pertama yang akan melempar dadu adalah Ruri-chan! 』
『 Akankah mereka mampu mengejutkan semua orang di awal permainan~ ☆? Okey, mari kita lihat angka dadunya~ ☆! 』
Bunyi sorakan sekali lagi terdengar di setiap tempat diikuti teriakan untuk menebak angka yang akan dadu Ruri tunjukan.
"Ruri, enam."
Shion yang menggenggam tangan Ruri tersenyum liar saat memberi perintah.
"Hn~"
Lalu--dadu dilemparkan.
....
-----Dari balik layar, ratusan ribu penonton pada saat yang sama menyaksikan 'sesuatu di luar nalar'. Mereka dipaksa berpikir apakah itu cuma sebatas kebetulan belaka.
Karena apa yang ditampilkan di atas papan permainan kecil itu adalah—
- Adalah sisi dadu angka enam.
Seperti yang Shion katakan.
Saat semua orang bertanya-tanya apakah itu keberuntungan, Shion bermain-main dengan bidak di tangan kirinya.
Memandang partnernya, ia berpikir. Bahwa—
-- Tak ada yang namanya keberuntungan di dunia ini.
Kebetulan, nasib, bahkan takdir sekali pun tak lebih dari permainan kata sederhana yang orang lain gunakan untuk menunjukan ketidakmampuan mereka melihat angka-angka(kemungkinan) di dalamnya.
Ada lebih dari seratus juta faktor yang tergabung dalam sebuah pola rumit untuk menentukan angka kemungkinan.
-- Aturan, persyaratan, keadaan objek—semua itu adalah faktor tak terlihat yang apabila digabungkan akan menghasilkan suatu ketidakpastian yang tidak dapat dihindari.
Yang seharusnya, tidak masuk akal untuk menggabungkan semuanya.
Tapi bagi ketiga Gamer «Humanless», akal sehat itu sendiri adalah—
—Adalah sesuatu untuk dirusak.
-- Pemenang dari permainan sudah ditentukan sebelum Game itu dimulai.
"Ruri, Emi-V, Akira---sekarang mari mulai Game Start-nya."
Dua pintu raksasa yang menjadi akses ruangan no.1 perlahan terbuka.
--------------------
-- Heh?
"Eh, eeeeeeh—"
Emi-V melebarkan matanya seolah melihat Chaos—
Tubuhnya membeku dan jiwanya hampir saja meninggalkan tubuhnya, ia mengerahkan sebuah kalimat sementara terjatuh.
"...... Aku sudah........... tidak tahan lagi."
--Dan sosoknya mulai disapu oleh gelombang air.