Chereads / Secret In Love / Chapter 14 - Ciuman Pertama

Chapter 14 - Ciuman Pertama

"Renand, hei, ayo bangun nak. Kita akan ke taman sore ini". Reista membangunkan anak laki-lakinya yang sangat nyaman tertidur dipelukannya sedari siang.

Renand menggeliat seperti tak ingin diusik, bukannya bangun ia malah semakin memeluk ibunya itu dengan erat. Reista tertawa melihat kekonyolan anaknya ini, ia tetap mengelus pelan rambutnya dan terlihat matanya yang indah tertutup bulu mata lentik. tak akan berkesudahan Reista memuji anak laki-lakinya ini.

"Sayang, Daddy sudah menunggumu. katanya kau ingin mengenalkan Mommy ke teman-temanmu". ia mulai membuka matanya dan kulihat bole mata indah, sangat manis dan menyejukan, suatu hari nanti pasti banyak perempuan yang akan jatuh cinta denganya.

"ya Mom, Mommy sudah mandi?". tanyanya, mengucek matanya perlahan dan bangun dari tidurnya.

"Mommy sudah mandi, bahkan Daddy saja sudah bersiap dan sedang menunggu kita dibawah".

"yasudah Mom, tunggu aku, aku akan menyusul kalian kebawah, aku mandi dulu ya". ia berlalu masuk kedalam kamar mandi dengan gerakan cepat, aku hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

Reista bangkit juga dari tidurnya, dan sekali lagi menatap ke arah cermin, ia memakai dress selutut berwarna kuning tanpa motif apapun, rambutnya di kuncir satu memperlihatkan leher jenjangnya. kalung berbandul bulat sabit membuat kesan cantik bertambah di wajahnya. mukanya sudah dipoles dengan bedak dan lipstik berwarna nude.

ia turun kebawah menghampiri ramel yang sibuk dengan macbook digenggamannya, ia tak berhenti-berhenti bekerja kapanpun dan dimanapun.

"kau ingin minum sesuatu Ramel, menunggu Renand sedang mandi". tanyaku yang sudah berdiri di depannya.

ia menengok kearahku dan tersenyum kecil, aku jadi salah tingkah diperhatikan sedekat ini. salahku saja berdiri terlalu dekat denganya.

"boleh, Teh chamomile cukup hangat untuk tubuhku". ia berkata dan melanjutkan kesibukannya dengan layar macbook. aku mengangguk dan berlalu ke arah dapur.

mengikuti intuisiku menghapal jalan ke arah yang memang seharusnya dimana dapur berada, sampai ia melihat pintu besar yang familiar di matanya. itu pintu dapur, Reista membuka pintu itu dan ada 3 orang yang sedang sibuk membereskan beberapa peralatan dapur.

"selamat sore nyonya". ucap salah satu pelayan disana.

"sore, boleh kau tunjukan dimana tempat teh? Ramel menginginkan Chamomile di sore ini". kataku berusaha tersenyum ke arah pelayan yang sudah berhenti dikesibukannya.

"mari nyonya". ia mengantarkan aku di depan lemari berdinding kayu yang aku rasa sangat mahal pasti harganya. disana terlihat banyak sekali teh dengan banyak rasa, mulai dari buah-buahan dan juga beberapa bunga, blum lagi teh herbal yang wanginya sangat menusuk dihidungku.

bagi pecinta teh, aku rasa ia akan menjadikan tempat ini surga untuk terus didatangi, aku mengambil kotak yang bertuliskan 'chamomile'. pelayan tadi memberikan gelas keramik dan menaruhnya didepanku.

"apa Ramel suka memakai gula?". tanyaku yang memang tidak tau sama sekali tentang kesukaan Ramel.

"tidak nyonya, tuah Ramel menyukai dua sendok teh dengan air hangat sedang. katanya agar wanginya terasa lebih manis". aku mengangguk mengerti dan membuat teh itu sesuai dengan pelayan ajarkan.

setelah teh jadi, Reista mengucapkan terimakasih dan berlalu keluar untuk memberikan teh ini ke Ramel. sedikit bangga dengan apa yang ia bawa sekarang.

walaupun sekedar teh hangat, tapi setidaknya ia merasa berguna menjadi istri seorang Ramelson.

"ini teh mu, maaf jika rasanya beda". aku menaruh teh di atas meja, tepat sekali didepan sofa yang ia duduki.

"Terimakasih, mau repot-repot membuatnya". Ramel menyesap teh itu perlahan dan menghirup wanginya, Reista hanya memeperhatikan dan duduk disampingnya.

"kau sangat menyukai teh ya?". tanya Reista pelan.

"ya, aromannya manis dan menenangkan. walaupun tampa gula. kau suka teh?". Ramel menyudahi kegiatannya di depan macbook dan menutupnya. ia memperhatikan istrinya yang sangat cantik dengan gaun kuning yang cocok diwarna kulit.

"tidak terlalu, aku lebih suka coklat hangat". Reista sedikit salah tingkah diperhatikan Ramel dengan seksama seperti itu.

"oh, coklat hangat juga manis. seperti kamu". Ramel tersenyum saat mengatakan hal itu, tak bisa dipungkiri Reista terlihat lebih cantik sore ini, dan itu membuat Ramel tak berhenti-henti melihatnya terus.

"Terimakasih". ucapan Reista sedikit gugup, ini untuk pertama kalinya Ramel mengucapkan kata manis dan lembut seperti ini.

Ramel menyentuh tangan Reista dan menciumnya, matanya tetap memperhatikan gerak-gerik istrinya yang salah tingkah, mukanya memerah dan itu semakin membuat Reista menjadi berjuta-juta kali lebih cantik.

Ramel membayangkan bagaimana saat Reista dibawah tubuhnya dan memerah saat mencapai puncak kepuasan?, belum lagi saat rambut halusnya itu berantakan dan keringan membanjiri pelipisnya. pasti aia akan sangat seksi.

Ramel tertawa memikirkan pikiran mesumnya, entah hormon apa yang sedang menghantuinya saat ini. ia seperti anak remaja yang sedang puber. melihat wanita polos seperti Reista menjadikan adrenalinya bangkit dan menebak-nebak bagaimana rasanya dibawah sana.

"apa dandananku terlihat aneh Ramel?". Reista pikir mungkin penampilannya aneh, dan ramel tak menyukainnya. karena sejak tadi mata ramel seperti menelisik sampai ketulang belulangnya, dan itu membuat sesuatu didalam dirinya terasa gerah dan menginginkan hal yang entahlah Reista tak tau mengatakannya bagaimana.

"Mukamu memerah dan itu membuatku menjadi bergairah". tangan Ramel menyentuh pipi halus Reista dengan ibu jarinya, lalu turun mengelus bibir kecil Reista yang kenyal dan merah menggoda.

"apa maksudnya?". Tanya Reista yang benat-benar tak paham dengan ucapan Ramel.

"boleh aku menciummu?, tingkahmu yang polos membuatku benar-benar akan meledak". Ramel semakin tak bisa menahan melihat wajah Reista yang kebingungan. itu membuatnya semakin berkhayal bagaimana suara seksinya saat mendesahkan namanya nanti.

"ten,,tu, aku istrimu kan". cukup sudah Ramel sudah tak bisa menahannya lagi saat Reista mengijinkannya.

ditariknya tengkuk Reista dan mulai mengecap bibir yang sangat manis itu, Reista terlihat menegang saat Bibir Ramel mengigit dan mengulumnya perlahan. perlahan namun pasti Reista rileks dan merasakan sesuatu yang membuatnya sangat bahagia.

seperti ribuan kupu-kupu yang berterbangan didalam perutnya, Reista sedikit membuka mulutnya dan membiarkan Ramel menelisik sampai kedalam dan menarik lidah Reista. semakin menggebu dan semakin liar. perlahan Reista mulai mengikuti permainan dari Bibir Ramel, sangat nikmat saat ia mencoba mengulum bibir yang sudah menarik perhatiaanya pertama kali melihat Ramel.

beginikah rasanya? sangat nikmat dan membuat sesuatu dibawahku terasa basah?, entahlah, tapi aku sangat ingin berlama-lama mencium Ramel. ia hebat dalam urusan berciuman. Ramel tetap mengigit dan menghisap bibirku perlahan, bahkan lidahnya tak berhenti bermain dengan lidahku. mengecap satu sama lain, menciptakan sesuatu yang membuat seluruh darah kami menjadi panas.

tanganya tiba-tiba mengelus punggungku, dan itu semakin membuatku mengejang nikmat, berdesir kulitku dan merasakan kehangatan yang belum pernah kudapat. tangan besarnya terus mengelusku dan perlahan berbalik ke arah perut. aku menatap matanya yang semakin kulihat semakin memancarkan keinginan besar didalam sana.

ia melepaskan bibirnya dan sekarang turun keleherku, aku semakin dibuat tak berdaya olehnya. semakin ekstrim saat bibirnya menyesap pelan dan lembut. sensasi basah dan panas menjadi satu. entah dorongan dari mana aku mencoba mengelus dada bindangnya dibalik kaus yang sangat pas ditubuh Ramel.

"Mom, Dad?". suara seseorang masuk kedalam pendengaran mereka, namun aktivitas mereka belum berhenti. seperti tak mendengar atau hal ini terlalu membuat mereka lupa sekelilingnya.

"Mom, Dad. kalian ngapain?". Kini suara itu sangat dekat dan membuyarkan fantasi mereka yang sedikit lagi menemukan jalan untuk menuntaskan. Reista dan Ramel tersadar dan mereka bangkit secara tiba-tiba seperti sesuatu yang sangat besar baru saja terjadi.

ketegangan diwajah Reista benar-benar tak bisa ditutupi, ia melirik kearah Ramel yang seperti berdehem mencairkan suasana. detak jantungnya juga tak kalah cepat setelah ia kembali sadar apa yang telah ia lakukan.

"kau sudah selesai nak?". Ramel bertanya ke arah Renand anaknya yang terlihat bingung ada apa dengan orangtuanya.

"sudah Dad, ayo kita berangkat ke taman. tak sabar bertemu dengan temanku dan mengenalkan Mommy dengan mereka". Renand menggandeng tangan Reista yang sedari tadi tetap tak bergeming.

"ya ayo". kini Reista berjalan menggandeng tangan Renand untuk segera keluar dari ruangan ini yang mulai terasa pengap.

entah apa yang ia pikirkan saat ini, hal tadi terlalu tiba-tiba dan itu diluar kendalinya. sesuatu yang nikmat dan harus berhenti secara mendadak.