Chereads / Secret In Love / Chapter 15 - Taman

Chapter 15 - Taman

Mobil membelah jalanan ibukota Amsterdam, lalu-lalang kendaraan cukup padat, mengingat ini adalah hari libur. Ramel menyetir dengan tenang sesekali melirik kesamping, melihat Reista yang sedikit bersenandung mendengarkan lagu katty parry.

Suaranya terdengar manis di telinga Ramel, menampilkan senyum tipis saat Renand juga ikut bernyanyi bersama. entah apa yang membuat mereka sangat akrab sekali, untuk pertama kalinya Renandra menyayangi seorang perempuan selain nenek dan tentu saja almarhum ibu kandungnya.

Mobil mereka masuk kedalam kawasan Vondelpark, sebuah tempat di Amsterdam yang menjadi salah satu taman terluas mencapai 47 hektar. Taman yang pertama kali dibuka pada tahun 1865 ini terletak di pusat kota.

Banyak hal yang bisa dilakukan di Taman ini, seperti jalan-jalan sore, bersantai,bersepeda, hingga bermain skateboard. apalagi saat musim panas seperti ini, ada beberapa festival yang digelar seperti pertunjukan konser musik yang dapat dinikmati secara gratis.

Ramel, Reista, Dan juga Renandra keluar dari Mobil dan berjalan beriringan ke salah satu bangku taman, anak mereka sudah membuat janji akan bertemu di salah satu taman ini bersama teman-temannya.

Reista sedikit menutup matanya saat angin yang sejuk menimpa wajahnya dengan lembut, sudah lama ia tak berjalan-jalan di sore hari seperti ini. apalagi kesibukannya dengan pekerjaan sewaktu ia belum menikah dengan Ramelson.

Mereka bertiga duduk dan menikmati semilir angin dengan tenang, terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia. tidak ada obrolan, masing-masing sibuk dengan pikirannya dan sesekali melihat beberapa orang yang lalu-lalang.

Reista mengeluarkan Bekal yang sudah ia bawa sedari tadi didalam ToteBag, membuka kotak bekal yang didalamnya terdapat Roti manis dan beberapa buah yang telah di potong.

"Kau mau Ramel?". Reista menyodorkan makanan didalam bekal itu kearah Ramel, Ramel mengambil satu Roti manis dan mengunyahnya perlahan.

"Nak". kini Reista menyodorkannya ke arah anaknya Renandra, anaknya juga mengambil Roti manis dan mengunyahnya pelan.

Mereka berdua tak ada bedanya sama sekali, bahkan untuk makanan seperti ini saja gerak-gerik mereka selalu sama.

Reista mengambil potongan buah mangga dengan garpu yang sedari sudah ada di dalam ToteBag nya, tetap diam dan menikmati sore hari dengan keheningan.

"Renandra". teriak tiga orang anak laki-laki yang berlari ke arah Renandra, Reista tersenyum melihat mereka. sepertinya tiga anak itu adalah teman baik dari anaknya Renandra.

"Hai". Renandra bangun dari duduknya, dan menghampiri mereka, aku dan Ramel juga ikut berdiri dan melihat mereka dengan seksama.

"Dimana Mommy mu?". ucap mereka antusias, Renandra mengajak mereka dan berdiri di depan Reista.

"Mom, kenalkan ini teman-temanku. ada Daniel, Glen, dan juga David". Renadra menunjuk satu-satu temanya.

"Hai nak, senang bisa bertemu dengan kalian". Reista mengusap kepala mereka satu-persatu, mata mereka sangat indah saat tersenyum bahagia.

"Hai, Aunty". ucap mereka bersamaan.

"aku David". ucap laki laki dengan iris mata berwarna biru, dan rambutnya yang hitam.

"aku Daniel". yang satu ini ber-iris mata berwarna coklat seperti anakku Renandra, namun rambutnya sedikit pirang saat terkena sinar matahari.

"aku Glen Mom". kini gilira anak kecil yang terlihat lebih pendek dari mereka bertiga, mukanya sangat imut dengan mata berwarna hijau bening.

"aku Aunty Reista Nak". mereka bertiga mengangguk dan tetap tersenyum.

"Aunty sangat cantik, persis seperti yang Renand ceritakan pada kami". Glen berucap sembari memegang tangan Reista dengan lembut.

"Terimakasih, kalian juga sangat tampan". Reista mengajak mereka duduk di bangku taman yang memang cukup untuk mereka ber-enam.

"kalian mau?". Reista memberikan mereka buah dan beberapa Roti manis. mereka mengangguk dan mengambil beberapa Roti manis.

Sepertinya mereka laki-laki ini hampir sama, suka sekali dengan Roti manis. untungnya Reista membawa cukup banyak, dan untuk kali ini Reista hanya memakan buah mangganya seorang diri.

"Mom bolehkah kita menyewa sepeda dan berkeliling bersama". Renandra mengintrupsi keheningan kami.

"Tentu boleh, ayo". kataku bangun dari duduk dan merapihkan ToteBag, mereka berdiri dan menungguku.

kami berjalan bersama, Renandra dan teman-temannya sesekali bercanda dan mengobrol dengan riang. tapi tidak dengan aku dan Ramel, kami hanya diam dengan pikiran masing-masing. jika orang melihat kami, mungkin mereka akan berpikir bahwa kami keluarga dengan anak yang manis dan tampan. bahagia menemani mereka berkeliling taman. tapi itu pemikiran orang, nyatanya hanya anak-anak itu yang terlihat bahagia, mungkin tidak dengan Ramel yang hanya memasang wajah dinginya.

Kami sampai di tempat penyewa sepeda, ada banyak macam sepeda yang bisa kami sewa. mulai dari ukuran anak-anak, dewasa, dan juga yang bisa digonceng bersama.

"Mom kita naik sepeda, berdua-dua ya". Renadra mengambil sepeda berukuran sedang, dibelakangnya sudah ada Glen yang ia goncengi. dan dua temannya juga sudah mengambil sepeda sama dengan yang Renand ambil.

aku melirik ke arah Ramel yang tersenyum melihat mereka, bagaimana ini? apa Ramel mau naik sepeda bersamaku?. dilihat dari wajahnya saja dia seperti enggan, belum lagi sejak kejadian kita tak sengaja berciuman tadi. aku rasa Ramel memang tidak mau berdekatan denganku untuk saat ini.

"ayo". Ramel membuyarkan lamunanku, ia sudah ada di depanku dengan sepeda yang seperti Renand. tapi mungkin ukuranya khusus untuk orang dewasa. aku sedikit terkejut, namun tak lama aku naik dan Ramel sudah mengayuh sepeda itu dengan tenang.

"pegangan jika kau tak ingin jatuh Reista". ucapan dingin Ramel membuatku buru-buru memegang baju Ramel dari samping. wangi kayu manis bercampur mint membuatku sedikit menutup mata untuk menghirup wangi itu lama-lama.

Aku tidak tau bahwa Ramel mempunyai wangi yang memabukan seperti ini, beberapa kali aku memang sering mengendus wangi dari seorang Ramel, tapi tak pernah tau bahwa menghirupnya dari sedekat ini sangat nyaman.

Saat mencium Ramel tadi saja aku tak terlalu menghirup wangi tubunya, sepertinya adegan tadi terlalu mengusik pikiranku. tentu mengusik, itu adalah hal tak terduga yang sudah kami lakukan.

Ramel mengayuh sepeda di belakang anak-anaknya, mereka terlihat asik bermain bersama. mungkin setiap libur Ramel akan mengajak mereka keluar.

Tangan Reista disamping pinggangnya itu membuat Ramel sedikit hangat, baru kali ini dia membonceng perempuan selain almarhum istrinya.

"Kau pernah naik sepeda seperti ini Reista?". Tanya Ramel untuk menutupi keheningan mereka sedari tadi.

"dulu saat bersama kakak laki-lakiku, kami sering ketaman seperti ini". aku mengangguk mengerti, Reista terbiasa dengan kakak laki-lakinya sewaktu kecil. Ramel memang beberapa kali sering berbincang dengan Kakaknya saat ada urusan bisnis.

"apa kamu juga sering begini bersama mantan istrimu?". Reista bertanya balik, untuk menutup kebosanan.

"iya dulu sering ketaman seperti ini, kami berteman sedari kecil. jadi banyak hal yang sudah kami lakukan".

"dia pasti perempuan yang sangat beruntung ya, kamu masih mencintainya dan Renandra sampai sekarang juga sangat menghormati ibu kandunganya".

"aku yang beruntung memiliki dia, selama sisa hidupnya dia tak pernah mengeluh melawan penyakit yang ia derita". Ramel memandang pohon-pohon yang ia lewati, sedikit sesak jika mengingat banyak kenagan yang sudah ialewati bersama mantan istrinya.

Mereka terdiam beberapa saat, melihat anak-anak yang sudah berhenti mengayuh sepedah dan beristirahat di rerumputan.

"pasti dia sangat cantik dan perempuan yang sangat lembut". tanya Reista yang belum turun dari goncengan sepedanya.

"ya dia sangat cantik, senyumnya mampu membuat hari-hariku lebih berwarna". setelah mengucapkan hal itu, Reista terdiam seribu bahasa. wajahnya memancarkan kesedihan yang mendalam, entah apa yang membuatnya sedih.

Mereka hanya membicarakan seseorang yang sudah tak ada lagi didunia ini, mereka hanya berbincang singkat tentang mantan istri yang sangat dicintai Ramelson. tapi mengapa Reista merasakan banyak jarum yang tiba-tiba menusuk relung hatinya.

Harusnya ia tak boleh merasakan sakit seperti ini, jika Ramel masih mencintai istrinya, itu adalah hal yang wajar saja. ia sudah bersama istrinya sedari kecil, sedangkan Reista? hanya beberapa bulan ia berkenalan dengan Ramel. dan hanya dua hari ia baru dekat dengan suaminya ini.

Reista turun dari sepeda dan menghampiri anak-anak yang sedang bercanda diatas rerumputan, ia tak berkata-kata lagi kepada Ramel. entahlah bibirnya seperti kelu hanya untuk berucap sepatah kata.