Chereads / Retaknya Sayap Merpati / Chapter 4 - Percakapan Nia dengan Romeo

Chapter 4 - Percakapan Nia dengan Romeo

"Bu, ibu gak usah pikirin kuliah nia. Nia baik-baik aja kok disini dan perkuliahan nia juga baik. Gak ada masalah sama sekali, selain itu doain nia ya bu semoga skripsi nia bisa berjalan baik juga".

'iya ibu pastikan untuk selalu doain kamu nak, tapi kalau ada apa-apa bilang ke ibu ya. Kamu itu selalu nutupin kalau ada masalah, hati ibu merasa gak tenang berapa waktu ini. Jadi ibu takut kamu kenapa-napa". Ucap ibu diujung telpon. Aku dan ibu sedang berbincang melalui telepon. Maklum saja ibuku tinggal di pelosok jawa, jadi kami jarang bertemu.

"iya bu, ibu jangan lupa makan. Jangan terlalu capek ya, istirahat yang cukup dan sampein juga ke bapak. Salam sayang dari nia".

"iya nak, yaudah ibu tutup ya. Inget jaga diri baik-baik, asalamualaikum".

"iya bu, walaikumsallam". Ku tekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan kami, aku mengeluh dan merebahkan punggu di sofa. Tumben sekali ibu berkata seperti itu, ibu yang selalu tau kalau aku banyak pikiran. Padahal ini bukan hal penting tapi ibu sampai bisa merasakan hati anaknnya yang tidak tenang. Maafin nia bu sampe buat ibu resah. Ucap batinku.

Aku sedang tidak mood mengerjakan hal lainnya, sejak bangun pagi tadi hingga sekarang aku hanya berkutat di depan gadget. Sampai tiba-tiba ibu menelpon, hari ini hari minggu dan apartemen sangat sepi karena tidak adanya sahabat ku itu Riri.

Dia ada acara keluarga dan memutuskan pulang kerumahnya di bandung, sebenarnya pagi tadi dia mengajak ku untuk ikut bersamaanya. Namun aku menolaknya dengan alasan sedang tidak ingin keluar. Padahal aku hanya ingin sendiri dan tidak ingin berbincang dengan siapapun, ahhhhhh….

Ternyata jatuh cinta semengerikan ini, apalagi yang membuat kita jatuh orang yang tidak bisa digapai..

Mau keluar tapi mau mengajak siapa? Romeo? Bisa besar kepala dia diajak keluar berdua. Lagian aku lagi berusaha untuk menjaga jarak darinnya, biasannya dia yang selalu menemaniku di hari libur seperti ini.

Entahlah aku semakin merasa dia seperti lumut yang menempel pada batu, tak ada sehari saja aku tidak bertemu dengannya.

"na, buka pintu". Satu pesan WA dari romeo. Bocah itu panjang umur, baru aku memikirkannya dia sudah ada di depan pintu apartemen.

Pintu apartemen? Aku berlari meuju pintu dan membukanya, benar saja dia sudah ada di depan pintu cengegesan, mau apa dia?

"kenapa Rom?". Kataku tetap berada di depan pintu.

"gak nyuruh gue masuk?" katanya.

"emmm, gue lagi sendirian. Riri lagi pergi dan gue gak enak aja harus ngajak lu masuk sedangkan gak ada siapa siapa di dalem".

"yaudah kalau gitu, kita kebawah aja. Sekalian makan siang". Tawarnya.

Aku bingung bagaimana menolak ajakannya, biasanya riri yang selalu membantuku menolak ajakan romeo untuk jalan berdua. Tapi sekarang alasan apa yang harus kugunakan agar dia tak merasa sakit hati.

"makan siang aja, gue janji gak akan nyentuh ujung kepala lu sama sekali". Ucapnya sarkas, aku tertegun. Dari mana dia tau aku tak ingin di sentuhnya walaupun hanya ujung kepala. Aku jadi merasa bersalah.

"yaudah". Aku menutup pintu apartamen dan berjalan berdampingan dengannya menuju lift. Untung saja sekalipun didalam apartemen aku selalu memakai pakaian tertutup dan kerudung. Menghindari hal-hal seperti ini salah satunya.

Teman-temanku yang seenaknya datang tanpa diundang. Lift tertutup dan bergerak turun, kami sampai di lantai dasar dan menuju salah satu restoran di seberang jalan.

Karena ini apartemen di dekat pusat kota tidak sulit mencari tempat makan atau tempat nongkrong.

Romeo tak berbicara apapun. Aku pun bingung ingin bertanya apa ke dia, kami jadi semakin kaku saja.

"mau makan apa". Ucap romeo saat kami sudah duduk.

"seperti biasa aja rom". Kataku.

"yaudah, gue pesenin dulu ya". Ia berlalu kearah meja kasir, aku memperhatikannya seksama. Romeo itu laki-laki yang baik dan wajahnya lumayan tampan walaupun terkadang dia seperti anak-anak jika kemauan nya tidak dituruti.

Tapi mengapa semakin aku menjauhinnya, semakin aku melihat sisi dewasannya. Dia yang lebih penyabar dan tidak banyak omong.

"udah, lu tumben gak kemana-mana hari minggu gini". Aku tersadar saat romeo ternyata sudah ada di depanku. Kami duduk berhadap-hadapan. Aku tak berani melihat matanya. Aku menunduk sembari memainkan tissue yang ada di depanku.

"lagi seneng di dalem apartemen aja sih, sekalian baca-baca" kataku.

"emmmm, ada yang mau gue omongin sebenernya sama lu". Ucap romeo serius. Aku menghentikan tanganku yang ada di atas tissue, aku menunggunya melanjutkan omongannya.

Tapi… 1 menit,

3 menit,

5 menit berlalu, dan aku tidak mendengar suara romeo sama sekali. Sampai aku memberanikan diri untuk melihatnya, dan ia memeperhatikanku seksama.

Ada apa dengan romeo? Mukanya terlihat serius sekali, apa karena selama ini aku menjauhinya? Apa dia marah? Apa dia ingin aku menceritakan kenapa aku bisa seperti ini?.

Sejauh ini memang romeo orang yang tidak ingin mencampuri urusan orang lain, makannya aku tak pernah menceritakan kenapa aku bisa berubah dan membatasi pertemanan kita.

Tapi dari raut wajahnya sekarang, dia seperti; seperti memikirkan banyak hal..

"gue jatuh cinta sama lu na".

apa dia bilang? Romeo bilang apa? Jatuh cinta? Sama.. sama siapa? Gue?' .

"hah?". Ucapku, aku tak bisa mencerna kata-katanya dengan baik.

"gue jatuh cinta sama lu na, jauh jauh sebelum ini. Empat tahun yang lalu saat pertama kali kita kenal di masa ospek, gue udah jatuh cinta sama lu". Aku terpaku dengan ucapannya.

"kenapa?". Aku tak tau harus merespon apa, aku bingung, aku takut. Aku takut aku salah bicara, aku takut dia akan tersakiti dengan omonganku nantinya.

"kenapa? Gue juga gak tau kenapa gue bisa jatuh cinta sama lu".

"bukan, bukan itu. Kenapa lu baru ngomong sekarang?".

"karena gue takut". Pertanyaan ku tertahan, saat pelayan datang membawakan pesanan kami. Ikan dori saus tomat kesukaanku, romeo memesankannya. Ia yang selalu tau apa kesukaanku. Pelayan itu pergi, dan romeo hanya menatapku.

"takut karena apa?". Kataku memberanikan diri bertanya dengannya.

"gue takut lu dimiliki orang lain, sebelumnya gue minta maaf. Mungkin gue lancang dan terkesan memaksa, tapi selama empat tahun ini gue menyimpan perasaan ini karena gue merasa lu gak akan pernah hilang dari pandangan gue, karena gue merasa lu adalah orang yang gak akan memiliki hubungan serius dengan orang lain.

Itulah mengapa gue pikir, cukup dengan menjadi sahabat lu gue bisa selalu ada di samping lu dan melihat tingkah konyol lu". Romeo menarik nafas panjang dan meminum jus jambu kesukaanya yang di pesan tadi.

Aku mengikuti tingkahnya dengan meminum jus manggaku, selalu romeo selalu tau apa yang menjadi kesukaanku di saat situasi cukup tegang begini.

"gue, gue gak tau harus ngerespon apa rom. Gue bingung". Aku ingin melanjutkan ucapanku, tapi tertahan dengan suara azan dzuhur yang ada di gadgetku.

"lu mau sholat dulu". Tanya romeo tiba-tiba.

"ya" jawabku seadanya.

"yuk".

"ehhh". Aku terbengong saat romeo bangkit dari tempat duduknya.

"ayo kita sholat dulu, soal makanan kita bilang ke pelayan untuk tidak memberekannya. kita kesini lagi kalau udah selesai sholat". Aku menuruti ucapannya dan berjalan kearah belakang restoran. Dimana disitu ada mushola yang memang di khususkan untuk pelanggan restoran beribadah, aku cukup kaget romeo tidak mengatakan hal-hal konyol saat tadi.

Biasanya dia akan berkata, nanti aja sih sholatnya. Kita baru nongkrong, atau dia akan mengatakan, alim banget sih na masih banyak waktu buat sholat. Tapi dia tadi malah mengajakku untuk sholat dulu.

Ahhh,, positif na semua orang bisa berubah. Pikirku.