Indira duduk dengan kasar. Dia makan dengan lahap. Lagi pula dia sangat kelaparan. Walaupun mood makannya hilang, dia tetap harus makan. Karena cacing-cacing perutnya sudah demo.
"Permisi, boleh aku duduk di sini," ucap seseorang.
Indira menghentikan kegiatan makannya. Dia menatap seseorang itu.
"Duduklah!" Indira menatap gadis yang baru di duduk di depannya.
"Aku Nina Melani. Maaf sebelumnya. Tadi, aku melihat kau berurusan dengan duo ratu. Sebaiknya kau menjauhi mereka."
Nina Melani adalah salah satu siswa yang mendapatkan beasiswa. Wajahnya cantik, kulitnya bersih. Namun dia memakai kacamata. Jadi, kecantikannya tertutup oleh kaca mata.
"Terimakasih sudah mengingatkan ku. Namaku Indira. Panggil saja Ira. Bagaimana kalau mulai sekarang kita berteman?" Indira tersenyum menatap gadis di depannya.
Nina mengangguk. Dia sangat senang mendapatkan teman. Karena tak ada yang mau berteman dengannya.
"Besok, kita bertemu di sini. Di jam yang sama. Aku harus ke kelas sekarang. Sebentar lagi, bel bunyi. Sampai jumpa besok, Nina." Indira menggeser kursi dan bergegas pergi.
Sebenarnya Indira malas untuk masuk ke kelas itu. Karena kelas itu tidak nyaman. Apalagi ada dua cowok yang tak jelas itu. Mau pindah kelas saja susah. Karena Joshua yang sok berkuasa itu bersikeras menaruh dirinya ke kelas khusus.
"Kelas khusus apaan. Yang ada kelas aneh," gumam Indira sambil berdiri menatap kelas tersebut.
Indira masuk ke kelas tersebut. Di tempat duduknya, sudah ada cowok killer tak jelas itu. Dan cowok gila kebersihan itu sedang berbicara dengan seorang gadis. Tunggu, gadis itu sepertinya dia kenal. Benar saja, gadis itu yang mendorongnya tadi waktu di kantin.
"Sayang, nanti aku ikut ke club ya?" rengek Keren pada Joe.
Joe hanya tersenyum saja. Sebenarnya, dia malas melihat tingkah Keren yang manja. Joe melirik Indira yang sedang berjalan menuju kursinya.
"Gadis kuman itu tak jera ternyata," batin Joe.
Keren merasa dirinya tidak direspon oleh Joe. Dia melihat wajah Joe yang sedang melirik seseorang. Ternyata, yang Joe lirik adalah gadis gelandangan itu.
"Bel sudah berbunyi, kembalilah ke kelas Keren," perintah Joe kepada Keren.
Keren mendengus kesal. Dia menyentuh tangan Joe. Joe terhentak kaget.
"Tenang sayang, aku sudah cuci tangan sebelum kesini." Keren menatap Joe sambil mengelus tangan Joe.
Indira menatap jengah melihat kedua sejoli itu. Dia langsung duduk dan menoleh ke arah si killer.
Antonio merasa ada yang menatapnya. Dia menoleh ke kanan sebentar. Namun, tiba-tiba dia menoleh ke kiri.
"Ada apa dengannya? Dasar aneh." Indira membatin sambil menatap si killer.
"Panggil nama ku Antonio. Untuk yang tadi sebenarnya aku tak sengaja." Antonio berucap tanpa menoleh ke arah Indira.
Indira mengangkat sebelah alisnya. Si killer yang katanya bernama Antonio itu memberitahu namanya. Tapi, cara perkenalannya sungguh aneh.
"Kau memperkenalkan dirimu sambil membuang muka. Kenapa tak menatapku?" Indira menyentuh pundak Antonio.
Antonio langsung membeku. Jantungnya memompa sangat keras. Seluruh wajahnya memanas.
"Hei, kau sakit?" Indira bertanya sambil menggeser kursi dan berjalan menuju sisi kiri Antonio.
"Aku tidak sakit." Antonio menjawab dengan memalingkan muka.
Indira duduk kembali di kursinya. Cowok di sampingnya ini benar-benar aneh. Namun tiba-tiba ada seseorang yang berteriak.
"Hai, Dilan kembali," teriak Dilan dengan penuh kesombongan dan berjalan menuju kursi kebesarannya.
Keren menatap jengah Dilan. Dia pamit kepada Joe dan kembali ke kelasnya. Sedangkan Indira hanya acuh saja.
Dilan kaget melihat gadis unik yang dia temui di taman tadi. Dilan pun menghampiri gadis itu.
"Wah, tak disangka kita bertemu lagi, dan kau sekelas denganku. Aku sangat senang." Dilan tersenyum kepada Indira.
"Cih! Aku tak senang bertemu denganmu."
Indira menggeser kursinya ke arah Antonio. Dia malas meladeni cowok tengil di depannya.
Antonio menghirup bunga lavender tersebut. Dia menoleh ke arah Indira. Indira sangat dekat dengannya.
"Kenapa harum sekali? Gadis ini mampu membuatku mabuk," batin Antonio sambil menatap Indira.
Joe berjalan ke arah bangku Antonio. Dia masih jengkel dengan Dilan. Karena taruhan kemarin dia kalah.
"Hai, playboy sok ganteng." Joe menyapa Dilan dengan nada dingin.
Dilan menoleh, kemudian menatap Indira. Dilan tak tertarik berdebat dengan Joe. Dia lebih tertarik dengan Indira.
"Jadilah pacarku. Semua kebutuhan mu akan ku penuhi." Joe berucap dan mendekat kearah Indira.
Indira ingin tertawa mendengar perkataan Dilan. Antonio dan Joe kaget mendengarnya.
Tiba-tiba, Joshua masuk dan menyapa semua siswa yang ada di kelas. Para siswa pun kembali ke tempat duduknya masing-masing.
"Sepertinya, siswi baru kita sudah dapat teman baru." Joshua memulai pembicaraannya dengan penuh semangat.
"Teman apanya. Baru satu hari saja. Aku sangat tersiksa." Indira membatin sambil menatap Joshua penuh kebencian.
Joshua memulai pelajarannya. Para siswi menatap kagum ke arah Joshua. Namun, beda dengan Indira. Dia hanya memalingkan muka ke arah jendela.
Antonio melirik sekilas ke arah Skylova. Dia pun menoleh. Indira pun tersenyum melihat Antonio yang menoleh kepadanya.
"Senyumnya manis seperti madu." Antonio membatin sambil ikut tersenyum.
Jo mengangkat alis sebelah kanannya. Dia menatap Antonio yang sedang tersenyum ke arah gadis kuman itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa dia tersenyum kepada gadis kuman itu?" Joe bergumam lirih.
Joe melempar kertas ke arah Antonio. Tapi, yang kena adalah Indira. Indira langsung menoleh dengan tatapan tajam. Mereka memakai bahasa isyarat.
"Apa yang kau lakukan?" Indira bertanya sambil miring ke kanan.
"Gadis kuman, pergi! Aku tak ada urusan denganmu." Joe memerintah Indira dengan tatapan tajam.
"Cowok gila kebersihan sepertimu menyuruhku pergi. Oho! Mimpi sana!" Indira menjulurkan lidahnya ke arah Joe.
Joshua melihat keduanya dari jauh. Sejak pelajaran tadi, Joshua diam-diam mengamati mereka berdua.
Joshua menghampiri Indira dan Joe yang sedang berdebat. Langkah kaki yang pelan membuat keduanya tak sadar jika tengah di dekati. Tiba-tiba saja, Joshua sudah berdiri diantara mereka.
"Di kelasku, tidak boleh ada yang berbicara. Meski dengan menggunakan bahasa isyarat sekalipun." Joshua berkata dengan penuh penekanan. Agar Indira dan Joe berhenti.
Indira menatap tajam Joshua. Sedangkan Joe malah acuh. Joshua menghela napas kasar. Tak lama kemudian bel tanda pulang berbunyi.
"Oke pelajarannya saya tutup sampai disini dulu. Besok, kita langsung praktek." Joshua berjalan ke depan kelas. "Dan untuk kalian berdua, jangan pulang terlebih dahulu." Joe berucap dengan nada keras dan menunjuk keduanya.
Dilan menatap Joe penuh kebencian. Pasti ini salah satu rencana Joe untuk mendekati gadis unik itu.
Semua siswa keluar ruangan, kecuali Indira dan Joe. Joshua menyuruh keduanya untuk maju ke depan.
"Kalian akan mendapat hukuman. Kau Joe, berbakat di bidang piano. Sedangkan kau Indira, berbakat di bidang Biola. Jadi kalian harus berkolaborasi besuk." Joe berucap sambil melipat tangannya.
Indira tak mau main biola lagi. Bahkan menyentuhnya. Sejak lima tahun lalu, Indira memutuskan berhenti bermain biola. Dia tak mau kejadian itu terulang lagi. Kejadian dimana dia harus kehilangan sahabat baiknya yaitu Evelin Juana.
Evelin Juana adalah teman masa kecil Indira. Evelin meninggal gara-gara menyelamatkan biola Indira yang sedang di rebut oleh para preman. Salah satu preman menikam jantung Evelin. Seketika, Evelin meninggal di tempat. Semenjak itu dia tak pernah lagi menyentuh biolanya. Jika dia menyentuhnya, maka kilasan ingatan itu kembali. Indira sangat merasa bersalah atas kematian Evelin.