Chapter 6 - Episode 5

Indira menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Joshua seenaknya saja membuat keputusan untuknya. Joshua melihat tingkah Indira yang begitu lucu. Sedangkan Joe menatap Indira penuh keheranan.

"Aku tak mau bermain biola lagi. Terlebih lagi dengan gila kebersihan seperti dirinya." Indira berucap sambil melirik Joe.

Joe juga tak sudi berkolaborasi dengan gadis kuman di depannya. Kalau bisa dia akan menolak keras. Tapi dia tak bisa. Karena ini permintaan kepala sekolah.

"Jo, jika kau memaksaku. Aku akan membalasmu berkali-kali lipat." Indira menunjuk Joshua dengan tatapan tajam.

Joe kaget mendengar perkataan Indira. Indira sungguh tak sopan kepada kepala sekolah. Indira berani memanggil Kepala Sekolah dengan namanya.

"Ra, kau harus move on. Ingat kalau kau di sini adalah tanggung jawabku."

Indira sangat kesal. Joshua mulai mengaturnya. Dia menendang betis Joshua.

"Mati sana! Kau sendiri saja yang memainkan biola itu. Aku tak sudi." Indira langsung pergi begitu saja.

Joshua mengaduh kesakitan. Sungguh tendangan Indira sangat kuat. Joe melongo melihat tingkah Indira.

"Kau harus membujuk Indira. Itu adalah tugas untukmu." Joshua keluar kelas dengan menyeret salah satu kakinya.

Joe membujuk gadis kuman itu. Tidak! Batinnya berteriak meronta-ronta. Dia tak mau berurusan dengan kuman tak jelas itu. Pasti tubuhnya akan terkontaminasi berbagai jenis bakteri. Memikirkannya saja membuat Joe bergidik ngeri.

Sedangkan Indira bergumam tak jelas di sepanjang koridor sekolah yang dia lewati.

"Aku harus menggagalkan rencana Joe. Yang benar saja, dia mau mengaturku seenaknya."

Tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di samping Indira.

"Hai, Cantik. Pulanglah denganku. Aku akan mengantarmu.

Orang itu adalah Dilan. Dilan melancarkan aksinya untuk menggoda Indira. Indira pun berhenti. Dia menatap Dilan dan tersenyum.

"Senyum yang manis," batin Dilan.

Indira jengah dengan sikap Dilan. Indira menyenggol bahu Dilan dengan kasar, sampai tersungkur ke lantai.

"Ops, aku menyenggolmu. Apakah sakit?" Indira bertanya dengan manja.

Dilan mengangguk. Dia masih terpesona dengan senyuman Indira.

"Aku sengaja, rasakan itu!" Indira langsung pergi meninggalkan Dilan, namun tiba-tiba dia berhenti dan menoleh. Indira mengangkat jempol kanannya terbalik dan menjulurkan lidahnya. Kemudian dia pergi meninggalkan Dilan yang masih tersungkur di lantai.

"Sial! Aku di bodohi. Gadis itu benar-benar tak bisa di tebak."

Dilan berdiri sambil menatap kepergian Indira. Dia harus mendapatkan Indira. Gadis unik dengan senyum mempesona.

Disisi lain, Antonio sedang duduk di taman belakang sekolah. Dia masih bingung dengan sikapnya terhadap Indira. Antonio menyentuh dadanya. Bunyi jantungnya semakin berdetak saat dia memikirkan gadis harum bernama Indira.

"Sepertinya, ada yang salah denganku."

Dari kejauhan, Antonio melihat Indira yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah.

Deg Deg Deg

Jantung Antonio semakin menggila. Wajahnya memerah seketika. Aliran darah Antonio seperti mengalir cepat, sampai darahnya mendidih.

Bom

Kepala Antonio seperti mengeluarkan asap. Antonio berbalik arah dan memegang jantungnya yang masih berdetak tak karuan.

"Aku kepanasan. Aneh sekali, kenapa wajahku jadi panas seperti ini? Sepertinya, aku harus pergi ke dokter."

Antonio langsung bergegas pergi ke dokter. Joe melihat Antonio pergi. Dia berteriak memanggil Antonio. Namun, Antonio tak mendengar teriakan Joe.

"Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba saja pergi? Sial, dia meninggalkan ku. Mau tak mau aku harus jalan kaki."

Jarak antara sekolah dan rumah Joe begitu dengan. Joe tinggal di kawasan elit. Kawasannya satu komplek dengan Dilan dan juga Indira. Bahkan mereka bertetangga.

Joe sangat tidak suka berjalan kaki di siang hari. Banyak debu dan juga kuman yang menempel di mana-mana. Joe bergidik jijik melihat sekeliling jalan yang dia telusuri. Karena tidak tahan, Joe menyemprotkan dirinya dengan anti bakteri yang selalu dia bawa.

Dari kejauhan Joe melihat Indira yang tengah berjalan. Joe tersenyum devil. Ini kesempatan dia untuk balas dendam. Joe melihat batu yang ada di tanah. Dia mengambilnya dengan menggunakan tisu. Kemudian di melemparnya ke arah Indira.

Tuk

"Au, sakit sekali. Siapa yang melemparkan batu ke arahku?" Indira berbalik arah dan mengambil batu tersebut.

Joe membuang muka ke kiri. Dia pura-pura tidak tahu.

"Hai, kau kan yang melempar batu ini kepadaku? Dasar gila kebersihan!" ucap Indira sambil berkacak pinggang.

Joe tidak merespon. Dia tetap berjalan menuju kearah Indira dan melewatinya begitu saja.

"Kau tuli ya! Atau jangan-jangan telingamu kemasukan bakteri, sehingga kau jadi tuli. Kasihan, sudah gila kebersihan, tuli lagi."

Joe mengepalkan tangannya. Gadis kuman di belakangnya sungguh menyebalkan. Dia berbalik arah menatap Indira.

"Gadis kuman menyebalkan. Seharusnya kau pergi dari sini."

Tiba-tiba, ada mobil yang berhenti di dekat Indira. Indira menoleh dan tersenyum.

"Masuk!" perintah Sultan

Indira bergegas masuk mobil. Kemudian Sultan menjalankan mobilnya. Dia berhenti di dekat Joe. Sultan keluar mobil. Joe kaget melihat Sultan.

"Jadi, ini pacar gadis kuman itu. Tampangnya lumayan juga," batin Joe.

"Masuklah. Aku akan mengantarmu. Lagi pula kita bertetangga."

"Kak, Cepet dong! Lapar nih!" teriak Indira sambil membuka kaca mobil.

Joe kaget mendengar perkataan Indira. Ternyata, pria di depannya adalah kakak Indira. Dan yang lebih parah lagi mereka bertetangga.

Joe tak punya pilihan selain dia ikut menumpang. Lagi pula dia tak rugi. Hemat energi dan juga terhindar dari kuman.

Joe langsung mengangguk dan masuk ke mobil. Namun sebelum duduk dia menyemprotkan anti bakteri ke kursi mobil.

Indira mendengus kesal. Kenapa juga sang kakak mengajak gila kebersihan ini pulang bareng? Sungguh menyebalkan.

Sultan langsung masuk mobil. Dia melajukan mobilnya perlahan. Tak lama kemudian dia sampai di depan rumahnya.

Joe keheranan. Kenapa mobil ini tidak berhenti di depan rumahnya? Tapi malah berhenti di depan rumah gadis kuman itu.

"Turunlah! Masuklah terlebih dahulu. Mama ku ingin bertemu denganmu."

Indira melongo. Sejak kapan mamanya kenal dengan Joe? Kenapa juga kakaknya tak bilang?.

Joe hanya menuruti kemauan Sultan. Dia keluar mobil dan masuk ke dalam rumah Indira.

"Kak, mama masak mau ketemu si gila kebersihan. Kok bisa sih!"

"Bisa lah! Wong mama dia pesan berlian ke mama kita," ucap Sultan sambil masuk rumah.

Indira berlari kecil mengikuti Sultan dari belakang. Dia langsung pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Seperti biasa Indira memakai celana kolor selutut dan kaos oblong. Rambutnya dia gulung dengan menggunakan tusuk rambut.

Indira berjalan menuruni tangga. Dia melihat mamanya berbincang dengan Joe.

"Ma, laper. Masak apa?" ucap Indira tanpa menghiraukan Joe.

"Ira, jaga kesopananmu. Mama ada tamu."

"Aku nggak lihat tuh."

Joe menoleh ke arah Indira. Sejenak Joe terpesona melihat Indira menggulung rambutnya. Wajahnya jadi kelihatan cantik. Joe sampai melongo di buatnya.

"Apa lihat-lihat?" Indira berkata dengan nada dingin.

"Ira, Apa kamu tidak mendengar perkataan mama?" tanya Sinta dengan penuh penekanan.

"Habisnya, dia lihat aku sampai segitunya ma!"

Indira duduk dengan kasar disofa. Dia menaikkan kedua kakinya dan memainkan ponselnya.

Sinta hanya menggeleng melihat tingkah Indira.

"Maafkan anak tante ya, Joe. Dia memang seperti itu. Sulit diatur," ucap Sinta sambil menyerahkan kotak perhiasan yang di pesan oleh mama Joe.

Joe hanya mengangguk. Sesekali dia melirik Indira yang tengah asik dengan ponselnya. Penampilan Indira sangat tidak sesuai denganĀ  Mama Indira. Mama Indira sangat elegan, sedangkan Indira seperti gadis kampung.