Chapter 9 - Episode 8

Indira mendorong kasar tubuh Joe. Dia tidak tahan kalau berdekatan dengan Joe.

"Kau merusak hari bahagiaku," ucap Indira sambil menyenggol bahu Joe.

Joe melongo di buatnya. Baru kali ini dia merasakan hal seperti ini kepada seorang gadis.

Antonio mencari keberadaan Joe di ruangan praktek musik. Tapi, Antonio tidak menemukan Joe. Dia juga mencari Indira. Antonio mengedarkan seluruh pandangannya ke dalam ruangan itu. Namun nihil, sosok Indira dan Joe tidak ada.

Sementara itu, Dilan menuju ruang praktek musik. Dia melihat Joe yang masih mematung di koridor jalan menuju ruang musik.

"Kau sedang apa? Jangan bilang kalau kau gila."

Joe hanya diam saja. Dia masih terbayang sosok Indira.

"Sial, dia mengabaikanku."

Dilan menepuk pelan pipi Joe. Joe pun tersentak kaget.

"Akhirnya, kau sadar juga. Aku pikir kau gila."

"Diamlah! Jangan mengusikku. Pergi sana!" ucap Joe sambil mengelap pipinya dengan tisu anti bakteria dan berjalan menuju ruang musik.

Dilan hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Joe yang kelewat aneh.

"Dasar aneh. Aku baru melihat ada orang yang gila kebersihan seperti dia," gumam Dilan mengikuti Joe dari belakang.

--------

Indira masuk ke ruangan dengan wajah masam. Dia benci kalau harus memainkan biola. Biola adalah momok yang harus dihindarinya.

Antonio lega melihat Indira sudah masuk ruangan. Sekarang giliran Joe yang belum masuk. Antonio berencana mencari Joe. Namun, Joe sudah muncul di ambang pintu.

"Kau dari mana saja? Untung Sir Joshua tak sadar kalau kau terlambat."

"Aku baru saja menangkap tikus yang mau melarikan diri," ucap Joe melirik Indira.

Joshua menatap semua siswanya. Dia mengabsen satu persatu siswa. Dia bernafas lega. Ternyata, tidak ada siswa yang kabur.

"Oke. Sekarang pegang alat musik masing-masing," perintah Joshua kepada semua siswa.

Para siswa kelas khusus memegang musik yang menjadi keahlian mereka. Tapi tidak dengan Indira. Joshua menghela nafas kasar. Dia menghampiri Indira dan membawa biola untuk diberikan kepada Indira.

"Ini untukmu. Ambillah!"

Joshua memberikan biola itu kepada Indira. Namun Indira hanya diam saja. Dia tidak mau menerima biola itu.

"Tanganku bisa capek kalau kau tak mengambilnya."

Indira malah mundur satu langkah. Dia tidak mau mengambil biola itu. Tangannya bergetar hebat. Indira menyembunyikan tangannya yang bergetar di belakang badannya.

Joshua bingung dengan Indira. Dia kemudian maju satu langkah lagi untuk menepis jarak mereka.

"Kau harus mengambil biola ini."

Indira menggeleng. Dia bersumpah jika Joshua tetap memaksanya, maka dia akan membalasnya berkali lipat.

Para siswa melihat ke arah Joshua dan Indira. Mereka hanya melihat sekilas. Kemudian mereka melanjutkan kembali aktivitas mereka. Tapi tidak dengan Antonio dan Joe. Antonio menatap Indira penuh selidik. Dia tahu kalau Indira sedang menahan ketakutannya. Sedangkan Joe, masih kalut dengan perasaannya saat berdekataan dengan Indira.

Antonio tidak tahan melihat Indira dilanda gelisah. Dia langsung menghampiri Joshua dan Indira.

"Sir Joshua. sepertinya, Indira kurang menyukai biola."

Joshua menoleh ke arah Antonio. Kemudian dia kembali menatap Indira.

"Apa kau tidak menyukai biola?"

Indira mengangguk tanda menyetujui. Akhirnya, dirinya selamat dari biola itu. Indira menatap Antonio dengan penuh terimakasih. Ketika dilanda kecemasan. Indira cenderung diam. Mulutnya terkunci rapat dan tidak mau bicara. Hal ini sebenarnya bukan kemauan Indira.

Joshua kemudian meletakkan kembali biola tersebut ke tempatnya. Dia mendatangi Joe yang masih diam di tempat.

"Apa kau sudah membujuknya tadi?" ucap Joshua sambil melipat tangannya.

Tidak ada jawaban.

"Hei, Joe! Kenapa diam?"

Joe tersentak kaget. Dia menatap Joshua yang sudah di depan matanya.

"Maaf Sir."

"Kau melamun."

Joe mengangguk. Dia tidak mau berbohong kepada Joshua. Karena pasti Joshua akan tahu.

Joshua bertepuk tangan tanda latihan sudah selesai. Dia meminta Joe untuk menutup agenda latihan. Joe maju dan memainkan piano.

Semua siswa bertepuk ketika permainan piano Joe selesai. Permainan Joe sangat bagus. Bahkan ada yang meneteskan air mata saat alunan piano dibunyikan.

Joshua mengakhiri kelasnya hari ini. Dia memberi pengumuman agar nanti selesai istirahat para siswa kembali ke ruangan ini.

Para siswa pun bubar setelah mendengar perkataan Joshua. Mereka menuju kelasnya.

Indira masih berada di ruangan itu. Dia menatap nanar biola yang ada di almari khusus biola. Berbagai biola ada disana. Semua biola yang ada di sana persis dengan biola milik Indira yang dia jual.

Joshua menghampiri Indira. Dia ingin tahu, kenapa Indira menolak bermain biola?

"Aku tahu kau menyukainya. Tapi kenapa kau menolaknya?"

Indira menatap Joshua dengan tatapan tajam.

"Karena aku membencinya," ucap Indira dan pergi begitu saja.

Joshua menatap kepergian Indira sampai tubuhnya benar-benar menghilang.

Indira berjalan cepat menuju kelasnya. Dia tidak mau berlama-lama di ruangan itu. Sampai di kelas, tidak ada seorang pun disana. Dia bergegas masuk dan mengambil laptop miliknya. Kemudian menuju kantin untuk bertemu Nina.

Nina menunggu Indira di tempat kemarin. Dia menunggu dengan cemas. Kecemasannya menghilang saat dia melihat Indira dari jauh. Nina kagum melihat penampilan Indira.

"Kau sudah lama?" tanya Indira sambil duduk di kursi.

"Ternyata kau sangat cantik. Aku tak percaya ini. Lihat! Semua yang ada di sini memperhatikanmu."

Indira menatap semua siswa yang ada di kantin. Dia kemudian kembali menatap nina.

"Abaikan mereka. Jadi, Oh astaga…! Ada apa dengan warna bajumu itu?" tanya Indira.

Nina menunduk. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Indira. Indira menghela nafas panjang. Sepertinya, orang yang sedang melakukan aksi pembulian sudah keterlaluan.

Indira bergegas membuka laptopnya. Dia memainkan kesepuluh jarinya untuk mencari informasi  yang ada di sekolah ini. Termasuk sisi CCTV yang sudah dihapus. dia pulihkan kembali.

"Kau tak bilang kalau kau korban bulian."

Nina kembali menatap Indira. Dia ingin jujur tapi tidak bisa. Karena dia melihat Keren dan Anita menatap tajam ke arahnya.

"Aku takut."

"Mereka harus di beri pelajaran."

Indira meretas semua TV yang ada di sekolah. Dia memasukkan semua video ke dalam TV tersebut.

Boom

Semua orang yang melihatnya kaget. Para siswa langsung menatap ke arah Keren dan Anita. Mereka tidak menyangka kalau Keren dan Anita adalah dalang di balik pembulian para siswa beasiswa.

Keren dan Anita malu. Mereka langsung pergi begitu saja. Mereka harus mencari tahu siapa yang menyebarkan video itu.

Inilah buah yang kalian petik dari pohon yang kalian tanam, batin Indira.

Indira tersenyum penuh kemenangan. Dia kemudian mematikan laptopnya. Sedangkan nina masih melongo melihat video yang ada di TV kantin.

"Bagaimana bisa ada video itu disana? Aku tak percaya."

"Seharusnya kau senang jika ada yang membantumu."

"Iya...tapi aku yakin mereka berdua tak akan tinggal diam."

"Jangan pikirkan itu. Makanlah dengan tenang. Aku pergi dulu. Ini nomorku." Indira memberikan kertas yang berisi nomor ponselnya kepada nina.

-------

Joshua terkejut melihat video yang selama ini dia cari tersebar begitu saja di semua TV sekolah. Dia ingin tahu siapa yang melakukan hal ini. Dia pun berpikir keras dan menyebutkan satu nama.

"Indira."

Brak

Indira membuka pintu ruangan Joshua dengan kasar. Hari ini, dia harus memberi perhitungan kepada Joshua.

"Kau sengaja memberikan biola itu kepadakukan, Jo," ucap Indira sambil berkacak pinggang

Joshua menatap Indira. Dia fokus kepada laptop yang ada di tangan Indira.

"Kau meretas video sekolah."

Indira hanya diam. Dia tidak mau mengakui apa yang dikatakan Joshua. Joshua menghampiri Indira. Dia menepis jaraknya kepada Indira.

"Sepertinya kau mengkhawatirkanku. Buktinya kau melakukannya pasti untukku."

Ha Ha Ha

Indira tertawa mendengar perkataan Joshua.

"Dasar PD akut," ucap Indira