Chapter 7 - Episode 6

Joe masuk ke dalam rumahnya. Dia berjalan gontai menuju ruang tamu. Disana, dia sudah melihat Antonio yang sedang duduk bermain ponsel. Joe meminta salah satu pelayannya untuk membersihkan sofa yang akan dia duduki. Setelah bersih, Joe baru duduk. Dia mengeluarkan penyemprot bakteri kepada pelayannya untuk mengisi ulang.

Hari ini, sangat melelahkan bagi Joe. Dia melihat Antonio masih berkutat dengan ponsel miliknya.

"Kenapa kau meninggalkanku?"

Antonio meletakkan ponselnya diatas meja. Dia menatap Joe. Kemudian, dia memberikan tisu basah kepada Joe.

"Tisu ini sudah ada anti bakteri. Kau bisa memakainya nanti ketika mau duduk atau mengambil sesuatu."

"Kau memang mengerti diriku,  Anton."

Antonio tersenyum, dia kemudian mengambil ponselnya kembali.

"Kau tahu, gadis kuman menyebalkan itu adalah tetangga baru kita. Rumahnya pas berhadapan dengan rumah kita," ucap Joe sambil mengeluarkan kotak berlian milik ibunya.

Antonio bingung mendengar perkataan Joe. Siapa gadis kuman yang dimaksud oleh Joe? Jangan-jangan Indira.

"Aku lupa namanya. Apa Indira ya namanya?"

Antonio melotot kaget. Ponselnya jatuh ke tanah. Tangannya gemetar. Jantungnya kembali memompa keras. Sewaktu Antonio periksa ke dokter tadi, dokter bilang Antonio tidak sakit. Melainkan sedang jatuh cinta. Sang dokter malah tertawa ketika Antonio menceritakan semua yang dirasakan. Berkali-kali dia menepis perasaan itu, namun gagal.

"Tidak mungkin aku jatuh cinta padanya," gumam Antonio lirih.

Joe heran melihat tingkah Antonio. Antonio seperti bicara sendiri di depan Joe. Dia yakin Antonio sedang banyak pikiran.

"Jika kau sakit, lebih baik istirahatlah. Aku akan mandi dulu. Dan ambil ponselmu yang jatuh. Jangan melongo!" ucap Joe sambil berdiri mengambil kotak berlian dan meninggalkan Antonio yang masih kalut dengan pikirannya.

Antonio langsung berdiri begitu saja. Dia ingin membuktikan kalau perkataan dokter tadi salah. Dia akan pergi ke rumah Indira.

Sementara itu, Indira sedang berada di taman depan rumah miliknya. Dia sedang menggunakan komputer miliknya untuk meretas data sekolah.

"Pantas saja mereka sangat sombong. Mentang-mentang anak anggota dewan."

Sultan menghampiri Indira yang sedang duduk di bangku taman. Sultan langsung duduk di samping Indira.

"Ira...Kau sedang apa?" tanya Sultan.

"Jangan menggangguku. Aku sibuk kak," balas Indira dengan mengerucutkan bibirnya.

Tiba-tiba, Indira menutup laptop miliknya. Dia berdiri dan menatap Sultan dengan tatapan tajam.

"Kak... Kau sengaja memasukkanku ke sekolah itukan," ucap Indira sambil berkacak pinggang.

Sultan hanya diam. Lagi pula itu permintaan Joshua kepadanya. Dia tak bisa menolak permintaan Joshua begitu saja.

"Pokoknya, aku mau pindah."

Indira memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Tidak bisa gitu dong Ra, Kan datamu sudah masuk di sana. Dan terlebih lagi, kau masuk ke kelas khusus."

"Kelas khusus apaan. Yang ada kelas aneh," sambung Indira.

Sultan menghela nafas kasar. Sepertinya, dia harus memberitahu Indira mengenai kesulitan Joshua.

"Bantu Joshua, Ra. Dia butuh bantuanmu. Selama dia menjabat sudah ratusan siswa yang dapat beasiswa keluar tanpa alasan. Aku yakin kau bisa membantunya."

"Ogah!" ucap Indira sinis.

Sultan memijat pelipisnya tanda frustasi. Indira memang sulit untuk di bujuk.

Antonio melihat Indira dari halaman rumahnya. Dia mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Indira. Karena Antonio melihat Indira sedang berada di taman rumahnya. Dia menatap semua gerak gerik Indira. Kadang Antonio tersenyum melihat tingkah Indira. Jantungnya pun kembali memompa keras. Wajah Antonio langsung memerah. Dia berbalik arah untuk menetralkan jantungnya.

"Aku memang menyukainya."

Antonio langsung pergi menuju kamarnya untuk istirahat. Dia merebahkan dirinya di ranjang. Antonio menatap langit kamarnya. Terbayang wajah Indira yang tersenyum padanya.

"Apa aku sudah gila?" ucap Antonio sambil mengacak rambutnya.

------

Malam sudah tiba, Antonio dan Joe berjalan melewati lorong khusus menuju ruang kebesaran Joe.

"Apa semua berjalan lancar?"

"Keren menghubungiku. Dia bilang menunggumu di ruangan."

Joe sudah sangat lelah melihat tingkah Keren yang terlalu manja. Sepertinya, hubungan dia dan Keren harus diakhiri.

"Anton, kau bisa panggilkan Dewi untuk menemaniku. Suruh dia mencuci tangannya bersih."

Antonio mengangguk. Dia langsung bergegas pergi mencari Dewi. Dewi adalah salah satu pacar Joe. Dewi tahu kalau Joe adalah seorang Playboy. Joe membuka pintunya. Disana dia sudah melihat Keren. Keren langsung menghampiri Joe dan memeluknya. Joe langsung saja mendorong Keren.

"Sayang... Jangan mendorongku," ucap Keren manja.

Joe hanya diam. Dia langsung duduk di sofa. Keren menghampiri Joe. Tak lama kemudian, Dewi masuk. Dewi sangat senang ketika Joe memanggilnya.

"Joe sayang," sapa Dewi.

Joe tersenyum ke arah Dewi. Dia menghampiri Dewi dan memegang tangan Dewi. Dewi tersenyum penuh kemenangan sambil menatap tajam Keren.

Keren mengepalkan tangannya kuat. Dia sangat marah melihat Joe berpegangan dengan gadis lain.

"Joe, Dia siapa? Jangan bilang kau pacarnya."

Joe memalingkan muka. Dia tak mau menjawab pertanyaan Keren.

"Kau selingkuh di belakangku?" tanya Keren dengan nada penuh emosi.

"Seperti yang kau lihat, jadi pergilah! Aku tak ingin kau disini."

Dewi sangat senang sekali mendengar perkataan Joe. Itu artinya Joe hanya miliknya. Dewi memeluk mesra tubuh Joe. Joe memekik kaget. Ingin rasanya dia melempar Dewi karena berani bertindak di luar keinginannya.

Keren sakit hati. Dia meneteskan air mata dan meninggalkan Joe begitu saja.

"Lihat saja. Aku pasti membalasnya," ucap Keren.

Setelah Keren pergi, Joe mendorong kasar tubuh Dewi. Hingga Dewi tersungkur di lantai.

"PERGI!" teriak Joe menggema di seluruh ruangan.

Joe langsung mengeluarkan alat semprot anti bakteri dan menyemprotnya ke bagian yang telah dipegang dewi.

"Apa kau tuli? Kenapa tak pergi?"

Dewi langsung berdiri dan pergi meninggalkan Joe. Dia meneteskan air matanya.

"Sial...! Aku benci ini." Joe melepas bajunya dan melemparnya begitu saja. Joe memilih telanjang dada.

Dilan tiba-tiba masuk ke ruangan Joe. Dia tersenyum melihat tingkah Joe.

"Hai rivalku. Sepertinya, harimu buruk sampai kau membuang bajumu."

Joe menoleh. Dia tak ingin berdebat dengan Dilan.

"Apa maumu?" tanya Joe.

Dilan tersenyum mendengar perkataan Joe. Dilan kemudian duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya.

"Aku ingin kita taruhan lagi. Jika aku kalah 50% saham di perusahaan ku menjadi milikmu. Tapi, jika aku menang kelab ini menjadi milikku."

Antonio yang baru datang kaget mendengar perkataan itu. J Club adalah segalanya bagi Antonio dan Joe. Mana mungkin Joe akan mempertaruhkan nya.

"Apa taruhannya?"

"Mudah. Buat Indira jadi kekasihmu."

Jeder

Deg

Joe dan Antonio melotot kaget mendengar perkataan Dilan. Menjadikan Indira kekasihnya adalah hal yang mustahil. Dia tak mau berurusan dengan Indira.

Sedangkan Antonio, mengepalkan kedua tangannya erat. Dia tak akan membiarkan Dilan menjadikan Indira sebagai bahan taruhan.

"Kau takut. Kenapa tak langsung menjawab?"

Joe berpikir keras. Tawaran Dilan sungguh menggiurkan. Dengan 50% saham dari perusahaan Dilan. Joe mampu mengembangkan bisnisnya dengan cepat.

"Aku setuju," ucap Joe

Dilan tersenyum senang mendengar jawaban Joe. Tapi, tidak dengan Antonio.

Dilan langsung berdiri meninggalkan Antonio dan Joe. Lagi pula, urusannya sudah selesai.

"Waktunya sebulan dari sekarang, Joe," ucap Dilan sambil pergi.

Antonio menatap tajam Joe. Dia sangat kecewa kepada Joe yang mengambil keputusan sepihak.

"Kenapa kau tak berunding dulu denganku?" tanya Antonio.

"Tawaran Dilan sangat menggiurkan. Lagi pula, kita harus mengembangkan bisnis kita."

"Tapi tidak dengan Indira. Aku tidak setuju."

"Biasanya kau hanya diam aku taruhan dengan Dilan. Tapi, kenapa sekarang kau tak setuju? Ada apa denganmu Anton?"

Antonio hanya diam. Dia tak bisa menjawab pertanyaan Joe. Sepertinya, Antonio harus memberitahu Indira. Jika dia akan dijadikan bahan taruhan. Kalau Indira tahu pasti taruhan itu otomatis batal.