Dari hari Senin sampai sekarang sudah hari Jumat, William terus menjemput Teesha untuk berangkat sekolah bersama-sama dan mengantar gadis itu di waktu pulang sekolah. Pria itu bahkan terus berada di sekitar Teesha saat jam istirahat maupun jam kosong, seperti tidak membiarkan Teesha berinteraksi dengan pria lain meskipun itu adalah Devian ataupun Daniel. Bukan tanpa alasan, William hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Teesha sebelum ia pergi dan entah kapan akan kembali.
Sebenarnya Teesha juga sedikit aneh dengan sikap William yang seperti ini tetapi ia tidak terlalu ambil pusing karena memang pria dingin itu selalu bersikap absurd belakangan ini.
"Hai, Teesha." Sapa Rey yang baru saja datang ke ruang OSIS. Kehadiran pria itu sempat membuat para anggota OSIS yang lain melirik ke arahnya sebelum akhirnya kembali pada kesibukannya masing-masing.
Teesha memandang Rey dan tersenyum ke arahnya saat pria itu mengambil tempat duduk disamping Teesha. Mereka membicarakan hal-hal ringan seperti pelajaran sekolah dan juga cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini.
Sementara itu, William yang duduk di kursi kebesarannya di ruang rapat OSIS hanya melirik mereka sebentar dan kembali fokus pada game di ponselnya.
"Hari ini jadi pergi kan?" Pertanyaan Rey membuat William menghentikan pergerakan jari di atas layar ponselnya, mengakibatkan karakter yang sedang ia mainkan dalam game mati begitu saja. Begitu pula dengan Teesha, gadis itu melotot pada Rey dan mengisyaratkan untuk tidak membahas hal itu sekarang.
Rey yang mengerti akan kode dari Teesha hanya mengangguk dan tidak membahas hal itu lagi. Sementara William yang sudah tidak fokus membiarkan karakter dalam game nya away from keyboard atau tidak memainkannya kembali yang mengakibatkan tim nya kesusahan.
Rey melirik William sekilas. Pria itu terlihat sedang fokus bermain game tetapi ia tahu jika William tidak sedang benar-benar fokus akibat perkataannya tadi. Lihat saja wajahnya yang berubah kesal itu.
Teesha memang mengajak Rey untuk pergi ke suatu tempat sepulang sekolah nanti. Ia bilang ingin memberikan jawaban atas pernyataan Rey yang sudah lama itu. Dan Rey akhirnya harus menyiapkan hatinya untuk menerima apapun jawaban dari Teesha nanti.
Teesha memang berniat untuk memperjelas semuanya hari ini sebelum ia kehilangan dua-duanya dan tidak mendapatkan apapun.
Awalnya semua berjalan seperti apa yang ia harapkan, tetapi Rey malah bertanya hal itu di hadapan William. Bukan apa-apa, hanya saja pasti semakin tidak mudah untuk menjauh dari pria dingin itu sekarang karena belakangan ini William selalu mengikutinya kemana pun ia pergi. Kecuali ke toilet tentunya.
Teesha mengeluarkan ponselnya, mengetuk ikon whatsapp dan mencari grup dengan nama 'Rahasia Tuhan' di ponselnya yang hanya berisi dirinya, Devian, dan juga Divinia.
Ting!
Baik Devian maupun Divinia yang sedang duduk di pojok ruangan melirik Teesha sekilas sebelum mereka membuka pesan dari temannya itu.
Teesha : Guys, aku butuh bantuan (emot menangis)
Devian : Apa?
Teesha mengetikan sesuatu di layar ponselnya sambil mencuri pandang ke arah dua sahabatnya.
Teesha : Bisa kalian alihkan perhatian William pulang sekolah nanti? Aku harus pergi sama Rey, ada hal yang harus aku selesaikan.
Divinia : Oh? Apa ini waktunya?
Teesha : Iya (emot senyum)
Devian : Oke. Aku coba alihkan perhatian William sepulang nanti. Semoga berhasil Teesha (emot cium)
.
.
Bel pulang baru saja berbunyi dan Teesha langsung berlari keluar kelas saat sang guru masih berada di dalam kelas. Ia beralasan sudah tidak tahan ingin buang air kecil dan guru pelajaran sejarah itu hanya mengangguk maklum.
Sesuai dengan rencana, Teesha pergi bersembunyi di toilet perempuan lantai satu, dekat dengan pintu keluar gedung sekolah agar ia bisa cepat saat Rey sudah di depan. Sambil berlari menuju toilet, Teesha berusaha menghubungi Rey. Pria itu tidak juga mengangkat telpon nya, dan Teesha pastikan bahwa guru yang mengajar di kelas Rey masih belum keluar.
Pada akhirnya ia mengirim pesan kepada pria ash brown itu yang mengatakan jika mereka harus segera pergi dan Teesha sudah menunggu di pintu keluar.
Sementara itu, Devian yang sedang merapikan alat tulisnya segera beranjak dari bangku ketika ia melihat William yang sudah bersiap keluar dari kelas.
Saatnya menjalankan misi cinta untuk sahabatnya.
"William!" Pria dingin itu sedikit terkejut ketika tiba-tiba Devian merangkulnya dengan sangat keras, "Ada acara hari ini? Kami mau futsal, kamu ikut?"
William menepis tangan Devian, "Aku sibuk." Ia kemudian melangkah menuju pintu keluar tetapi dengan cepat Devian berdiri di hadapan William untuk menghalangi jalan pria itu.
"Kita masih kekurangan orang, Wil." Kata Devian berusaha mengulur waktu agar Teesha bisa segera pergi bersama Rey. Tetapi yang membuat Devian kesal adalah Rey yang masih santai mengobrol dengan teman-temannya bukannya cepat pergi.
William memandang Devian malas, "Cari orang lain. Aku sibuk."
Bungsu keluarga Jaya itu sedikit mendorong Devian agar tidak menghalangi jalannya. Tidak kah alien bumi itu tahu ada yang lebih penting dari futsal sekarang? Ia harus segera bertemu dengan Teesha dan segera membawa gadis itu pulang sebelum Teesha pergi bersama Rey. William masih harus memastikan sesuatu pada Teesha. Ia tidak akan membiarkan Teesha bersama Rey. Ia tidak ingin kalah sampai akhir.
Dan tidak kah kau tahu, Wil? Devian juga sedang menjalankan misi penting yaitu menjauhkan mu dari Teesha agar Teesha bisa pergi berdua dengan Rey tanpa gangguan mu.
Meskipun sudah berjalan dengan cukup cepat menuju kelas Teesha, tetapi yang ia temukan hanya tas milik gadis karamel itu tanpa adanya sang pemilik. Dan tanpa basa-basi lagi William langsung keluar dari kelas Teesha dan bergegas untuk mencari si gadis cerewet itu sebelum Teesha bertemu dengan Rey.
"Ayo, Rey! Angkat telpon nya!" Teesha mondar-mandir di depan wastafel toilet perempuan sambil terus mencoba menghubungi Rey yang sedari tadi tidak juga menjawab panggilannya.
"Ayo ang— halo?!" Teesha berhenti ketika Rey menjawab sambungan telponnya, "Rey, kamu dimana?!"
Rey terlihat sedikit berlari menuruni tangga, "Aku on the way ke tempat parkir. Kamu dimana?"
"Kasih tahu kalau kamu udah sampai di depan gerbang! Tolong jangan lama-lama, Rey. Kita gak punya waktu banyak!"
Rey mengernyit ketika mendengar suara Teesha yang seperti sedang dikejar sesuatu. Nada suaranya seperti orang yang sedang panik.
"Teesha, kamu baik-baik aja kan?"
"Nggak terlalu baik. Ayo cepat, Rey!"
Rey segera menghidupkan motornya saat ia sudah sampai di tempat parkir, "Aku keluar dari tempat parkir sekarang, Teesha."
Teesha yang mendengar suara Rey yang beradu dengan angin menyimpulkan jika pria itu sudah mulai melajukan motornya. Dengan sangat hati-hati Teesha keluar dari toilet sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Setelah dirasa cukup aman karena ia sama sekali tidak melihat keberadaan William, Teesha segera berlari menuju gerbang sekolah untuk menemui Rey tanpa memutuskan sambungan telpon nya agar mereka masih bisa bertukar kabar keberadaan masing-masing.
"Kamu dimana?" Tanya Teesha saat sudah berhasil keluar dari pintu utama gedung sekolah dengan mulus.
"Pos security." Teesha mengalihkan pandangannya ke arah sebuah bangunan kecil di dekat gerbang sekolah dan melihat Rey yang berada di atas motornya sambil melambaikan tangan. Teesha tersenyum lebar dan membalas lambaian tangan Rey. Ia mematikan sambungan telpon mereka dan segera melangkah menuju pria yang sudah menunggunya itu.
GREP!
Di langkah kedua, gerakannya terhenti ketika seseorang menggenggam pergelangan tangannya. Teesha terkejut ketika ia berbalik dan mendapati William tengah berdiri dengan wajah datarnya.
"Ayo pulang." William berusaha menarik Teesha menuju tempat ia memarkirkan Toyota 86 kesayangannya.
Teesha berusaha memberontak, "A-aku gak bisa, Wil."
Seolah tidak mendengarkan Teesha, William tetap menarik tangan Teesha agar gadis itu mengikutinya. Rey yang melihat Teesha dari kejauhan buru-buru turun dari motornya dan berniat untuk menghampiri mereka berdua, memisahkan Teesha dari William yang terlihat sangat memaksa itu. Tetapi Rey mengurungkan niatnya ketika ia melihat Teesha yang menepis tangan William kasar, sehingga membuat pria yang paling disegani seantero sekolah itu sedikit terkejut.
"Aku gak bisa, Wil!"
William terdiam memandang Teesha yang terlihat marah.
"Tolong, aku harus pergi. Ada hal penting yang harus aku selesaikan."
"Kita juga punya hal penting yang harus diselesaikan, Myria."
Teesha berdecak kesal, "Hal penting apa?!"
"Aku butuh jawaban kamu."
Dan kali ini Teesha yang terdiam. Jawaban yang William maksud, apakah jawaban dari pernyataannya kemarin?
"Kita bisa bicara lain waktu, Wil. Aku gak bisa nunda lagi urusan aku sama Rey." Teesha berbalik dan mulai melangkah meninggalkan William. Teesha memang benar, ia sudah tidak mau lagi terlalu lama menggantung perasaan pria baik hati seperti Rey. Kali ini ia harus menjelaskan hubungan mereka berdua.
"Tapi gak ada lain kali untuk kita, Myria!" Kata William yang tidak dihiraukan oleh Teesha.
"Aku akan pergi, dan aku gak bisa memastikan akan kembali lagi atau nggak!"
Perkataan William kali ini membuat Teesha menghentikan langkahnya. Gadis itu berbalik menghadap William yang masih berdiri di tempatnya dengan wajah yang terlihat frustasi. Teesha menatap William dengan pandangan penuh tanya. Apa ia memang tidak salah dengar tadi? William bilang ia akan pergi, dan— tidak akan kembali?
Teesha terlihat bingung untuk memutuskan. Haruskah ia tetap pada rencana awal pergi bersama Rey dan meluruskan semuanya atau ia harus pergi bersama William dan menuntaskan urusannya dulu dengan pria es itu?
"Wil." William yang sudah tidak tahu lagi harus bagaimana terlihat tersenyum tipis ketika melihat Teesha tersenyum ke arahnya. Sepertinya gadis itu memutuskan untuk ikut denganny—
"Pergi aja."
"Huh?"
Teesha masih melemparkan senyum ke arah William ketika senyum di bibir pria itu luntur.
"Pergi aja, Wil. Aku gak peduli."
Teesha mundur beberapa langkah sebelum akhirnya ia berbalik dan berlari ke arah Rey yang sedari tadi menunggunya. William hanya bisa memandang Teesha dari kejauhan dan melihat kedua sejoli itu menghilang dari pandangannya.
Sepertinya ini memang akhir untuk William. Ia sudah kalah telak.
.
.
To be continued