Chereads / The Story of Us (Vol. II) / Chapter 41 - TAK ADA KABAR

Chapter 41 - TAK ADA KABAR

Seorang gadis cantik memasuki sebuah ruangan, dimana terdapat sebuah meja yang cukup panjang yang disekat menjadi beberapa bagian dengan komputer di setiap biliknya.

Myria, nama yang tertulis jelas di kartu tanda pengenal yang tergantung di lehernya, lengkap dengan pas foto gadis yang sudah beranjak dewasa ini. Oh lihat, rambut cokelat karamelnya kini telah menghilang, digantikan dengan warna hitam yang membuat kulit putihnya semakin bersinar.

Teesha tumbuh menjadi gadis dewasa yang sangat cantik. Sudah tiga tahun ia bekerja sebagai staff administrasi di salah satu perusahaan kontraktor di luar kota tempat tinggalnya, meninggalkan segala kemewahan yang diberikan sang kakak dan lebih memilih untuk tinggal di sebuah unit apartemen yang tidak terlalu besar. Sebenarnya bisa saja Teesha bekerja di perusahaan keluarganya, Gavin pun menentang keras saat mendengar Teesha meminta izin untuk bekerja di perusahaan orang lain ketimbang di perusahaan milik kakaknya. Teesha hanya tidak ingin terus-menerus hidup bergantung pada sang kakak dan merepotkan keluarganya. Apalagi kakaknya bilang Teesha harus menjadi pewaris selanjutnya. Hahaha... Teesha tertawa saat itu juga. Bukankah ia hanya orang luar yang tidak pantas mendapatkan hak waris?

TING!

Teesha segera mengeluarkan ponsel yang ia simpan di saku blazer dan memeriksa notifikasi yang muncul. Wajahnya kembali datar ketika ternyata hanya pesan spam dari operator yang masuk.

Teesha duduk di meja kerjanya, menghela nafas panjang dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Sudah sembilan tahun berlalu semenjak kepergian William ke luar negeri, dan sampai saat ini tidak ada satu pun kabar dari pria itu. Padahal Teesha ingat sekali Willian berkata akan menghubunginya jika sudah sampai, tetapi nihil. Pria itu sama sekali tidak memberikan kabar. Masih hidup atau tidak pun Teesha tidak tahu.

Segala macam cara sudah Teesha lakukan untuk mencari tahu keberadaan William. Mulai dari mengunjungi mansion keluarga Jaya, berniat untuk bertanya kepada Pak Didi, tetapi orang kepercayaan William itu tidak ada ditempatnya. Pegawai di mansion bilang, pak Didi berangkat satu bulan setelah William pergi. Adriell pun begitu, pria itu juga tidak ada di tempatnya dan Teesha tidak pernah melihat kakak William sampai saat ini.

Sosial media? Tidak usah ditanya. Setiap hari Teesha selalu membuka sosial media milik William, berharap pria itu memposting sesuatu disana. Tetapi percuma, tidak ada satupun unggahan yang William berikan. Teesha jadi ragu jika William masih hidup.

Hey, jaga bicara mu Teesha! Ingat, ucapan adalah doa!

"Selamat pagi, sayang." Teesha mendelik ke arah pria berumur lima puluh tahunan yang berdiri disampingnya, "Pagi-pagi sudah melamun. Memikirkan apa?"

"Kalau bapak gak punya urusan yang penting, tolong pergi. Saya masih banyak kerjaan." Kata Teesha ketus.

Pagi-pagi moodnya sudah hancur gara-gara kehadiran manager HRD yang menyebalkan. Pria tua itu tidak henti-hentinya mengganggu Teesha sejak hari pertama Teesha bekerja di tempat ini. Ia bahkan menawari Teesha untuk menjadi istri ketiga nya. Teesha berdecih. Menjadi istri pertamanya saja ia tidak mau, apalagi menjadi istri ketiganya!

"Jangan galak-galak gitu, nanti cantiknya hilang." Dengan beraninya pria tua itu menyentuh bahu Teesha yang langsung di tepis kasar oleh gadis itu.

"Bapak jangan kurang ajar, ya!"

Bukannya menjauh, manager HRD itu malah tertawa, "Jangan membentak begitu, Myria. Saya bisa pecat kamu kalau saya mau loh." Ancamnya.

"Pecat aja! Saya gak pedu—"

"Teesha?"

Baik Teesha maupun manager HRD yang diketahui bernama Faisal menoleh bersamaan ke arah pintu masuk. Disana berdiri seorang gadis dengan umur yang sepertinya tidak terlalu berbeda jauh dengan Teesha tengah memandang mereka berdua heran. Ia tahu apa yang membuat Teesha berteriak seperti tadi dan dengan cepat ia melangkah menghampiri keduanya.

"Selamat pagi, Pak." Sapa seseorang yang kini berdiri di samping Teesha, ah tidak. Lebih tepatnya berdiri sedikit lebih depan dari Teesha, berusaha melindungi gadis itu.

"Pagi." Jawab Pak Faisal malas.

"Ada keperluan apa bapak disini?" Tanya Almira yang merupakan manager administrasi.

"Gak ada. Saya cuma jalan-jalan aja." Jawabnya sambil berlalu ke arah pintu keluar.

"Dasar tua bangka sialan!" Almira yang sejak tadi berusaha tidak memaki akhirnya mengeluarkan makiannya saat pria tua itu menghilang dari pandangannya. Ia memandang salah satu staffnya itu khawatir, "Kamu gak apa-apa kan, Teesha? Kamu gak diapa-apain kan? Aku kaget waktu denger kamu teriak."

Teesha mengangguk, "Aku gak apa-apa. Terima kasih ya."

"Aku sarankan kamu lapor ke atasan, Teesha. Aku bisa jadi saksi atas laporan kamu. Si tua bangka itu kalau dibiarkan bisa-bisa melakukan pelecehan tahu gak?!"

Teesha mendengus kasar, "Aku mau aja lapor, tapi kamu tahu sendiri kan anggota keluarga dia adalah wakil direktur? Mau bagaimana pun kita pasti kalah."

Almira duduk di samping Teesha, ia menepuk pelan punggung Teesha, "Oke. Kalau kamu butuh sesuatu, kabarin aku. Atau kalau dia udah berlaku sangat kurang ajar sama kamu, kasih tahu aku. Aku siap ada di barisan terdepan buat bela kamu."

Teesha tersenyum, "Iya. Terima kasih, ya." Ia bersyukur ada Almira yang sejak awal sangat membantunya. Sebenarnya rekan satu divisinya pun sangat membantu jika ia diganggu oleh manager HRD itu. Teesha sangat beruntung mempunyai rekan kerja yang sangat perhatian seperti mereka.

"Sama-sama." Almira tersenyum sambil memberikan Teesha sebuah flashdisk, "Sekarang, tolong kamu print out absensi disini dan segera arsipkan ya. Jangan lupa surat masuk yang menumpuk di meja kamu di selesaikan."

Almira kembali menepuk punggung Teesha, menyemangati gadis itu dan kemudian meninggalkan Teesha yang kini memandang datar ke arahnya.

.

.

Dentuman suara musik yang cukup keras mengganggu pendengaran Teesha. Suasana yang remang-remang seperti ini sebenarnya bukan gaya Teesha. Ia terjebak disini, bersama dengan Almira dan beberapa rekan kerjanya yang mendadak open table di sebuah bar dan membuka obrolan dari obrolan ringan menjadi curhat yang berkepanjangan dan tidak terkontrol akibat mabuk. Tidak. Teesha sama sekali tidak mabuk. Gadis suci kita hanya memesan segelas soda dingin dan menjadi pendengar setia saja.

Bisa bahaya jika ia minum dan mabuk. Apalagi jika Gavin mengetahui jika adiknya berada di bar, mungkin pria satu anak itu akan berkendara secepat kilat dari kota sebelah dan menyeret Teesha pulang.

"Aku gak salah kan? Ah, memang dasarnya semua lelaki sama aja! Tukang selingkuh!" Teesha menghela nafas ketika Almira sudah mengoceh tidak jelas. Dan sebelum managernya itu bertambah mabuk dan membuat kekacauan disini, lebih baik Teesha segera membawanya pulang.

Teesha membawa Almira keluar dari bar. Tangan sang manager ia sampirkan dibahunya, menuntun agar Almira tidak jatuh saat berjalan. Bau alkohol tercium kuat dari tubuh Almira dan Teesha tidak terlalu menyukainya.

"Aku benar kan, Teesha?" Tanya Almira intonasi suara yang mendayu-dayu.

"Iya, kamu benar." Jawab Teesha sekenanya. Ia harus segera sampai di parkiran belakang karena kekasih yang juga merupakan tunangan dari Almira sudah menunggu mereka disana. Teesha sengaja menghubungi pria itu karena ia tidak bisa membawa Almira pulang sendirian. Alasan utamanya, Teesha tidak bisa mengendarai mobil karena sang kakak melarang keras. Katanya sih untuk keselamatannya.

"Kamu harus membayar semua ini, Almi! Gila, kamu berat banget!"

"Sembarangan." Almira menoyor kepala Teesha, "Kamu gak lihat aku selangsing apa? Aku udah diet selama satu bulan ini tahu!"

TING!

Teesha mengambil ponsel di dalam saku blazernya dengan susah payah karena ia masih harus memegangi Almira agar managernya itu tidak terjatuh. Tetapi—

BRUK!

"Aw!" Almira merintih kesakitan ketika bokongnya mencium aspal karena tiba-tiba Teesha melepaskan pegangannya dan membiarkan Almira yang sudah tidak ada tenaga untuk berdiri jatuh begitu saja.

Teesha tidak mempedulikan ocehan yang dilayangkan oleh Almira. Ia masih terpaku menatap layar ponselnya dengan tatapan tidak percaya.

'William mengunggah sesuatu untuk sekian lamanya! Ayo lihat!'

Notifikasi yang muncul di layar ponselnya membuat jantung Teesha berdegup sangat kencang. Ia mengetuk notifikasi itu dua kali, lalu membuka kunci layarnya dengan sidik jarinya lalu yang ia lihat adalah sebuah foto langit malam yang bertabur bintang. Itulah foto yang di unggah William. Tidak ada kalimat apapun yang ditulis William. Hanya unggahan foto itu saja.

Dengan cepat Teesha menyentuh icon pesan dan mengetikan sesuatu.

Teesha : Wil?

Teesha : Ini beneran kamu kan?

.

.

To be continued