Chereads / Before The Dawn / Chapter 34 - Bab 33: Target Utama

Chapter 34 - Bab 33: Target Utama

Suasana rumah sakit forensik saat ini bisa dibilang begitu sibuk. Mereka semua dibuat kewalahan dengan penemuan Duo K. Pemeriksaan terhadap mayat, barang bukti dan beberapa sampel darah yang mereka dapatkan dari TKP, bisa dibilang sangat menguras tenaga mereka. Belum lagi proses identifikasi terhadap para korban akan cukup memakan waktu.

Sejak tadi malam, Dokter Ferdi sudah bergelut dengan beberapa mayat di salah satu ruangan rumah sakit. Membedah serta memeriksanya sedetail mungkin. Tidak ada yang bagian yang dia lewatkan. Luka sayat, penyebab kematian, semuanya tidak luput dari perhatian dokter itu.

Dia adalah salah satu dokter senior di rumah sakit forensik ini. Meski usianya sudah bisa dikatakan tidak muda lagi, tapi kinerjanya tidak bisa diragukan begitu saja. Sudah banyak sekali kasus pembunuhan yang ikut dia pecahkan.

Hasil yang selalu tepat tanpa membuang banyak waktu, menjadi alasan kenapa dia sangat terkenal di kalangan para penyidik. Tidak sedikit dari tim forensik baru, yang mengincarnya untuk dijadikan guru. Selain karena keahliannya, sifatnya yang ramah selalu menjadi alasan mengapa orang baru bisa dengan mudah dekat dengannya.

Dokter Ferdi berjalan dari luar ruangan. Dia baru saja selesai memeriksa mayat terakhir. Sementara barang bukti serta sampel darah, ditangani oleh tim lain.

Di koridor, tampak Kanit Iva dan AKBP Irwan tengah berbincang dengan ekspresi serius. Sesekali Kanit Iva terlihat berpikir, lalu menganggukkan kepala. AKBP Irwan justru banyak berbicara. Entah memberi arahan, atau justru tengah berdiskusi.

Meski sifatnya kadang menyebalkan bagi Kanit Iva, tapi tidak bisa dipungkiri jika atasannya itu adalah sosok yang hebat. Peduli serta gerak cepat.

Menyadari jika Dokter Ferdi sudah keluar dari ruangan, keduanya lantas menghentikan obrolan mereka. Kemudian berjalan menghampiri dokter forensik senior itu. Kanit Iva menyapanya terlebih dahulu, lalu mereka berjabat tangan.

"Jadi, hasil sementara ini bagaimana?" Tidak ingin basa-basi, AKBP Irwan langsung saja bertanya pada poinnya. Sedari tadi dia sudah cemas akan hal ini. Pun rasa penasaran semakin menggerogoti.

Dokter Ferdi menunduk untuk beberapa saat. Lalu menatap kedua penyidik di depannya dengan raut penuh sesal. Kemudian dia menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan.

"Organ dalam mereka hilang," ucap Dokter Ferdi.

Pada wajahnya tergambar jelas rasa pilu. Pun lelah dengan semua yang telah terjadi. Menyaksikan banyaknya mayat tanpa organ dalam, membuat dia mempertanyakan orang macam apa yang tega melakukan itu? Menghabisi nyawa sesama hanya untuk memanen organ dalam mereka, sungguh berhati iblis.

Kanit Iva menggigit bibirnya. Dia memalingkan wahah dari hadapan dokter itu. Amarah kembali bergejolak di dalam dirinya.

Begitu pun dengan AKBP Irwan, dia bahkan sampai memukul tembok menggunakan tangannya yang mengepal. Rahangnya tampak mengeras dengan gigi yang terdengar beradu. Mata memerah dengan semua amarah yang hampir membuncah.

Kedua penyidik senior itu tidak bisa meluapkan amarah mereka begitu saja. Bahkan sekalipun mereka memukul tembok sampai hancur, semua tidak akan bisa menjadi solusi. Mengungkap dalang dibalik kasus ini adalah yang terpenting dari segalanya. Menyeretnya ke balik jeruji besi, bisa dikatakan itu adalah cara terbaik untuk meluapkan amarah.

Merasa tidak ada lagi yang harus dibicarakan, Dokter Ferdi beranjak. Berjalan dengan kepala menunduk dan sesekali tangannya terlihat mengusap wajah. Sungguh. Dari semua kasus pembunuhan, sepertinya ini yang paling parah yang pernah dia tangani.

Pikirannya seperti benang kusut. Memikirkan semua laporan dan kesimpulan yang harus dia buat. Meski sudah ada beberapa hasil, tapi tetap saja dia harus menunggu semuanya selesai. Agar hasilnya lebih detail dan lengkap.

Kanit Iva dan AKBP Irwan pun beranjak dari tempat itu. Keduanya bergegas kembali ke kantor Polres. Mencari informasi dari Kyra dan Kino yang sebelumnya telah dia beri tugas.

Sepanjang perjalanan hanya hening menyelimuti. Tidak ada satu pun dari keduanya yang mencoba untuk membuka perbincangan terlebih dahulu. Pikiran mereka disibukkan dengan berbagai kemungkinan dari kasus yang baru ini. Kasus yang sangat besar dan ... tidak berperikemanusiaan.

Bagaimana tidak? Nyawa para korban sudah seperti daun mati yang tidak ada artinya sama sekali. Mudah sekali mereka renggut. Pun organ dalam yang diambil seolah mereka itu hewan yang bisa dimanfaatkan begitu saja.

Tidak berapa lama, keduanya sampai di kantor Polres. AKBP Irwan sudah terlebih dahulu keluar dari mobil dan bergegas menuju ruangannya. Pun Kanit Iva mengekor. Hanya saja, dia menuju ruangan Unit II.

Membuka pintu dengan cukup keras, sukses membuat anak buahnya yang tersisa dibuat terkejut. Kanit Iva menatap mereka satu per satu. Lalu tatapannya menangkap dua kursi kosong di dekat pojok ruangan. Embusan napas kasar terdengar keluar dari mulutnya.

"Ke mana Kyra dan Kino?" tanyanya dengan sedikit memekik.

"Tidak tahu, Komandan." Salah satu dari ketiganya menjawab.

"Sepertinya mereka menemukan sesuatu dan pergi memeriksanya, Komandan," sambung penyidik di sebelah yang menjawab tadi.

Ketiga petugas itu bukan tidak sedang bekerja, mereka tengah memantau beberapa hal juga. Sama sibuknya dengan dua penyidik yang entah pergi ke mana. Terkadang tugas mereka memang hanya membantu agar proses lebih cepat. Pun jarang pergi ke TKP jika Kanit Iva tidak meminta.

"Kalian mendapat sesuatu?" tanya Kanit Iva.

Kedua kakinya melangkah menuju meja Kino. Atensinya terfokus pada tumpukan berkas di sana. Mengambil satu berkas dan membuka serta membacanya.

Kepalanya mengangguk-angguk. Kinerja Kino memang selalu patut diacungi jempol. Meski terkadang dia tidak tahu harus memulai dari mana, tapi ketika mendapat petunjuk sekecil apa pun, tidak akan ada yang bisa menghentikannya.

"Iptu Kyra menemukan beberapa hal. Dan beberapa menit lalu dia menghubungi saya. Meminta untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai Guntur Adithama." Penyidik yang baru berpangkat Inspektur Polisi Dua itu menerangkan.

Tepat sebelum Kanit Iva memasuki ruangan, Kyra menghubunginya. Meminta penyidik bernama Asep itu untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai Guntur Adithama.

Kyra memang sudah melakukannya sebelum dia pergi bersama Kino, tapi sepertinya mereka mendapatkan petunjuk lain. Sehingga dia meminta rekannya itu untuk menggali informasi lagi dan lagi.

"Guntur Adithama?"

Tautan di kening Kanit Iva terbentuk. Di tangannya masih memegang satu berkas laporan orang hilang, tapi atensinya beralih pada Asep.

"Benar, Komandan. Dia diketahui pemilik dari gedung terbengkalai itu," papar Asep.

Mejanya terletak tepat di sebelah Kyra. Jadi, dia bisa dengan mudah meneruskan hasil penelusuran yang gadis itu lakukan sebelumnya.

"Selain itu, apa lagi yang kau dapatkan?"

Kanit Iva beranjak dari meja Kino. Beralih pada meja Asep. Matanya dengan jeli membaca informasi yang Asep tampilkan pada layar komputernya.

Mulai dari profil Guntur Adithama sampai pencapaian apa saja yang pria tua itu dapatkan. Kanit Iva bahkan sempat dibuat tercengang dengan beberapa artikel yang membahas anak perusahaan milik pengusaha itu. Pun beberapa informasi yang ada di dalamnya. Termasuk mengenai Rusun Kembang Wangi yang ternyata miliknya juga.

"Selain itu, Iptu Kino mendapati jika laporan mengenai orang-orang hilang, kebanyakan dari mereka pernah atau tengah menyewa tempat tinggal di rusun itu, Komandan."

Kanit Iva dibuat semakin tercengang dengan apa yang dia dapatkan. Tanpa sengaja dia membaca artikel yang dibuat oleh Daryo, dengan semua tuduhan yang dilayangkan. Salah satunya adalah tuduhan bahwa dia sengaja merekrut para pelaku kriminal untuk menjadi karyawan di salah satu anak perusahaannya, yang bergerak di bidang transportasi.

Apalah ini hanya sebuah kebetulan? Atau pemilik perusahaan sebesar Guta Corporation memang terlibat dengan tindak kriminal yang sangat keji?

Tidak. Dia tidak bisa menyimpulkan semudah itu. Hanya berdasar pada pemilik gedung merupakan orang yang sama, bukan berarti dia adalah pelaku dibalik kasus ini. Kemungkinan lain masih bisa digali lebih dalam lagi.

Memang tidak bisa dipungkiri jika di sini, Guntur Adithama bisa dibilang merupakan target utamanya. Akan tetapi, masih banyak bukti yang harus didapatkan sebelum memanggil atau menuduh pengusaha tua itu. Karena jika bertindak gegabah, bisa-bisa nama mereka tercoreng di depan umum. Atau lebih parah lagi, dituntut karena pencemaran nama baik.