Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Flow Of Life

🇮🇩Minami_EonB
--
chs / week
--
NOT RATINGS
17.2k
Views
Synopsis
Aku tak penah berharap apapun padamu. Aku tak pernah meminta tanggung jawabmu padaku. Tapi, mengapa kau selalu mengejarku?
VIEW MORE

Chapter 1 - White Album

Rasanya semua begitu cepat berlalu seakan baru kemarin saja terjadi. Gadis berambut hitam yang dulunya selalu terlihat murung dan menyendiri, kini sudah lebih baik. Go Mina, gadis turunan china-jepang ini sudah tidak memiliki kedua orang tua karena kecelakaan saat umurnya baru menginjak dua belas tahun tahun, dan semenjak itu banyak hal yang terjadi hingga saat ini. Yah, dia seakan tak menyangka bahwa dirinya bisa menjadi seperti sekarang. Bahkan menjadi seorang guru TK seperti sekarang.

"Mama."

Sebuah pelukan tiba- tiba dari sesosok anak kecil dengan rambut indigo itu membuat orang di peluknya terkejut. Wanita yang di panggil mama pun hanya bisa mengelus pucuk kepala sang bocah lalu mulai memberikan nasihat kecil atas tindakan berbahaya yang ia lakukan tadi. Sekarang dia memang sedang tidak beraktifitas tapi bagaimana jika dia sedang membawa air atau minyak panas? Dia juga tak ingin terjadi sesuatu pada dirinya atau anak ini.

"Jangan mengagetkan Mama seperti itu, Kyo," kata Mina menasihatkan anaknya.

Enam tahun lalu, semuanya seakan hancur saat ia pertama kali tahu bahwa sebuah nyawa kecil berada di perutnya, dan terlebih ayah biologisnya tidak tahu akan darah dagingnya. Tidak! Bukannya tidak tahu, tapi Minalah yang tidak memberitahukannya. Bodoh bukan? Tapi apa dayanya saat pria itu lebih memilih orang lain dibanding dirinya bahkan sebelum ia sempat memberitahukan keberadaan janin di perutnya. Mungkin itulah yang di sebut kalah sebelum berperang. Miris memang, tapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur.

Rasanya masih segar diingatan Mina tentang bagaimana bisa anak kecil ini terbentuk. Meski terjadi bukan karna kehendaknya, meski bukan terjadi karna keinginannya, meski terjadi karna kesalahan, meski terjadi hanya karna pengaruh alkohol kuat yang di minum oleh ayah biologis anak itu tapi, Mina yakin bahwa ini adalah buah cinta milik pria yang di cintainya. Tidak! Ini hanya miliknya, karna cinta yang di rasakannya hanya sepihak. Miris.

Setelah mengalami berbagai masalah sendirian di tempat baru, kini Mina sudah bisa tertawa bahagia kembali bersama sang buah hati yang ia namakan Go Kyoya. Marga anak itu sama sekali tidak mengambil dari ayahnya karna akan menjadi masalah suatu hari nanti bagi keluarga yang mungkin kini tengah di jalin oleh pria itu. Meski rasa sakit yang ia rasakan selama ini, Mina tetap tak ingin melampiaskan segala hal pada pria itu. Biarlah mereka bahagia, toh disini dia pun bahagia dengan anaknya.

Ah, rasanya Mina terlalu banyak mengingat masa lalu hingga melupakan anaknya. Lihatlah, mata berkaca-kaca milik anaknya itu membuatnya menghela nafas, sepertinya anaknya salah mengira bahwa dia memarahinya. Padahal mana mungkin ia bisa memarahi buah hatinya yang manis ini.

Mina pun berjongkok di hadapan anaknya untuk menyamai tinggi mereka. "Mama tidak memarahimu. Mama hanya memberitahumu agar lebih hati-hati," kata Mina menenangkan anaknya.

"Umm ...," jawab Kyo-panggilan Mina pada Kyoya-.

"Hmm ... Begini saja-," Mina menepuk kepala anaknya dengan lembut. "Kyo sekarang bermainlah dengan teman- teman yang lain. Pulang nanti, Kita akan membeli es krim, bagaimana?" Tawar Mina.

Meski sudah di tawari sesuatu yang di sukanya, Kyoya tetap memberikan tampang sedih pada Mina. "Kyo tidak mau es krim. Kyo maunya Mama tidak pergi hari ini. Mama harus temani Kyo."

Mina menatap sendu copyan dari pria yang dicintainya itu. Jika kalian bertanya mengapa maka jawabannya menjadi pengajar bukanlah satu- satunya pekerjaan Mina. Melihat penghasilan kecil dari mengajar membuatnya harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kehidupannya. Maka dari itu, cukup sering Mina meninggalkan Kyo sendiri di rumah setelah ia membawanya pulang dan setelah itu ia pun kembali pergi bekerja. Jaman sekarang memang susah mencari pekerjaan, meski pendidikan cukup tinggi tetap saja tidak akan menerima orang yang tak berpengalaman. Inilah kejamnya kehidupan.

"Kyo anak baikkan?" Tanya yang mendapat respon anggukan dari sang buah hati. "Kalau begitu jangan buat Mama sedih. Mama pergi untuk mencari uang, bukan untuk bermain. Bukankah Kyo mau mobil- mobilan bagus seperti Lui-kun?"

"Tapi Kyo hanya mau Mama."

Mina menghela nafas saat rengekkan Kyo tidak mau berhenti. Tapi apa daya, ia pun mengerti dengan rasa kesepian yang Kyo alami. Bertahun-tahun yang lalu pun ia merasakan hal yang sama ketika kedua orang tuanya meninggal. "Kalau begitu, bagaimana jika weekend kali ini Mama akan mengambil cuti untuk piknik kita berdua?" Kata Mina.

Wajah masam khas anak kecil milik Kyo pun mulai berganti dengan senyum bahagia. "Benarkah?! Kita piknik?"

"Umm!" Gumam Mina seraya mengangguk menanggapi perkataan anaknya. "Tapi Mama tidak mau melihat Kyo merengek seperti tadi, janji?"

"Ha'i!"

"Baiklah, kalau begitu masuklah ke kelas. Lui-kun dan yang lain sepertinya sedang menunggumu," ucap Mina seraya menunjuk beberapa anak kecil di blakang Kyo yang tengah melambai gembira ke arahnya.

Kyo yang memperhatikan arah yang di tunjuk Mina pun ikut melambai membalas teman- temannya. "Kyo masuk kelas dulu, Mama."

"Jangan nakal ya. Ikuti semua yang di katakan Lily-sensei."

"Umm" Kyo mencium pipi Mina sekilas sebelum berlari ke arah teman- temannya.

Mina memandang anaknya dengan senyum. Sungguh, ia benar- benar tak percaya bahwa Kyoya copyan penuh dari dia. Bahkan sifatnya pun begitu mirip.

"Sangat mirip."

**

"Bagaimana keadaan anakmu?"

"Dia masih sering merengek agar aku menemaninya."

"Sepertinya kau memang harus mencari Ayah baru untuk Kyo."

"Candaanmu sama sekali tidak lucu, Ren."

Mina mengelap gelas- gelas yang agak basah agar kering sambil sesekali mengobrol dengan owner kedai kopi tempatnya bekerja. Mendengar pembicaraan mereka berdua tadi, memang sangat terlihat bahwa Mina begitu kurang ajar berbicara dengan atasannya, tapi Yamazaki Ren-owner- tidak terlalu menanggapinya karna telah terbiasa dengan perkataan Mina yang cukup blak- blakan. Terlebih ia sudah tahu tentang segala hal yang Mina alami. Dan rasa sakit yang wanita itu tanggung hanya karena pria bodoh-menurut Ren- yang bahkan tidak mencintainya.

"Tapi itu kenyataannya, Mina" Ren menaruh serbet yang ia pegang untuk mengelap gelas lalu beralih pada toples-toples biji kopi dengan berbagai nama. "Kyo masih kecil. Dia tak cukup hanya memiliki dirimu. Dia pun membutuhkan kasih sayang seorang ayah untuk membuatnya tumbuh."

Tangan Mina berhenti tatkala perkataan Ren masuk ke dalam gendang telinganya. "Dia tidak membutuhkan seorang ayah," ucapnya datar sebelum melanjutkan aktivitasnya yang sempat berhenti.

"Mungkin kau memang tidak bisa membuka hatimu untuk siapapun, tapi dalam hal ini kau harus lebih mementingkan Kyoya dibanding perasaanmu sendiri."

"Aku tidak menutup hatiku untuk siapapun. Hanya saja, aku merasa diriku sendiri pun sudah cukup untuk membesarkannya."

Ren mengambil toples dengan tulisan 'Arabica' lalu membukanya. Sejujurnya ia tidak ingin berdebat dengan wanita di sampingnya, namun Mina harus mengerti posisinya saat ini. "Kyo sudah mulai sering menanyakan perihal ayahnya bukan?"

"..."

"Ketahuilah, Mina. Kyo menginginkan sosok ayah di dalam hidupnya, maka dari itu ia terus merengek kesepian. Dia merengek bukan hanya karna kau yang selalu tidak ada untuknya tapi dia juga merasakan ketidak lengkapan dalam keluarganya. Saat teman-temannya bisa lengkap dengan kedua orang tuanya, dia hanya memiliki seorang ibu ya-"

"Cukup!"

"Aku hanya ingin kau mengerti bahwa Kyo-"

"Hentikan!" bersyukur kedai itu masih belum buka hingga tidak ada yang mendengar bentakan Mina yang membuat Ren bungkam.

"Jangan pernah ikut campur soal diriku dan Kyoya! Kyoya tidak membutuhkan ayah! Kyoya hanya membutuhkanku di dalam hidupnya!"

"Mama."

Suara mungil masuk ke pendengaran Mina yang membuat gadis itu terkejut dan mengarahkan pandangan matanya pada sosok anak kecil yang berdiri di dekat salah satu meja. Bukan hanya Mina, Ren pun ikut terkejut dengan kedatangan anak kecil yang di bahasnya dengan Mina sejak tadi.

"Kyoya."

Mina menaruh gelas dan serbet yang ia pegang lalu berjalan cepat ke arah anaknya dengan perasaan yang bercampur aduk dengan khawatir, bingung, terkejut dan marah. Ia khawatir dengan apa yang anaknya lalui hingga sampai ke tempat ini, ia bingung mengapa anak itu bisa sampai ke tempatnya bekerja, ia terkejut karna kedatangan anaknya, dia marah karna Kyoya tidak mendengarkan nasihat yang ia berikan.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Tanya Mina seraya mengguncang tubuh kecil Kyo. "Sudah Mama bilang, jangan keluar rumah jika Mama pergi! Mengapa kau tidak mendengarkan perkataan Mama, Kyo?!"

Kyo memandang Mina dengan sorot ketakutan. Anak kecil itu begitu takut dengan kemarahan Mina saat ini, ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini padanya. "Kyo-Kyoya han-"

"Apa kau tidak tahu seberapa bahayanya di luar sana, huh? Bagaimana jika kau di culik? Bagaimana jika kau terluka? Apa kau tidak mengerti bahwa Mama khawatir padamu?" Bentak Mina dengan nada tinggi.

"Mina, tenanglah. Kyoya ketakutan melihatmu seperti ini." Ren mendekati Mina seraya mencoba menenangkan gadis yang tengah histeris itu.

"Bagaimana aku bisa tenang, jika dia pergi keluar sendirian seperti ini?! Apa kau tidak tahu bagaimana khawa-"

"Aku yang membawanya ke tempat ini."

Suara lembut khas pria dewasa terdengar begitu familiar bagi Mina. Ia yakin itu bukanlah suara Ren, karna suara pria hijau itu lebih terdengar baritone di banding lembut seperti ini. Mina mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang kini tengah berdiri di depan pintu kedai kopi tempatnya bekerja. Mina membelakan matanya tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Hari ini benar-benar penuh dengan kejutan baginya.

"Len."

"Apa kabar, Mina."

**

"Siapa dia?" Ren benar- benar penasaran dengan pria berambut indigo yang tengah duduk bersama Kyo di salah satu meja pelanggan. Terlebih semenjak kehadirannya, Mina terlihat gelisah. "Mengapa dia sangat mirip dengan Kyo? Bahkan Kyoya seperti copyan pria itu."

Mina menuangkan secangkir kopi dan susu yang telah diramunya ke dalam cangkir dan menaruhnya di atas tray bersama susu dan gula untuk Kyoya juga pria itu. "Bukankah sudah jelas?" jawab Mina.

"Jadi dia ...." Ren menggantung perkataannya seraya menatap pria itu dengan pandangan tidak percaya.

"Dia ayah biologis Kyoya. Yoshitoki Len," Mina mengangkat tray dan hendak berjalan ke arah dua laki- laki di meja sana sampai ia teringat sesuatu. "Apa pun yang terjadi, jangan bongkar tentang Kyo pada siapapun termasuk dia." Kata Mina pada Ren.

Mina berjalan ke arah dua laki- laki berbeda usia yang tengah bersenda gurau itu dengan santai seakan tak ada apa pun yang terjadi. Lalu ia menaruh kopi dan susu yang ia bawa tadi ke atas meja di hadapan mereka sebelum ikut duduk di samping Kyo. Mina memperhatikan Len dengan intens, padahal sudah 6 tahun terlewat tapi Len tetap tidak berubah malah semakin terlihat dewasa.

"Jadi, bagaimana kau bisa bertemu dengan Kyoya?"

Len mengambil kopi di depannya dan menyesapnya perlahan. "Tapi sebelumnya katakan padaku, siapa yang kau nikahi?" Kata Len dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Kau ini sahabat macam apa yang bahkan tidak memberitahu bahwa kau sudah memiliki anak."

Mina benar- benar malas menanggapi pertanyaan pria di hadapannya ini. Sejujurnya ia ingin sekali berteriak dan mengatakan bahwa anak kecil di sampingnya ini adalah anaknya, dan apa dia tidak lihat bagaimana gen dirinya tercopy begitu sempurna hingga Ren menyadarinya? Yah, itu hanya pemikiran kecil Mina saja. Tapi, yang pasti Mina sekarang tahu seberapa bodohnya pria itu.

"Bukan urusanmu."

"Ayolah, Mina. Sudah bertahun- tahun kau menghilang begitu saja. Kami semua mencemaskanmu, dan sekarang kau telah ada di hadapanku dengan seorang anak yang menggemaskan. Bagaimana aku tidak penasaran?" kata Len panjang lebar.

"Sudahlah, Len. Begitu banyak hal yang telah kulakui dan sekarang aku hanya ingin tahu bagaimana kau bisa bertemu dengan anakku?" Mina meringis dalam hati saat dirinya sendiri mengklaim bahwa Kyo hanya anaknya, padahal ia tahu bahwa pria di hadapannya berhak mengklaimnya juga.

"Kau ini masih susah di jangkau ya."

"Jika tidak ada urusan lagi. Aku akan kembali bekerja," kata Mina yang hendak pergi dari meja itu sebelum tangan Len menarik lengannya.

"Baiklah- baiklah, aku akan menceritakannya. Kau ini setelah bertahun-tahun menghilang malah bertambah suram saja."

Mina menatap Len tak suka saat pria itu mengatakan hal yang menurutnya menyebalkan sebelum kembali mendudukan dirinya di atas bangku d samping Kyo. "Kyoya tidak merepotkanmu kan?"

"Tidak. Dia anak yang baik," Len mengusap kepala Indigo milik Kyoya dengan gemas. "Ada beberapa pekerjaan yang harus ku tangani di tempat ini, jadi sementara aku tinggal di apartemen pinggir kota. Saat aku berjalan-jalan di perkampungan dekat apartemen, aku melihat anak ini berdiri di depan pagar rumahnya dengan memegang handphone. Entah mengapa aku tertarik dengannya, maka dari itu aku bermaksud berbincang-bincang sedikit dengan anaknya, dan ternyata dia anakmu."

Mina melirik tajam ke arah Kyoya hingga membuat anak kecil itu menunduk gemetar ketakutan. "Apa yang Mama katakan padamu, Kyo? Bukankah Mama sudah memberitahumu agar tidak keluar dari rumah apapun alasannya."

"Ma-maaf." Mata bulat Kyoya kini mulai berkaca-kaca lagi saat mendengar omelan dari ibunya.

"Sudah, sudah, lagipula tidak sepenuhnya ia salah bukan? Mungkin ia kesepian di rumah, jadi ia melihat- lihat lingkungan rumahnya."

"Jangan berpihak padanya hanya karna dia anak kecil, Len."

Len tertawa renyah menanggapi perkataan Mina. "Ayolah, Mina. Dia hanya anak kecil, jadi wajar saja jika dia ingin bermain seperti anak yang lain," Kata Len.

"Hnn ...," Mina bergumam malas saat menanggapi perkataan Len yang sama sekali tidak mendukungnya.

Pandangan kini Len kini melembut. "Tidak terasa sudah enam tahun sejak kau pergi. Kau tau, seberapa cemasnya diriku saat mengetahui bahwa kau menghilang begitu saja?" Kata Len seraya mengusap perlahan permukaan piring cangkirnya.

Sungguh, Mina tak pernah membayangkan akan mendapat perhatian dari Len di saat seperti ini. Ini tidak boleh terjadi, dirinya tidak boleh lemah dengan kata- kata pria di depannya ini. Ayolah Mina, hidupmu dan hidupnya sudah berbeda, kau tak boleh mengharapkan sesuatu yang sudah jelas milik orang lain terlebih, bukankah kau ingin membuka lembaran baru dalam hidupmu? Seharusnya kau tak boleh termakan ucapan seperti ini. Mina menggigit bibir bawahnya tatkala ia hampir lupa dengan tujuan dia kabur ke kota ini.

Ia harus mengalihkan perhatian.

"Bagaimana kabar Narumi?"

"Ah," mendengar nama orang yang paling dikenalnya, entah mengapa aura bahagia terasa memancar di sekitar Len. "Dia baik- baik saja. Mungkin sekarang dia tengah memasak kue berry kesukaannya."

"Begitu." Mina semakin mengigit bibirnya tatkala melihat aura kebahagiaan Len saat ini.

"Yah, ku harap dia tidak mengubah rumah dengan funiture berry." Len tertawa kecil saat mengingat tingkah istrinya saat sudah berhubungan dengan makanan kesukaannya.

"Yah, dan anakmu juga pasti begitu dengannya."

Entah mengapa, perkataan Mina kali ini membuat pria berambut indigo di hadapannya terdiam. "Kau benar. Jika saja kami memiliki seorang anak."

Dan seketika keheningan terasa begitu pekat.

"Mina, sudah waktunya kembali bekerja"

Mina tersentak kaget tatkala suara Ren memanggilnya dari balik meja bar yang membuat keheningan di antara mereka menghilang. Ah, sepertinya Ren menyadari keheningan mereka. Trima kasih, Ren.

"Sepertinya aku harus kembali bekerja," Mina berdiri dari posisi duduknya dan mengalihkan pandangan pada Kyoya. "Jangan kemana-mana. Tunggulah disini hingga pekerjaan Mama selesai, mengerti?"

"Yah, sepertinya aku pun harus kembali. Narumi pasti menungguku di rumah," kata Len seraya bangkit dari posisi duduknya. "Kuharap kita bisa bertemu lagi, Mina." Pemuda itu pun meninggalkan cafe itu sebelum mengusap kepala Kyo sebagai salam pamit pada anak itu.

"Ku harap kita tak bertemu lagi."

***