"Kau tahu, Len. Kurasa aku adalah orang yang paling beruntung untuk hari ini."
Pemuda blonde yang di panggil Len itu mengalihkan pandangannya pada gadis di sampingnya. "Apakah ada hal yang spesial?"
"Umm," Ucap gadis itu seraya tersenyum. "Ku pikir kau adalah manusia terbodoh yang ku tahu. Tapi kurasa ini sepandan dengan tindakan bodohmu sebelumnya." sambungnya.
"Hey, apa salahnya? Bukankah bagus?" Jawab Len. "Lagi pula, kau adalah orang pertama yang ku perlihatkan ini."
Gadis berambut hitam itu terus memandangi hamparan keindahan yang tak pernah terbayang olehnya. Sebelumnya ia tak pernah terpikir akan melihat sisi lain dari pohon sakura yang jauh lebih indah. Namun, sahabat bodohnya ini mampu memperlihatkannya meski harus mendapatkan kesulitan yang sepadan seperti, membawanya kabur di pagi buta.
"Ayahku pernah berkata, 'Sakura akan terlihat indah jika di lihat pada malam sebelun ia akan mekar'. Saat aku mengingatnya, aku langsung mendatangimu."
Gadis itu menatap Len dalam diam. Ah, jadi itu alasannya pemuda itu menyelinap masuk di pagi buta seperti ini ke dalam rumahnya. "Trima kasih."
"Umm?" Len menatap gadis itu dengan tatapan bingung.
"Aku akan mengingat ini."
.
~The Flow of Life~
.
"Mama?"
Mina Tersentak kecil tatkala sebuah panggilan dari buah hatinya itu memanggil dirinya. Wanita berambut hitam itu menghela nafas kecil saat menyadari kilatan dari masa lalunya kembali naik dari alam bawah sadarnya secara tiba-tiba dan tak terduga seakan menyadarkan bahwa dirinya takkan bisa lepas dari apapun yang coba ia lakukan. Sungguh menyesakkan.
"Mama."
Untuk kesekian kalinya Kyoya memanggil Mina yang masih terus terdiam meski bocah laki-laki itu tahu bahwa sang ibu sudah tersadar dari apa yang dipikirkannya. Dengan perlahan, Kyoya memberanikan dirinya untuk mendekati sang ibu lalu membelai pipinya pelan. Sejujurnya, dalam hati sang buah hati hanya terisi rasa khawatir saat melihat orang yang dipanggilnya Mama ini terus saja terdiam sejak sampai di taman.
"Mama."
Mina sedikit terkejut dengan belaian sang buah hati pada pipinya yang membuatnya menyadari bahwa ia telah melupakan tujuannya ke tempat ini.
"Mama sakit?" Tanya Kyoya pada mamanya yang telah menunjukan respon yang lebih baik lagi.
Melihat buah hatinya begitu mengkhawatirkan dirinya, hatinya terasa tercubit. Mengapa ia harus mengingatnya sekarang? Padahal ada hal yang jauh lebih penting dan berharga dari pada kenangannya. Menyadari kesalahannya, Mina pun hanya bisa memberikan sebuah senyum kecil seraya memegang kedua tangan mungil di sisi pipinya.
"Maaf ya, Kyoya. Tadi Mamah hanya sedikit mengingat sesuatu saja," Kata Rin menjelaskan.
"Bohong."
Mina mengerjapkan matanya tatkala Kyoya menuduhnya berbohong. "Lho, kenapa Kyoya berpikir Mamah berbohong?" Tanya Mina.
"Mamah tidak mau piknik karena Kyoya masih bermain dengan Paman tampan itu kan?" Kata Kyoya seraya memberikan raut sedihnya.
Sejujurnya Mina memang sedikit kesal juga karena Kyoya mulai memberontak. Sejak Len datang ke rumahnya tempo hari, sudah berkali-kali ia memberitahu Kyoya agar tidak dekat-dekat Len lagi. Mina sama sekali tak bermaksud untuk mengajarkan Kyoya menjadi seorang pemilih terhadap teman atau orang lain, tapi rasa takut dan cemas akan terbongkarnya identitas Kyoya membuatnya sedikit lebih tegas. Mina hanya tidak ingin jika suatu saat identitas Kyoya terbongkar, maka kehidupan damainya saat ini akan sirna.
"Sejujurnya, Mamah memang agak sedikit kesal karena Kyoya tidak mau menuruti Mamah tapi, untuk kali ini mamah tidak berbohong. Mamah memang sedang mengingat sesuatu."
"Kalau Mamah memang tidak berbohong, kenapa Mamah tidak beritahu Kyoya tentang apa yang mamah ingat?"
Ibu satu anak itu tersenyum seraya mengusap pelan rambut halus buah hatinya. "Mamah hanya mengingat saat Kyoya berumur satu tahun, Kyoya selalu tertidur di bawah pohon sakura di halaman depan apartement kita. Kyoya ingat?".
Kita tahu bahwa Mina berbohong atas apa yang dipikirkannya, tapi perkataannya tadi pun tidak bisa dibilang berbohong. Sejak dulu, Kyoya memang paling senang tertidur di bawah pohon sakura di halaman depan apartementnya. Namun pohon sakura itu sekarang telah di tebang sekitar enam bulan yang lalu hingga mereka harus berjalan cukup jauh untuk mendatangi taman kota. Meski sekarang pucuk sakura pada pohon-pohon di taman ini belum mekar, tapi setidaknya ia bisa menghabiskan akhir pekannya di luar.
Sebuah gelengan kecil yang menandakan bahwa bocah laki-laki itu sama sekali tidak ingat apapun yang di katakan sang ibu. Yah, wajar saja karena pada waktu itu Kyoya masih terlalu kecil untuk mengingat apa yang telah terjadi. Maka dari itu Mina hanya menanggapi Kyoya dengan belaian. "Jangan terlalu di pikirkan. Bukankah sekarang kita sedang piknik? Berarti nikmati saja yang ada sekarang. Mengerti?" Kata Mina pada Kyoya.
Kyoya mengangguk mengerti. "Tapi ... Kyo lapar," ucap Kyoya seraya memanyunkan bibirnya dengan imut.
Melihat anaknya yang begitu menggemaskan, Mina hanya bisa tersenyum seraya menggembil pipi chubby tersebut. "Jika Kyo makan terus, Mama yakin Kyo akan mirip seperti bola," ucap Mina seraya terkekeh melihat anaknya yang mengembungkan pipinya dengan kesal.
"Mama menyebalkan," Rajuk Kyo. "Kata Lily-sensei, Kyoya bisa cepat tumbuh besar dan melindungi Mama kalau makan yang banyak."
Mina tersenyum senang mendengar Kyoya ingin cepar besar untuk melindunginya. Tangannya yang sejak tadi menggembil pipi Kyoya kini beralih pada kepala bocah itu lalu mengusapnya dengan lembut. "Baiklah, kalau Kyoya mau tumbuh besar maka bantu Mama menyiapkan makanannya ya," Kata Mina.
"Ha'i!"
Dengan semangat Kyoya mulai membantu Mina menata makanan pada kain yang menjadi alas tempat duduk mereka berdua. Rasanya cukup menyenangkan membagi waktu dengan orang yang kita sayangi meski sangat sulit menyesuaikan jadwal kerja Mina. Tapi sekarang semuanya telah sebanding dengan apa yang ia dapatkan.
"Tolong tuangkan jus jeruknya ke dalam gelas ya."
"Ha'i!
"Apa aku boleh kami boleh ikut acara piknik kalian?"
Sebuah suara yang tak asing bagi Mina dan Kyoya kini terdengar dari arah samping kanan sehingga membuat mereka berdua menoleh ke arah tersebut. Sekitar satu meter dari tempat mereka piknik, ada dua orang dengan rambut yang berbeda tengah tersenyum ke arah mereka dan Mina mengenali siapa mereka.
"Paman Len!"
Kyoha berlari kecil kearah orang yang disebut paman Len itu dengan bahagia. Dan bukan hanya Len yang ada disana namun keberadaan wanita di sebelah Len kini benar-benar menghancurkan piknik keluarga antara Kyoya dan Mina. Jika kalian bertanya itu siapa maka jawabannya dia adalah istri sah dari Len, Narumi. Akhir pekan yang harusnya mereka nikmati hanya berdua kini berubah kacau. Tidak hanya kacau tapi, ini juga membuat dada Mina begitu sesak. Terlebih melihat Kyoya berdiri di antara Len dan Narumi. Padahal hanya dalam seperkian detik saja tapi sebuah keluarga bahagia terlihat begitu jelas di mata Mina. Menyakitkan.
"Hey! Apa kabarmu, jagoan?" Len mengusap gemas rambut Kyoya.
"Kyoya baik!" Jawabnya dengan semangat. "Paman datang kemari untuk bermain dengan Kyo?" sambungnya cepat.
"Paman akan bermain denganmu tapi, sebelum itu biar paman perkenalkan istri paman," Kata Len sebelum merangkul Narumi. "Dia adalah tante Narumi."
Narumi melepas rangkulan Len dengan lembut. "Lepaskan, Len. Ini tempat umum."
"Memangnya kenapa? Lagipula kita ini suami-istri jadi, tak ada larangan yang menghalangiku untuk merangkulmu atau melakukan lebih bukan?" Kata Len seraya menarik pipi Narumi gemas.
Narumi melepaskan tangan Len yang menarik pipinya. "Kau ini memang susah diberitaju, ya." Wanita cokelat menarik hidung suaminya pelan.
"Ehem."
Suasana romansa yang sempat terjadi itu kini menghilang tatkala suara deheman Mina yang cukup keras untuk menyadarkan kedua insan tersebut. "Bisakah kalian menyimpan kehidupan romansa di rumah saja? Anakku belum pantas melihat adegan percintaan," Ucap Mina. Cemburu? Mungkin saja.
Menyadari keberadaan anak kecil di hadapannya yang tengah memperhatikan adegan roman picisan antara dirinya dan sang istri, Len pun berdehem sebelum memutuskan untuk mengajak bermain Kyoya yang langsung di setujui oleh bocah kecil tersebut. Tak hanya Len, awalnya Narumi pun sedikit salah tingkah saat ditegur oleh teman kampusnya dulu. Tapi setelah melihat Len yang mengajak Kyoya bermain, Narumi pun memutuskan untuk mendekati Mina dan membantunya membereskan makanan untuk piknik mereka berdua. Tidak, sepertinya pikniknya menjadi mereka berempat.
"Biar ku bantu."
"Tidak perlu, ini sudah hampir selesai. Lebih baik kau duduk saja, Yoshitoki-san," Ucap Mina pada Narumi yang sebenarnya ia sama sekali tak rela memanggil Narumi dengan marga suaminya. Tunggu! Kenapa ia harus tak rela? Memangnya siapa dia? Bodoh.
Mengikuti perkataan Mina, Narumi pun duduk di atas kain. Matanya terus memandangi Mina yang masih menata makanan dalam diam. "Ne, Mina-san. Kenapa sejak dulu kau tak pernah memanggilku dengan nama depan?" Tanya Narumi.
Merasa tak di tanggapi, Natumi pun mencoba mencari topik lain. "Kau tau. Sejak kau keluar dari kampus dan menghilang dari kota secara tiba-tiba, Len terus saja mencarimu selama bertahun-tahun. Apakah kau tau bagaimana khawatirnya dia saat sahabatnya menghilang begitu saja? Kenapa kau pergi? Apa kau terlibat masalah atau hal lain?"
"Sebelumnya aku minta maaf atas kepergianku yang secara tiba-tiba," Mina menaruh segelas jus jeruk di hadapan Narumi sebelum ia duduk di seberang gadis pecinta negi tersebut. "Tapi, apakah itu penting? Apakah menceritakan tentang apa alasan kepergianku penting? Kurasa tidak. Lagipula sekarang kalian bisa melihat sendiri, bukan? Aku sudah bahagia dengan keluarga kecilku. Jadi tolong jangan tanyakan tentang masa lalu padaku. Aku mohon." Jelas Mina.
Narumi terdiam tatkala mendengar pernyataan Narumi . Sebegitu tidak inginnya kah wanita bermarga Go itu membicarakan kepergiannya? Apakah ada masalah yang serius hingga gadis itu tak mau membicarakannya apa lagi mengingatnya? Entahlah, tak ada bisa Narumi tebak dari diri Mina. Toh, sejak pertama kali ia melihat Rin dahulu, wanita itu memang sulit untuk di gapai.
"Sekarang, kau pun sudah bahagiakan? Kau pun sudah memiliki keluarga yang lengkap. Hari ini kau telah melihat anakku, ku harap aku pun bisa melihat anakmu." Mendengar perkataan Mina terakhir, membuat Narumi menunduk.
"Tidak. Aku masih belum bisa memberikan sebuah keluarga yang lengkap untuk Len." Kata Narumi.
"Hmm?"
"Seberapa pun berjuangnya kami hingga hari ini. Tetap, sampai sekarang aku masih belum bisa memberikan seorang anak untuk Len."
Entah mengapa pernyataan Narumi kali ini membuat tangannya mengepal erat. Entah mengapa rasanya dirinya satu langkah lebih unggul. Meski ia tahu bahwa dirinya telah kalah sejak awal. Tapi mengingat dirinya memiliki Kyoya. Rasanya sekarang ia seperti orang jahat saja. Dan apa-apaan yang di pikirkannya itu? Kenapa ia berpikir seperti itu? Bukankah dia telah berkomitmen untuk memulai kehidupan baru bersama Rinto? Padahal dia sudah tidak mau tahu lagi soal Len. Tapi kenapa perasaan jahat itu muncul? Ini tidak boleh terjadi! Mereka telah bahagia, maka ia pun harus bahagia bersama Rinto.
"Kuharap kau mendapatkan apa yang kau inginkan, Yoshitoki-san."
.
~ THE FLOW OF LIFE~
.
"Kyo."
Mina menepuk pelan bahu anak laki-lakinya itu agar terbangun. Sebenarnya ia tak tega melihat Kyoya yang sepertinya kelelahan setelah acara piknik mereka hingga sore tadi terlebih ini sudah pukul dua belas malam. Tapi, ia ingin menunjukan sesuatu yang spesial untuk sang buah hati di musim semi kali ini.
"Kyoya, ayo bangun."
"Unngh."
Bocah itu pun terbangun perlahan seraya mengucek matanya yang masih terasa berat. "Ayo bangun dan pakai ini. Kita akan melanjutkan piknik kita," Kata Mina seraya memberikan jaket pada Kyoya.
"Umm ...."
Masih dengan setengah mengantuk, Kyoha pun memakai jaketnya perlahan. Tak hanya Kyoya, Mina pun memakai sebuah cardigan untuk mencegah angin malam yang terasa cukup dingin. Setelah mereka berdua siap, Mina pun menggendong Kyoya dalam pelukan dan berjalan keluar dari apartement kecilnya menuju sebuah tempat. Dalam perjalan, Kyoya yang masih mengantuk pun kembali terlelap dalam gendongan Mina. Mima mengerti keadaan Kyoya yang masih mengantuk maka dari itu ia membiarkan anaknya tertidur selama perjalanan, toh ia tidak keberatan menggendong anaknya.
Sekitar empat puluh lima menit Mina berjalan menuju arah taman kota tempat mereka piknik tadi dan kini mereka telah sampai. Mina kembali menepuk pelan bahu Kyoya untuk membangunkan bocah yang tertidur itu.
"Kyoya, ayo bangun!"
"Kyo ngantuk," Gumam bocah itu seraya mengusapkan wajahnya pada bahu hangat sang mamah.
"Bangun dulu sebentar."
"Ungg ...." Dengan masih mengantuk, Kyoya mencoba membuka matanya meski beberapa kali ia terus mengucek mata seraya menguap.
"Coba Kyoya lihat itu."
Mendengar arahan dari Mamahnya, Kyoya pun mengarahkan pandangannya pada apa yang di tunjuk Mina. "Uwaaaaaaaaahhhhh." Kyoya begitu takjub atas apa yang di lihatnya saat ini.
"Cantik bukan?" Kyoya mengangguk takjub saat melihat hamparan bunga sakura yang terlihat seperti kabut merah jambu di malam hari. "Dulu, Papamu pernah memberitahu Mama soal ini juga. Katanya, bunga sakura akan terlihat jauh lebih indah jika dilihat saat malam sebelum ia akan mekar. Dulu Papamu memberitahu Mama sekarang giliran Kyoya yang melihatnya," Jelas Mina.
"Kyoya akan beritahu Lui-kun dan yang lainnya besok!" Kata Kyoya semangat.
Mina tersenyum menanggapi perkataan Rinto. "Jangan!" Kata Mina.
"Kenapa?"
"Karena ini rahasia kita berdua, Kyo mengerti?"
Rinto mengangguk. "Rahasia Kyo dan Mama!"
"Ya, rahasia Kyo, mama dan kabut bunga sakura."
.
TBC
.