Chereads / The Flow Of Life / Chapter 4 - Badai (1)

Chapter 4 - Badai (1)

"Sekali lagi, maaf."

"Tidak apa-apa. Lagipula Kyo menikmatinya juga, bukan?"

"Begitulah. Tapi-" Mina mengeratkan jari pada ponselnya, "Entah mengapa firasatku tidak enak, terlebih bersama mereka-"

"Jangan terlalu kau pikirkan, Mina. Nikmatilah waktumu bersama Kyo, lagipula sangat jarang kalian mendapatkan waktu bersama seperti sekarang, bukan?"

"Kurasa kau benar, Ren."

"Dan satu hal lagi, ku anggap liburan ini adalah hadiahku padamu atas kerja kerasmu selama ini. Jadi aku takkan memotong gajimu di akhir bulan."

"Trima kasih, Ren."

"Daripada kau berlama-lama berbincang tidak jelas denganku, lebih baik kembalilah bersenang-senang dengan anakmu. Lagipula aku harus kembali mengurus cafe."

"Kau benar, sepertinya Kyo pun sudah mulai mencariku. Sekali lagi Trima kasih atas pengertianmu, Ren."

"Kau tak perlu sungkan padaku."

Sambungan telepon itu sebagai tanda berakhirnya perbincangan Mina dengan Ren. Bukan tanpa alasan ia menelpon Ren. Hari ini dan untuk dua hari kedepan ia tidak bisa bekerja disana karena hal mendadak yang mengharuskannya Rin pergi bersama sang buah hati. Sejujurnya Rin tidak mau pergi, tapi melihat wajah bahagia dan pandangan memohon Kyoya membuat hatinya luluh seketika. Ia tidak bisa menolak apa yang anaknya inginkan.

Beberapa jam yang lalu Len datang ke rumahnya, tapi kali ini ia tidak datang untuk berkunjung melainkan untuk mengajak Mina dan Kyoya bertamasya. Pria itu mengatakan bahwa dirinya mendapat hari libur dan ia berpikir untuk pergi bertamasya bersama sang istri dan keluarga sahabatnya selama tiga hari dua malam di villa milik Len. Awalnya Mina ingin menolak ajakan Len, tapi tolakkan Rin tidak berhasil karena Kyoya begitu bersemangat mendengar acara tamasya keluar kota pertamanya dan alhasil wanita indigo itu menerima ajakan Len.

"Mama!"

Bruk!

Tubuh mungil nan ramping milik Mina itu sedikit terhuyung kedepan tatkala sang buah hati berlari lalu memeluknya dari belakang secara tiba-tiba. Mengetahui siapa yang memeluknya, Mina berbalik dan berjongkok di hadapan Kyoya setelah melepaskan pelukan kecil sang buah hati untuk memberikan nasihat seperti biasa. "Bukankah sudah berkali-kali mama katakan? Itu bahaya, Kyo." Tegur Mina.

"Maaf."

Mina mengusap pucuk kepala anaknya seraya tersenyum. "Lain kali jangan lakukan lagi, Janji?" Mina mengangkat lengannya dengan jari kelilingking yang teracung lalu ia disodorkan ke arah anaknya.

"Umm!" Kyoya mengaitkan jari kelilingkingnya pada jari kelingking Mina sebagai tanda perjanjian mereka.

Hal yang paling disyukuri dalam hidup Mina adalah Kyoya. Dari sekian banyak anak seumurnya yang pasti sedang dalam masa memberontak, ia malah memiliki anak yang begitu pengertian. "Ingat! Jangan buat paman dan bibi kerepotan, jangan pergi jauh- jauh jika tidak ada yang menemani dan jangan membuat Mama khawatir, mengerti?" Kata Mina pada anaknya.

"Umm!" Kyoya mengangguk tatkala mendengar perkataan Mamanya.

Mina tersenyum dan mengusap pucuk kepala anaknya. "Masuklah! Mama akan menyusulmu nanti."

"Ha'i!" Kyoya berlari masuk dengan bahagia saat Mamahnya telah mengijinkannya masuk ke dalam vila mewah yang ia pikir adalah sebuah Mansion megah seperti yang ada di dalam televisi. Rasanya sungguh menyenangkan melihat buah hati sendiri bahagia, itulah yang di pikirkan Mina saat ini tapi-

Mina menengadah menatap seluruh bagian vila tersebut dalam diam. Sejak sampai di tempat ini, perasaannya tiba-tiba saja berubah menjadi tidak enak. Entah ini tanda untuknya atau hanya sebuah intuisi seorang wanita. Mina mengepalkan jemarinya di atas dada dan berharap tak ada hal yang dapat membahayakan semua orang terlebih Rinto. Ia harap perasaan ini hanyalah salah satu kesalahan yang ia lakukan.

"Ku harap semua akan baik-baik saja."

The Flow of Life

"Bagaimana, Kyo? Apa makanannya enak?"

"Umm!" Kyoya mengangguk menanggapi pertanyaan Len padanya. "Enak!" Tambahnya.

"Makanlah yang banyak lagipula untuk liburan kita, paman membeli banyak daging untukmu."

"Benarkah, Paman?" Tanya Kyoya antusias.

"Ya, maka dari itu paman mengajakmu kesini."

"Huaaaa! Trima Kasih paman." Ucap Kyoya bahagia saat mengetahui paman Lennya telah menyiapkan sesuatu yang cukup mewah hanya untuk dirinya.

"Jadi, Kyoya suka yang mana? Daging ayam, daging babi atau daging sapi?" Tanya Len.

Mendengar pertanyaan Len, Kyoya berpikir keras menimbang-nimbang apa yang paling dia suka. Tapi, ada satu masalah, "Kyo tidak tahu." Jawabnya.

"Baguslah, berarti Kyoya menyukai semuanya, bukan?"

Kali ini Kyo menggeleng untuk menanggapi perkataan Narumi. "Kyo tidak tahu rasanya daging." Kata Kyoya dengan polos yang membuat Narumi dan Len saling menatap bingung.

"Kyoya hanya tau daging ayam, ya?" Tanya Narumi yang sekali lagi mendapat gelengan dari Kyoya.

"Kyo-"

"Kyoya, bukankah Mama sudah berkali-kali katakan? Jika Kyo ingin mengobrol maka habiskan makananmu terlebih dahulu," Potong Mina yang membuat anaknya menunduk.

"maaf."

Mina menaruh alat makan yang dirinya kenakan pada plate di hadapannya meski makanan tersebut belum ia habiskan. "Trima kasih atas makananya." Ucapnya seraya bangkit dari posisi duduk dan pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang membuat semua orang menatapnya.

Melihat Mina yang bersikap dingin, Kyoya hanya bisa menunduk diam dengan wajah murung. Tahu akan perubahan ekspresi Kyoya, Len pun menepuk bocah laki-laki yang duduk di sebrang meja dengan senyuman. "Jangan terlalu di pikirkan. Mungkin mamamu hanya terlalu lelah dan ingin segera istirahat."

Kyoya menggeleng kecil. "Mama pasti marah pada Kyo." Katanya.

"Mama Kyoya tidak marah, dia hanya butuh istirahat karena perjalanan kita yang cukup jauh saja. Sekarang, habiskan makananmu agar Mama Kyo senang." Kata Narumi menyemangati bocah itu.

Masih dengan wajah muramnya, Kyoha kembali melanjutkan aktifitas makannya meski tidak seantusias tadi.

~(.o.)~

Mina sama sekali tidak mengerti, mengapa dirinya tetap tidak bisa bertingkah normal di hadapan Len? Padahal mereka sudah mengajak Rin dan Kyoya secara baik-baik, tapi tetap saja ia tak bisa berbaik hati. Terlebih melihat keadaan di ruang makan tadi, benar-benar membuatnya tak bisa bersikap normal. Entah mengapa melihat kebersamaan Kyoya dengan mereka membuat Mina semakin merasa bahwa buah hatinya itu tak seharusnya bersama dengan dia.

Mina mematikan shower yang membasahi tubuh sejak tadi untuk menyudahi kegiatan mandinya, tapi tak membuat Mina bergegas keluar dari sana. Sejujurnya ia masih saja terus membayangkan suasana keluarga bahagia antara Len, Narumi dan Kyoya yang berlangsung saat makan makan tadi. Dalam diam ia mengelus permukaan kulit perutnya yang terlukis garis melintang cukup besar sebagai tanda bahwa pernah ada yang keluar dari sana.

"Apa yang harus ku lakukan?"

Setitik air mata turun melintasi pipi putih Mina. Mina membekap mulutnya sendiri tatkala sebuah isak tangis mulai keluar dari mulut kecilnya. Jika dipikir lagi, ia sudah tak ingat kapan saat dirinya menangis terakhir kali. Kebersamaannya bersama dengan Kyoya membuat Mina melupakan segala kesedihan maupun rasa lelah yang wanita itu rasakan. Akan tetapi semua ingatan masa lalunya kini telah kembali bersama dengan kebohongan yang selalu ia lakukan dengan mengataskan namakan kebahagiaan setiap orang yang dicintainya.

"Maaf."

The Flow of Life

Di hari kedua, Mina mencoba merilekskan diri dengan berbagai hal sejak pagi. Seperti kata Ren kemarin, ia harus bersenang di liburannya kali ini. Maka dari itu sejak pagi ia mengijinkan Kyoya bermain bersama Len maupun Narumi dan Mina sendiri menikmati indahnya pemandangan di sekitar vila. Rasanya sudah sangat lama sejak ia menikmati ketenangan seperti ini, entah mengapa ia merasa pernah datang ke tempat ini.

"Rasanya seperti jaman kuliah dulu."

Mina mengarahkan pandangannya pada Len yang entah sejak kapan berada di sampingnya. Melihat pria itu membuat kaki Mina ingin melangkah pergi begitu saja, tapi hal itu dicegah oleh tuannya. Ia tidak boleh terus melarikan diri pada takdir mereka, ia harus menerima segalanya. Mina mengeratkan pegangannya pada pagar pembatas teras yang sejak tadi ia pegang sebelum menarik nafas memberanikan diri melangkah maju demi kehidupannya bersama Kyoya. Benar, sekarang bukan lagi tentang dirinya atau pria ini, namun ini tentang Mina dan buah hati kecilnya.

"Kau benar."

Len memutar kepalanya untuk sekedar menatap Mina. "Sudah hampir tiga bulan aku memperhatikanmu selama berada di kota ini. Entah mengapa aku merasa kau berbeda dengan Mina yang kukenal dulu." Ucap Len.

Tanpa mau menatap Len, Mina menjawab, "Apapun yang kau lihat dariku sekarang adalah diriku dimasa ini. Semua orang dapat berubah sesuai keadaan, bukankah kau pun sama?"

Mendengar perkataan Mina, Len kembali mengarahkan pandangannya pada langit disana. Perlahan Mina sedikit menyadari perubahan emosi Len saat melirik pria tersebut dari sudut matanya.

"Entahlah."

Tes.

Tetesan air hujan jatuh menimpah wajah Mina yang membuat wanita itu kembali menatap langit. Padahal langit begitu cerah tanpa adanya noda sedikit pun, tapi semua itu berangsur-angsur berubah kelabu. Mina mundur beberapa langkah untuk menghindari volume air hujan yang semakin banyak begitu pula dengan Len.

Seiring hujan yang semakin deras, Mina pun mulai menyadari tugas pentingnya sebagai seorang ibu. "Kyoya." Ucap seraya mengarahkan pandangan pada Len. "Len, kemana Narumi mengajak Kyoya pergi? Mengapa mereka berdua belum kembali sampai sekarang?" Sambungnya.

"Kalau tidak salah, Narumi mengajaknya untuk danau di belakang vila."

Danau? Seingat Mina, ia sama sekali tidak melihat danau saat berjalan-jalan tadi. Tunggu! Tadi Len mengatakan belakang vila, bukan? Bukankah belakang vila adalah hutan? Berarti danau yang Len maksud berada di dalam hutan. Ini gawat! Dalan keadaan cuaca seperti ini maka hutan bukanlah tempat bagus untuk melakukan rekreasi bahkan meski cuaca bagus sekalipun, hutan bukanlah tempat yang tepat untuk itu.

"Aku harus pergi."

Langkah kaki Mina terhenti tatkala Len menarik lengannya. "Kau mau kemana di cuaca seperti ini?" Tanya Len.

"Lepaskan! Aku harus mencari, Kyo!"

"Tenanglah! Aku yakin Narumi juga pasti akan menjaganya."

Mina menghentakkan lengannya kuat agar Len melepaskan genggamannya. "Apa kau tidak mengerti? Aku ini ibunya! Aku tidak bisa menaruh kepercayaanku pada siapapun selain diriku sendiri!" Kata Mina.

"Aku mengerti maksudmu, tapi cobalah untuk tenang sedikit saja! Lagipula bertindak ceroboh dalam cuaca seperti ini akan medatangkan bahaya." Jawab Len memberikan pengertian. "Biarkan aku yang mencarinya. Lagipula Narumi adalah istriku, jadi sudah seharusnya aku mencari di saat seperti ini. Lagipula, Kyo sudah ku anggap sebagai anakku sendiri."

Kyoya adalah anakmu! Mungkin itu yang ingin teriakan pada Len, namun lidahnya mulai terasa kelu untuk mengungkapkan sebuah kejujuran. Mina mengigit bibir bawahnya tatkala dadanya berdenyut menyakitkan seperti yang ia rasakan dahulu. Sebagai seorang perempuan, Mina tidak ingin melihat perempuan lain merasakan sakit seperti ini juga. Ia tidak bisa menghancurkan keluarga yang telah terbangun cukup harmonis hanya karena sebuah fakta. Ya, fakta yang mungkin saja takkan pernah bisa dipercayai oleh pria itu.

"Aku janji akan membawakan Kyoya padamu."

Tidak, ia tak bisa memberikan tanggung jawab ini pada siapapun. "Tidak! Aku akan pergi bersamamu." Kata Mina.

"Tidak, tidak! Aku tidak bisa membawamu. Terlalu berbahaya pergi dalam situasi seperti ini dengan membawamu."

"Dan aku tidak bisa membiarkan Kyoya bersama siapapun selain diriku! Apapun yang terjadi aku akan ikut bersamamu!"

Len menghela nafas mendengar perkataan keras kepala Mina dulu telah kembali. "Aku memang tidak pernah bisa menghentikanmu, dasar keras kepala."

Namun, melihat sifat Mina yang keras seperti ini, entah mengapa membuat Len tersenyum bahagia.

To be Continue