Tap!
Suara langkah kaki yang terhenti membuat gadis dengan mata shappire yang tengah membaca buku kini harus merelakan jika dirinya menghentikan aktifitas membacanya sebentar, toh dia yang memanggil pemuda berambut indigo di hadapannya ini. Dia menutup buku yang ia baca sebelum menaruhnya ke atas rerumputan di sampingnya dan menengadah menatap pemuda di hadapannya
"Entah ini kebetulan atau apa. Tapi ada hal yang ingin ku katakan padamu juga."
Tanpa di duga, sebelum ia mengatakan apa yang menjadi keperluannya saat pada si pemuda. Pemuda itu malah menemuinya dengan alasan yang sama.
"Hmm?" Gadis itu menatapnya dengan pandangan bingung. "Begitukah? Jika itu memang penting, katakanlah."
Pemuda itu menggaruk pipinya yang merona dengan menggunakan telunjuk meski tidak gatal. Sepertinya, pria itu sedikit gugup. "Aku tak tahu harus bagaimana lagi," katanya.
"Hmm?" Gadis itu menatapnya dengan pandangan bingung. Sepertinya ada sesuatu yang bagus hingga mdmbuatnya merona "Apa ada sesuatu yang terjadi?".
"Sudah ku putuskan," katanya mantap tanpa menghilangkan rona merah di wajahnya.
"Apa yang kau putuskan?" Tanya sang gadis yang semakin bingung.
"Sudah kuputuskan, aku akan melamar Narumi setelah wisuda kita minggu depan."
"..."
"Aku akan pastikan dia akan menerimanya," kata pemuda itu seraya tersenyum cerah. "Jadi aku butuh bantuanmu untuk menyiapkan acara kejutannya. Apa kau mau membantuku lagi?"
"..."
"Mina?"
Gadis yang di panggil Mina itu pun tersentak kaget saat pemuda itu memanggil namanya hingga ia kembali sadar. "Maaf. Jadi apa yang kau katakan tadi?"
"Apa kau baik-baik saja? Sepertinya kau sedikit pucat," pemuda itu memperhatikan Mina saat baru sadar bahwa gadis itu sedikit lebih pucat dari biasanya. "Apa perlu ku antar pulang?"
"A-ah. Tidak perlu, aku baik-baik saja. Dan-," Mina terlihat sedikit menunduk sebelum kembali melanjutkan perkataannya. "Jika pertanyaanmu adalah meminta bantuanku kembali tentang Narumi. Aku pasti akan membantumu."
"Benarkah? Trima kasih. Kau benar- benar dapat ku andalkan," ucap sang pemuda dengan senang hingga otaknya kembali mengingat mengapa Mina memanggilnya ke tempat ini. "Ah, maaf aku hampir lupa. Jadi, apa yang ingin kau katakan padaku?"
Mina menundukkan sedikit kepalanya saat mendapat pertanyaan dari pemuda di hadapannya. Haruskah ia memberitahunya atau tidak?. Dia tak tahu lagi apa yang harus di ungkapkan, dia hanya tidak mau kebahagiaan pemuda itu hilang karenanya. Dia tak ingin terlihat egois di saat segalanya telah membaik bagi pemuda tersebut. Dia hanya membutuhkan kebahagiaan hanya untuk dirinya, jadi dia tak boleh egois.
"Umm, itu tidak penting. Jadi lupakan saja."
Bohong.
"Kau yakin? Kurasa ada sesuatu yang kau sembunyikan."
"Tidak. Tak ada yang penting, lagipula aku sudah lupa."
Bohong.
Pemuda itu menatapnya dengan bingung. "Umm, benarkah?" Tanya yang mendapat respon anggukan dari si gadis.
Setelah terasa yakin bahwa gadis di depannya baik-baik saja, pemuda itu mengangkat tangan kanannya mencapai dada untuk melihat jam tangan yang melingkar manis pada lengannya. Dan ia pun sadar akan sesuatu. Dia hampir lupa akan janji dengan gadis pujaannya.
"Baiklah jika tidak ada yang perlu bahas, aku duluan. Bye," ucapnya sebelum meninggalkan Mina yang tengah melambai seraya tersenyum ke arahnya.
Merasa sosok pemuda berambut hitam itu telah menghilang, senyuman itu kini memudar. Tangannya yang sejak tadi melambai, kini turun perlahan ke atas perut datarnya. Sepertinya ia benar- benar kehilangan akal hingga membiarkan pemuda itu pergi tanpa menuntaskan masalah. Dia benar- benar bodoh, tapi apa yang harus ia perbuat? Senyum kebahagiaan pemuda itu membuatnya tak berkutik. Mina memejamkan mata seraya menghembuskan nafas perlahan. Sepertinya hanya satu jalan keluar dari masalah ini.
Mereka harus pergi secepatnya dari kota ini dan mengawali hidup yang baru.
***