Chapter 13 - STUCK

Tiba di rumah Alea mendadak mental Andra menjadi ciut. Bagaimana tidak, Alea yang selalu tampil sederhana ternyata memiliki rumah yang besar dan mewah. Tidak mungkin dia bukan anak orang kaya.

"Ayo masuk, Ndra!" ajak Alea mempersilahkan temannya.

"Ini rumah kamu, Lea?" tanya pria itu sedikit panik.

"Mana mungkin aku membawamu masuk ke rumah tetangga?" Gadis itu tertawa sambil melihat Andra.

'Duh, Lea... Selama ini aku suka sama kamu, karena kau terlihat biasa dan selalu tampil sederhana. Aku tidak pernah berfikir, kau ini anak orang kaya,' batin Andra.

"Ndra, ayo masuk! Jangan bengong," ucap gadis itu lagi. Sambil membuka pagar dan menenteng sepatu pantofel miliknya ke dalam.

"Oh, iya. Maaf," ucap Andra malu-malu.

Setelah mempersilahkan Andra duduk, Alea berjalan menuju kamarnya meletakkan sepatutnya. Dia lebih memilih meletakkan sepatu yang baru saja dia pakai di teras kamar nya agar tidak terlihat oleh siapapun.

Sementara Yulita, mamanya Alea, dia ke dapur membuai minuman untuk teman putrinya.

"Mama, tidak usah repot-repot. Biar Alea saja. Mama pasti capek seharian sudah bekerja," ujar Alea ketika ia menyusul di dapur nampak mamanya menyiapkan makanan ringan.

"Tidak apa-apa. Oh, iya. Kalian sudah makan apa belum? Jika belum, mama siapkan kalian makan, bagaimana?"

Kembali ingatan Alea teringat akan hal di pasar expo tadi. Rencana awal keliling-keliling pasar melihat barang-barang dulu. Setelah dapat, barulah makan malam dan pulang. Tapi, karena dia sudah melihat Intan jalan sama papanya dulu, seketika selera makannya hilang entah ke mana.

"Belum, Ma."

"Ya sudah. Ini, antarkan pada temanmu dulu. Biar mama menyiapkan lauk pauk, ya?" ucap mama Yulita dengan sabar dan penuh kasih sayang.

Alea tersenyum, menerima nampan itu kemudian membawanya pada Andra.

"Selama ini, siapa yang sudah pernah main ke sini? Apakah hanya aku?" tanya Andra. Ketika keduanya berada di ruang tamu.

"Pak Max. Kau adalah yang kedua."

"Apa? Pak Maxmilian?" tanya Andra setengah tidak percaya. Dia sebagai pria yang memiliki jabatan tertinggi di perusahaan memang terkenal cuek, angkuh dan pendiam. Tidak pernah sekalipun terlihat dekat dengan wanita. Ngomong juga selalu serius masalah perusahaan.

"Iya. Aku sendiri juga tidak tahu, bagaimana tiba-tiba dia datang ke sini."

"Jadi, tidak barengan sama kamu?"

Alea mengelengkan kepalanya.

Setelah makan malam malam, Andra pamitan untuk pulang. Sepanjang perjalanan, tiada hentinya Andra memikirkan tentang Alea dan CEO muda di perusahaan 'Apa hubungan mereka berdua? Apakah aku sudah tak memiliki kesempatan lagi, untuk bisa mendapatkan hati Alea?' batin Andra.

"Siapa dia tadi, Lea?" tanya Yulita saat keduanya berada di dapur.

"Teman, Bu."

"Cuma teman saja?"

"Iya, cuma teman."

"Lalu Axel yang kemarin ke sini itu?"

"Dia bosnya Alea."

Melihat putrinya nampak datar dan seperti malas membahas dua pria itu. Yulita pun memilih diam.

***

Di kamarnya Alea benar-benar kehabisan rasa sabar. Setiap kali mengingat bagainana papanya saat bersama Intan, hatinya terasa sakit. Ya, benar-benar sakit. Sama sakitnya seperti ia mendengar papanya menghina mamanya setiap kali dia pulang bekerja. Membanting batang, dan merusak foto-foto Intan lah yang dia jadikan untuk pelampiasan.

"Sial, bayangan dua pecundang itu terus merasuki pikiranku terus. Bahkan tidak bisa kosentrasi," umpat Alea. Kemudian mengambil foto intan yang dia simpan pada sebuah Album kenangan, lalu ia injak-injak. Dia berharap dengan begitu, ia bisa kembali fokus menulis agar segera selesai. Tapi, tetap saja. hasil nihil.

Tidak berselang lama. Alea yang diam memaksakan diri untuk konsentrasi, tiba-tiba tersenyum. Ia nampak menemukan sebuah ide cemerlang.

'Aku stuck, nih. Gak bisa lanjutin novel. Harusnya, sebentar lagi tamat asal aku giat. Tapi, bagaimana? Dipaksa nulis, feel juga tidak dapat. Aku harus pergi reset dulu, agar tulisan memiliki feel kuat dan lebih bernyawa,' batin Alea.

puas dengan membanting barang-barang yang ada di hadapannya, ia membuka lemari, mengganti pakaiannya dengan pakaian serba hitam. Tak lupa, sebilah pisau tajam selalu berada di pinggangnya ke mana pun dia pergi.

"Mungkin kau bisa memberiku sebuah bukti kebenaran tentang Arwah gentayangan untuk membalas dendam atas kematiannya," gumam Alea sambil menatap foto intan yang sudah rusak oleh perbuatannya. Kemudian, mengamati pisaunya dan menyisipkan kembali pada pingganya, lalu berjalan mengendap-endap keluar rumah.

"Alea, mau kemana malam-malam begini, sayang?" tanya Yulita, menatap Alea penuh selidik.

'Oh, ketahuan, ya?' batinnya dalam hati. Tapi, dia sudah benar-benar bertekad untuk melakukan riset malam ini juga. Bukankah, lebih cepat lebih baik? "Lea mau jalan-jalan saja, Ma!" jawabnya dengan tenang. "Mama mau titip sesuatu?"

"Tidak. Ya sudah, hati-hati. Jangan pulang terlalu larut, ya?" Ucap makamnya tanpa curiga.

"Iya, ma.. bye-bye!" Gadis itu bahkan menyempatkan diri untuk memberi sebuah ciuman pada mamanya. Kemudian, keluar meninggalkan rumah dengan menggunakan jasa taxi online menuju ke rumah Intan.

Dalam perjalanan, gadis itu mencroll kontak dalam ponselnya. ia coba menghubungi Jevin, yang katanya berada di luar Negeri.

"Halo, selamat malam, Kak Jevin," ucap Alea begitu panggilannya diangkat oleh pria itu.

"Iya, Lea. Ada apa? Tumben malam-malam begini kamu telfon," jawab pria itu di seberang sana.

"Tidak apa-apa, Kak. Alea lagi borring saja. kakak di mana?" tanya gadis itu dengan sangat natural. siapapun yang mendengarnya berbicara saat ini. pasti memiliki anggapan, kalau Alea tengah santai di kamarnya dalam posisi telungkup. karena bosan.