"Loe kenapa, Ai. Keliatan nya sedih gitu?"
"Ai, Ai, Ai. Aja trus! Gue ini kakak loe. Panggil gue kakak dong, Prilly. Gue ini punya adek tapi berasa kagak punya adek tau ga."
Zaini menggembung kan pipinya sebal. Adiknya itu memang sangat menyebalkan.
"Ka Ai yang cantik tapi cengeng loe kenapa sedih?" Tanya Prilly dengan suara dibuat buat.
"Idih! Jijik banget sih suara loe, Prilly. Macam cabe-cabean goceng." Ucap Zaini.
Prilly mendengus sebal. "Cabe itu mahal tau."
Zaini memutar matanya malas. "Oke. Gue yang waras ngalah."
"Jadi gini, gue mau curhat sama loe, Prilly." Lanjut Zaini.
"Mau curhat apaan? Gue ada janji sama temen gue nih mau pergi." Ucap Prilly melihat jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan jam setengah tujuh.
"Alah palingan juga mau pergi sama Arie dan Amanda kan?"
"Jadi curhat ga?"
"Jadilah." Ucap Zaini langsung duduk dibpinggir kasur Prilly.
Prilly menatap kakaknya yang tertunduk lesu, dia yakin ada sesuatu yang sudah terjadi dengan kakaknya.
"Nih, liat. Menurut loe gimana?"
Prilly membulatkan matanya kaget, darimana kakaknya mendapatkan foto macam ini?
"Ai, ini..."
Prilly menelan ludah tidak berani melanjutkan ucapannya.
"Itu pacar gue, dan gue kesel banget sama tuh cewek. Berani banget dia nyium cowok gue." Ucap Zaini kesal.
Prilly kembali menelan ludah dengan susah payah.
'Mati gue!' Batin Prilly.
"Loe kenapa jadi pucat gitu, Prilly?" Tanya Zaini heran, padahal kamar adiknya itu ac nya sangat dingin bahkan ruangan terdingin adalah di kamar Prilly.
"Eng gue ga apa apa kok Ai, cuma panas aja udaranya."
"Gini aja loe masih kepanasan."
"Oh iya, memang apa masalahnya apa?" Tanya Prilly.
"Loe kenal ga, sama cabe cabean ini? Gue yakin dia masih kelas satu." Tanya Zaini kesal membayangkan bagaimana pacarnya dicium oleh cewek lain.
Prilly lagi lagi harus menelan ludahnya.
"Itu gue."
"Hah!"
"Maksud gue, itu gue ga tau Ai." Ucap Prilly gugup.
"Oh, kalau aja muka tuh cewek kelihatan gue pasti udah labrak dia."
Prilly menatap ngeri Zaini yang sedang mengemas remas tangannya.
"Mati gue!" Ucap Prilly setelah Zaini keluar dari kamarnya.
"Sial banget sih gue."
"Hah, tapi gue masih beruntung karena muka gue ga keliatan."
"Siapa yang udah menfotonya sih?"
Prilly terus berbicara tanpa henti di kamarnya dengan perasaan kesal, marah dan entahlah. Semuanya bercampur jadi satu, bak gado gado mbak imah.
«««««««
"Loe kenapa Rie?"
Prilly menatap Ariyanto yang terlihat tidak semangat sekali hari ini.
"Galau berat dia." Ucap Amanda.
Prilly menatap Amanda tidak mengerti.
"Di tinggal Maya."
"Maya ninggalin gue, Prilly."
"Cuma beda sekolah aja. Masih bisa ketemuan kan?" Ucap Prilly enteng sambil meminum jus alpukatnya.
"Huaaa... kali ini bukan beda sekolah lagi, tapi negri!"
Prilly mendelik melihat Ariyanto yang tiba tiba cengeng. Prilly tidak pernah melihat Ariyanto menangis sebelumnya.
"Serius loe?"
Ariyanto mengangguk lesu. "Hiks, iya."
"Loe jangan nangis dong, Arie. Lihat mereka jadi liatin kita." Ucap Amanda kesal karena seisi kantin menatap mereka aneh.
"Loe ga ngerti gue, Man."
"Gue ngerti banget kok... plis jangan nangis lagi ya." Bujuk Amanda yg merasa malu karena tatapan mata para murid lainnya.
"Anjir ini si Arie ternyata ga sekuat yg gue kira, gara gara ditinggal cewek aja bisa buat dia ga tau malu'" Batin Prilly.
"Ck! Terserah loe deh, Arie. Yg penting gue udah ngasih tau loe, gue ga mau tau. Malu tanggung sendiri." Ucap Amanda kesal.
Amanda menghentakkan kakinya ke lantai dengan kesal lalu berjalan keluar kantin. Meninggalkan Ariyanto yg masih tidak perduli dengan mereka yg menatap nya kasihan ataupun juga sebaliknya, mencibir.
Prilly menelan ludah. "Amanda sialan, gue ditinggal sendiri!" Gerutu Prilly dalam hati.
"Kenapa? Loe mau pergi juga? Pergi aja!"
"Ga ko, gue kan sahabat loe, jadi gue akan tetap disini buat loe."
"Makasih ya, Prilly. Gue bener bener gegana sekarang. Gue sayang banget sama dia, Prilly. Tapi kenapa dia harus pergi keluar negri segala sih? Kayak di indonesia udah ga ada sekolah aja." Gerutu Ariyanto.
"Mungkin dia punya alasan yg kuat untuk pergi." Balas Prilly.
"Gue harus gimana, Prilly?" Tanya Ariyanto.
Prilly tersenyum, "lupakan dia dan cari yg baru."
Ariyanto mendecak kesal. "Loe enteng cuma ngomong doang. Lah gue yg ngejalanin, Prilly."
"Loe ga pernah kehilangan orang yg loe sayang." Lanjut Ariyanto.
Prilly menatap Ariyanto dengan senyum getir. "Semua orang pernah merasakan kehilangan, Arie."
'gue tau rasanya kehilangan itu seperti apa. Loe masih mending cuma ditinggal keluar negri, suatu saat kalian masih bisa bertemu. Sedangkan gue...'
««««««
Ali pov.
Gue menghentikan motor gue di tepat di depan rumah Zaini. Hari ini untuk pertama kalinya selama gue dan Zaini berpacaran, gue datang ke rumahnya.
"Ayo masuk."
"Ini rumah loe?" Tanya gue bego. Tentu aja ini rumah Zaini, Ali. Kalau bukan ngapain Zaini nyuruh loe masuk!
"Bukan! Rumah orang tua gue." Ucap Zaini kesal.
Gue nyengir. "Maaf."
Gue mengikuti Zaini memasuki rumahnya. Gue menatap sekeliling rumah ini dengan tersenyum, rumah ini tidak ada yang berubah. Ya walau gue tau pemilik rumah ini sudah berubah.
"Tunggu sini dulu ya, gue mau ganti baju dan nyuruh bik Ami buatin loe minuman. Loe mau minum apa?"
"Apa aja deh."
"Oke."
Gue memperhatikan Zaini yang berjalan menjauhi ruang tamu. Lima menit gue nunggu, tapi Zaini belum juga kembali kesini, hanya minuman yang di antar pelayan saja yg sudah datang. Dasar cewek ganti baju aja lama banget sih!
Gue pun memutuskan untuk melihat lihat sekitar rumah ini.
'Jika pemilik rumAh ini sudAh berubah lalu mengapa masih ada fotonya disini?' Batin gue bertanya tanya saat melihat bingkai foto berukuran 10 R, di dinding ruang tamu itu.
Sebuah foto yang menampilkan dua anak laki laki dengan seorang anak perempuan di tengah mereka sedang tersenyum sambil bergandengan tangan tanpa beban.
"Ngapain, Ali?" Tanya Zaini yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang gue.
"Gue cuma liat foto itu aja kok."
Zaini tersenyum manis, membuat gue inget seseorang. Zaini menatap foto itu lalu berkata. "Yang tengah adek gue dan kedua cowok temennya."
"Tanpa loe kasih tau juga gue udah tau, Zaini. Tapi tunggu apa dia bilang tadi, dia adalah adik Zaini?"
"Adek loe?"
"Iya, kenapa? Ga terlalu mirip ya?"
"Ga ko... cuma kaget aja. Soalnya loe ga pernah bilang kalo loe itu punya adek." Ucap gue.
Dan gue juga ga pernah tau kalau dia itu punya kakak, gue kira dia anak tunggal.
"Maaf.... entar deh gue kenalin sama adek gue. Dia sekolah di BSMR juga loh." Ucap Zaini.
"Hah! Masa sih? Kok gue ga pernah liat." Tanya gue.
"Iya lah. Dia kan masih kelas satu."
Gue tersenyum senang mendengar itu, gue kangen banget sama dia. Gue harap dia masih ingat gue. Jadi ga sabar pengen cepet cepet ketemu dia.
"ALIA!!"
"Prilly."
"Hah!"