Rumah sakit St Mary tidak pernah sesibuk malam itu. Saat itu, hampir semua tim medis berjuang bersama untuk menyelamatkan seorang gadis remaja dan bayi yang baru berumur 2 minggu. Keduanya benar-benar berada dalam kondisi kritis. Sang bayi hampir saja mengalami pneumonia dan kekurangan berat badan sehingga harus dimasukkan ke dalam incubator sambil terus dipantau kondisinya setiap saat. Sementara ibunya, si gadis belia, mengalami malnutrisi akut dan juga dehidrasi parah. Satu-satunya jalan hanyalah lewat cairan nutrisi yang dimasukkan ke dalam tubuhnya melalui selang infus.
Tidak hanya itu, sekujur tubuh si gadis juga dipenuhi dengan luka-luka lebam. Beberapa malah masih sangat baru. Buku-buku jarinya sobek dan mulai mengeluarkan nanah, tapi suster sudah mengobati lukanya dan membalut dengan perban. Sekilas, sepasang tangannya mirip seperti tangan Doraemon. Berbentuk bulat dan berwarna putih.
Suster Hua menghela nafas panjang. Menemukan mereka berdua dalam kondisi sangat mengenaskan entah merupakan sebuah keberuntungan atau kesialan baginya. Untuk biaya pengobatan dan perawatan mereka berdua, ia terpaksa harus mengeluarkan tabungan yang sudah disimpannya selama bertahun-tahun. Tadinya ia akan menggunakan seluruh tabungan tersebut untuk merenovasi gedung panti asuhannya. Sekarang, semuanya ludes tak bersisa. Kurang, malah. Untunglah beberapa rekannya turut membantu menyumbang dana sehingga ia tak perlu sampai berhutang ke rumah sakit.
Setelah kurang lebih perawatan intensif selama sebulan di rumah sakit, perlahan-lahan, kondisi keduanya mulai membaik. Sang gadis mulai menunjukkan rona warna di wajahnya sementara si bayi menunjukkan kenaikan berat badan yang konstan sesuai dengan indicator perkembangannya.
Akhirnya, mereka berdua lalu diijinkan pulang oleh dokter. Suster Hua yang menjemput mereka dan langsung membawa mereka ke asrama tuanya. Di sana, keberadaan kedua penghuni baru tersebut menimbulkan riak baru dan rasa penasaran yang dalam diantara anak-anak penghuni asrama. Beberapa anak menyambut mereka dengan wajah gembira, beberapa menunjukkan rasa curiga, sementara beberapa anak lagi memberanikan diri untuk bertanya dengan sikap malu-malu.
Sayangnya, si gadis tersebut sama sekali tidak memberikan respon apapun. Tatapan matanya kosong tanpa kehidupan sambil sesekali memandang dengan penuh curiga pada anak-anak asrama. Ia hanya bereaksi pada satu hal. Bayinya.
Sisanya, ia sama sekali tak peduli.
Selama mereka berdua tinggal di asrama, gadis asing itu dan bayinya selalu mengurung diri di dalam kamar Suster Hua. Ia sama sekali tidak mau berinteraksi dengan orang lain selain Suster Hua. Melihat keadaan gadis malang itu, Suster Hua tidak banyak bicara. Ia hanya melanjutkan aktivitasnya seperti biasa walaupun hatinya menyimpan berjuta pertanyaan tanpa jawaban.
Setiap hari, gadis itu hanya mengurung diri di dalam kamar tanpa sekalipun membuka pintu atau jendela. Malamnya, Suster Hua seringkali terbangun tiba-tiba karena gadis itu suka menjerit –jerit dalam tidurnya sambil meronta dan tubuhnya bergetar hebat sambil mengeluarkan keringat dingin.
Tidak hanya sekali tapi hampir setiap malam. Kalau sudah begitu, Suster Hua hanya dapat memeluknya erat-erat sambil menenangkan gadis itu dengan sabar.
Efeknya, hanya dalam waktu 2 minggu, kondisi kesehatan Suster Hua turun drastis. Otomatis, kondisi panti asuhan pun semrawut dan tidak terurus.
...............…
Panti Asuhan Young Generous, 15 tahun yang lalu
Sebuah ketukan pelan terdengar di depan pintu asrama ketika Anne membukakan pintu. Sesosok pemuda berkulit coklat dengan rambut ikal keriting sedang berdiri di depan pintu.
"Hai… maaf mengganggu. Apakah Suster Hua ada di dalam?" tanya pemuda itu sopan. Tangannya menenteng satu plastik berisi buah-buahan.
Anne mengangguk dan segera mempersilakan pemuda tersebut masuk ke dalam.
Begitu ia sampai di dalam ruangan asrama, anak-anak langsung berteriak gembira sambil berebutan untuk merangkul pemuda tersebut.
"Kak Jose!"
Jose segera memberikan rangkulan besar kepada anak-anak kecil tersebut sambil tertawa renyah. Sudah berapa lama ia tidak mengunjungi asrama ini? Mungkin ada sekitar 5 tahunan yang lalu dikarenakan kesibukannya untuk segera menyelesaikan kuliah psikologinya. Ia cepat-cepat datang ke asrama karena mendengar berita kalau Suster Hua sedang sakit parah dan juga Jose ingin menjenguknya.
Saat melihat mantan anak asuhannya datang untuk mengunjunginya, raut wajah Suster Hua yang letih segera berubah cerah. Mukanya berseri-seri saat menyaksikan kalau anak yatim piatu yang diasuhnya kini sudah bisa menjadi seorang pribadi mandiri dan siap untuk menata kehidupannya di masa depan.
"Jose… aku senang sekali karena kau datang hari ini…"
"Apa kabar, ibu? Maaf aku jarang sekali mengunjungimu beberapa tahun belakangan ini.."
Suster Hua menggeleng pelan. "Tidak apa-apa…"
Ia mengerti.
Jose lalu memandang wanita paruh baya yang ada di hadapannya dan merangkulnya erat-erat.
"Kudengar ibu sedang sakit jadi aku bawakan sedikit buah-buahan untukmu.."
"Yah, aku hanya sedikit letih selama beberapa minggu terakhir. Hanya butuh istirahat saja. Kau tahu sendiri kalau tubuh tua ini …kan…"
"Ini semua pasti gara-gara perempuan sialan itu kan!!!"
Salah seorang anak asrama lalu berteriak keras. Matanya memandang geram pada Suster Hua dan Jose. Sementara raut wajahnya benar-benar tidak bersahabat.
"Gadis sialan?" tanya Jose bingung.
"Ah… itu…"
Suster Hua baru saja mau menjawab ketika anak yang berteriak kasar tadi segera menarik tangan Jose ke arah kamar Suster Hua dan menunjuk.
"Ia selalu menjerit keras-keras setiap malam!!! Benar-benar bikin pusing saja…"
Kening Jose berkerut. Ekspresi mukanya tambah bingung. Perlahan, ia lalu membuka pintu kamar dan…..
......................
Gadis itu sedang memangku bayi mungilnya di dalam gendongannya ketika tiba-tiba ia mendengar suara pintu dibuka perlahan. Sontak, ia segera memalingkan wajahnya dan ketika matanya melihat sesosok pria asing di depan pintu, ia langsung berdiri dan segera mengacungkan pisau dengan ekspresi penuh dendam. Tubuhnya bergetar hebat tapi satu tangannya mendekap sang bayi dengan erat. Tubuhnya otomatis bergerak menjauh dengan sikap waspada. Ia tidak mengatakan apapun tapi raut wajahnya sudah jelas-jelas menyuruh Jose untuk tidak mendekatinya.
Dalam sekejab, Jose lalu menutup pintu pelan dan menoleh pada Suster Hua yang sedang duduk di ruang tamu. Keningnya berkerut bingung.
"Jadi… siapa itu?"
"..."