Chereads / The Heretic Chef : Exaworld Online / Chapter 47 - 47. Doa Petani Ampas

Chapter 47 - 47. Doa Petani Ampas

Mereka berdua sampai ke sebuah hotel yang sangat besar dan Rein menjadi gugup ketika melihat tempat yang mewah ini. Kenapa? karena ini adalah hotel garuda yang dikatakan sebagai hotel terbesar dan termewah di Indonesia, Rein bahkan tidak pernah bermimpi untuk memasukinya karena biaya penginapan untuk satu malam saja memakan uang belasan juta rupiah.

"Kamu yakin kita tidak salah tempat kan?" Rein mengkerutkan keningnya ketika turun dari mobil.

Ada puluhan orang yang sedang mengantri di pintu masuk dan mereka terlihat asik mengobrol satu sama lain. Banyak juga yang baru datang seperti Rein dan langsung bergabung dalam antrian.

"Santai saja tidak perlu terlalu gugup." Lucia keluar dari mobil dan berdiri di samping Rein.

Nier dan Lucia berjalan bersamaan ke dalam hotel, ketika Rein berjalan dia masih berpikir apakah acara yang diadakan ini semua gratis? uangnya benar benar sudah habis untuk membeli semua perlengkapan yang dia gunakan saat ini.

Puluhan pasang mata melihat ke arah mereka berdua, tentu saja Rein dan Lucia mengabaikannya dan langsung menghampiri penerima tamu.

Rein berbisik ke arah Lucia, "Hei lucia, bukankah kita harus mengantri? tidak baik untuk memotong antrian orang."

Lucia mengangkat alisnya, dia mengabaikan pertanyaan Rein dan berbicara kepada gadis penerima tamu didepannya, "Tolong buatkan aku dua papan nama, satu bernama Lucia dan yang kedua bernama NieR."

Gadis itu mengangguk dan membuatkan dua papan nama yang diminta oleh Lucia.

Rein merasa aneh karena Lucia tidak dimarahi oleh gadis itu, bukannya kena marah karena telah memotong antrian dia malah menerima senyum manis dari gadis itu!

"Ini nyonya muda, semoga harimu menyenangkan." Gadis itu menunduk dan memberikan dua papan nama kepada Lucia lalu kembali menjalankan tugasnya.

Rein mengambil papan nama yang diberikan Lucia lalu mengenakannya, dia merasa tidak enak jika terus berada disini karena dia terus diperhatikan oleh orang orang yang sedang mengantri, jadi dia meminta Lucia untuk masuk kedalam hotel.

Setelah mereka berdua memasuki hotel seorang pemuda mengikuti apa yang dilakukan oleh Rein dan Lucia, dia baru datang dan langsung menuju gadis penerima tamu.

"Berhenti! apa yang kau lakukan!? beraninya kau mencoba untuk memotong antrian!" Seorang petugas berteriak ke arah pemuda tersebut lalu menahannya.

"Pergilah dari sini, kau bukan siapa siapa dan berani untuk memotong antrian!?"

"Dia pasti sedang mencoba untuk tampil keren, tapi sayang sekali karena dia bukan siapa siapa."

Bukan hanya petugas, orang di antrian juga menghinanya karena dia memotong antrian dan mengikuti cara Lucia dan Rein.

Seorang laki laki bertanya, "Lalu kenapa pasangan itu diperbolehkan untuk memotong antrian? apakah mereka istimewa?"

Gadis yang berada di depannya mengkerutkan keningnya, "Jangan bilang kamu tidak mengetahui siapa gadis itu?"

Wajah laki laki itu terlihat bingung lalu dia mengangkat bahunya dan mendesah.

"Pantas saja, kau tahu siapa pemilik hotel ini?" Gadis itu menyipitkan matanya.

"Tentu saja aku tahu, lalu apa hubungannya dengan mereka?" wajah laki laki itu masih terlihat bingung.

"Gadis itu adalah anak dari pemilik hotel ini." Gadis itu mendesah.

"Apa!? ...wajar saja jika di bersikap begitu." Laki laki itu mengangguk seolah telah mengerti.

"Lalu siapa laki laki itu? apakah dia pacarnya?" Laki laki itu masih penasaran.

"Siapa tahu..."

* * *

Rein menjadi sedikit tenang setelah memasuki hotel, mereka berdua berjalan dan memasuki sebuah ruangan yang berada di lantai paling atas.

Ruangannya begitu besar, mungkin satu ruangan ini menggunakan satu lantai penuh dari hotel. Bukan hanya luas, meja mejanya juga dipenuhi oleh berbagai macam makanan yang terlihat enak dan didalam ruangan ini sudah ada ratusan orang yang berada di dalamnya.

'apakah mereka juga berada disini? atau mereka sedang mengantri?' Rein bertanya tanya dan melihat lihat sekitarnya, yang dia cari adalah teman teman dari kelasnya.

"Nier, aku akan pergi sebentar... apakah tidak apa apa meninggalkanmu sendirian disini?" Lucia bertanya.

"Tidak apa apa aku bukan anak kecil, aku akan mencari beberapa teman disini. Oh iya sudah kubilang jangan panggil aku Nier disini..." Rein tersenyum.

"Namamu terlalu sulit, kenapa pula kamu harus mempunyai dua nama... baiklah kalau begitu namamu sekarang Nie." Lucia mengelus dagunya. Memang agak sulit jika harus memanggil temanmu dengan nama yang berbeda disetiap waktu.

Sebelum Rein sempat menjawab, Lucia telah pergi meninggalkannya dan dia sendirian di ruangan yang luas ini.

"Sial aku lupa bertanya tentang biaya dari acara ini..." Rein mengkerutkan keningnya lalu dia berjalan jalan di ruangan yang penuh dengan orang.

Rein memperhatikan apa yang ada di ruangan dan terlihat 10 meja yang terlihat lebih mewah dari yang lainnya dan itu diurutkan dengan nomor diatasnya.

Diantara nomor pada meja itu ada beberapa perbedaan yang terlihat pada ukurannya yaitu nomor 1 sampai nomor 3.

Nomor satu memiliki lambang garuda yang memakai mahkota berwarna emas dan bertuliskan 'Garuda Crown'.

Yang kedua juga begitu, tetapi lambang mereka berbentuk seperti emblem berwarna perak yang bertuliskan 'Mystic'.

Nomor tiga berlambang tengkorak dan malaikat kematian yang membawa sabit besar di tangannya, dibawahnya tertulis 'Shadow Killer'.

Rein tahu ketiga guild ini adalah guild terbesar di Indonesia, walaupun hanya garuda crown yang memasuki global top guild tetapi mystic dan shadow killer juga tidak bisa dibilang lemah, kedua guild itu memasuki 50 besar dalam global guild dan itu sangat membanggakan nama indonesia.

"Hahh.., apakah aku harus memasuki guild juga? tapi jika aku memasuki guild pergerakanku akan dibatasi dan permainan akan terasa seperti pekerjaan..." Rein menghela napas panjang, dia lebih suka bermain sendiri dari pada diperintah oleh mereka.

Rein berkeliling dan akhirnya melihat wajah yang dikenalinya sejak kecil, dan itu adalah Rudi!

"Rudii!" Rein melambaikan tangannya dan melihat Andy dan Ferdi juga berada disana.

"Tidak mungkin... Rein itu kamu?" Mereka bertiga kebingungan dengan keberadaan Rein, mereka merasa tidak mungkin pemula level 30 diterima dalam acara seperti ini.

Rein menghampiri mereka dan tersenyum ketika melihat ekspresi heran teman temannya.

"Hahaha, terkejutlah kalian dengan abangmu yang tampan ini." Rein membusungkan dada dan memegang dagunya.

"Ceh tampan apanya, pergi sana ke rumah sakit otakmu dari dulu memang harus diperiksa." Ferdi tersenyum dan menepuk pinggang Rein.

"Berisikk, jadi bagaimana? kalian sudah menemukan guild?" Rein tersenyum melihat temannya yang bertingkah seperti biasa.

"kami berdua sedang mendaftar ke dalam Shadow Killer sedangkan si gendut ini mendaftar di Garuda Crown." Andy menjawab dan menepuk bahu Rudi.

"Jika kami diterima maka nama kami akan langsung dipanggil oleh mereka." Ferdi mengangguk.

"Kalian luar biasa bahkan langsung mendaftar di tiga guild besar! Hahaha... kuharap kalian bertiga diterima... khususnya untukmu gendut, Garuda Crown memiliki persyaratan yang sangat tinggi." Rein menatap Rudi.

"Terima kasih, doa petani ampas sepertinya akan sedikit menaikkan keberuntunganku." Rudi tertawa ketika mengatakan itu.

Ketiga temannya tertawa mengejek Rein, dia sudah terbiasa dengan hinaan temannya jadi dia hanya tersenyum pahit.

Tetapi tiba tiba seorang gadis muncul dan mengetuk bahu Rudi yang sedang tertawa, gadis itu terlihat cantik ketika memakai pakaian yang formal.

"Perkenalkan saya Tania dari guild Garuda Crown, apakah kau Rudi yang mendaftar? Segera datang ke meja nomor satu Garuda Crown, kami menunggumu." Gadis berbicara lalu pergi meninggalkan mereka.

Ketiga temannya langsung menatap Rein.