Hanya kegelapan yang dapat dilihat sekeliling. Sorot lampu senter menjadi penuntun jalan agar tidak tersesat dan tertabrak pohon-pohon yang saling tumbuh berdekatan. Sementara lampu senter mereka sudah mulai meredup yang sekarang hanya mampu menyintari jalan setapak di hadapan mereka.
Emmy sebenarnya bisa melihat dalam kegelapan, tetapi dia sangat buruk menjadi pemandu perjalanan. Ankor dan Haru, harus berapa kali merasakan dahi mereka berciuman dengan dahan-dahan pohon. Mereka berempat berjalan saling mengekori dengan tangan mereka sama-sama bertumpu di bahu satu sama lain, dan Emmy yang berada di depan karena dialah yang paling kecil dari mereka berempat. Gadis bermata heterochromia itu memang berada di depan, tetapi tentu kawan-kawannya tidak akan membiarkan Emmy memimpin perjalanan. Penglihatan Emmy bisa dipercaya tapi petunjuk arahnya akan berlawanan dengan apa yang dilihatnya, itu mungkin karena bola matanya yang beda, tetapi apapun itu kau jelas tidak bisa mempercayai Emmy. Sebab itu setiap Emmy ingin berbelok ke kiri, maka Rika menahannya dan memaksanya belok ke arah sebaliknya. Tapi beruntung penglihatan Emmy bisa dipercaya. Jika Emmy berkata di depan mereka ada dahan pohon, mereka pasti akan cepat menunduk, tetapi entah mengapa dua cowok di belakang mereka itu malah terus-terusan tidak dapat menghindarinya.
Sekarang senter yang dipegang Rika, telah mati total membuat penglihatan mereka hanya di sapa oleh kegelapan yang pekat. Hanya Emmy satu-satunya yang dapat melihat dikegelapan sekarang. Melanjutkan perjalanan tentu Emmy sebagai penunjuk jalan, karena hanya dialah satu-satunya yang dapat melihat tapi itu pilihan terburuk. Jadi karena pilihan masih tersangkut diujung tenggorokan, mereka berempat akhirnya diam di dalam kegelapan sampai ada cahaya merah terlihat terbang di sekitaran mereka.
"Elf merah." ucap Haru.
Beruntung mereka bertemu dengan Elf merah. Cahaya merah dari sayapnya cukup membuat penerangan untuk melihat jalanan di hutan itu, tetapi Ankor malah menembak Elf merah saat melihat makhluk kecil itu ingin hinggap di tubuh Rika.
"Apa yang kau lakukan bodoh?" gerutu Haru.
"Rika tidak abadi sepertimu." tukas Ankor, membuat Haru terdiam.
Khusima Haru, dia baru ingat sekarang. Keberadaan Elf merah di era kegelapan sekarang bagaikan secercah harapan, tetapi di era kegalapan sekarang ini juga Elf merah bagaikan monster kecil yang dapat membunuh seketika. Bersentuhan sedikit saja dengan Elf merah dapat membakar kulit yang langsung menjadikan tengkorak.
Sekarang kegelapan kembali melingkupi. Namun tak lama kemudian, Elf merah kembali berdatangan. Kehadiran mereka sudah seperti hantu yang tiba-tiba saja muncul tanpa di duga. Dan kali ini jumlah mereka sangat banyak, hingga menerangi sekitaran hutan dengan warna merah.
"Kita beruntung. Sepertinya banyak Elf merah di wilayah ini." kata Angkor. Bola matanya terlihat sangat fokus, gerakkan bola matanya selalu mengikuti arah terbang para Elf merah. "Hati-hati agar tidak menyentuh mereka."
"Haru, kau di depan yang memimpin perjalanan." timpal Ankor.
"Ha? Kenapa harus aku?"
"Kau abadi. Kau dapat berguna dengan menjadi tameng untuk kedua teman cewek kita."
"Aku benar-benar akan menghancurkan mulutmu itu, Ankor." ucap Haru, ekspresi nampak geram. Mereka hampir beradu tinju, namun perkataan dari gadis berambut pink membuat mereka terhenti.
"Itu tidak perlu Ankor. Aku dapat melindungi diriku sendiri." Kemudian Rika berjalan duluan lagi.
"Itu benar. Kami bisa melindungi diri kami sendiri. Kau terlalu berlebihan hanya untuk makhluk kecil seperti mereka, Ankor." Sahut Emmy. "Apa mungkin kau yang butuh perlindungan? Ankor." Suaranya meremehkan tapi terkesan menggoda.
Ankor tentu tidak senang. Namun, dia sendiri tentu tidak bisa meremehkan Emmy. Gadis itu telah membawa tas yang begitu besar bahkan melebihi tinggi tubuhnya. Tas yang berisikan berbagai barang bawaan mereka semua seperti, senjata, makanan, dan alat lainnya yang menjadikan tas itu begitu berat, dan Emmy telah menggendong tas itu selama perjalanan mereka tadi.
Tapi bukan itu masalahnya. Emmy adalah Vampire, baik dia perempuan atau pria kekuatan fisik dan regenerasinya sudah tidak bisa disamakan lagi dengan manusia. Dari mereka berempat hanya Ankor yang benar-benar manusia biasa. Namun, permasalahan yang membuat Ankor sama sekali tidak suka adalah cara bicara Emmy, yang tentu menggunjing kejadian saat mereka melakukan seks berapa hari lalu.
"Saat ini semua selesai, akan aku buat kamu lemas seperti jelly dan hanya bisa mendesah."
"Aku menantikannya?" ucap Emmy lalu dia dengan cepat berlari mengejar Rika.
Sekarang apa yang dilihat Ankor adalah wajah Haru yang nampak mengesalkan.
"Apa?" ucap Ankor ketus dengan raut wajah yang kembali masam.
"Kau ingin aku lindungi?" kata Haru seraya mengangkat satu alis mata kanannya, meremehkan.
"Diamlah atau kau inginku tembak lagi." Ankor menodongkan pistol putih dengan guratan di kedua sisinya di hadapan wajah Haru. Matanya menajam, rahangnya mengerat membuat garis wajahnya terlihat menegang yang tersirat keseriusan.
"Kamu bisa terus menembak aku, tetapi aku hanya perlu satu tebasan untuk membunuhmu."
Perkataan Haru berhasil membuat Ankor bungkam. Sekarang bagaimana emosinya menggelegak menyakitkan saat sudah tak mampu untuk bersuara lagi. Ancaman Haru memang hanya gertakan saja. Berbeda jika Ankor yang memberi sebuah ancaman, dia pasti akan benar-benar melakukannya. Mereka berdua sudah berteman selama dua bulan, sejak bertemu di kelas yang sama dan kebetulan berada di tim yang sama. Entah apa membuat mereka hingga bisa berteman padahal mereka berdua sama sekali tidak terlihat akrab. Pertemanan mereka selalu dihiasi dengan bentrok mulut hingga perkalahian. Terkadang Ankor bisa benar-benar membunuh Haru dalam perkalahian mereka, karena mengetahui Haru abadi.
Khusima Haru mungkin lemah dan jelas bukan tandingan Ankor, tetapi Haru memiliki keabadian yang membuatnya tidak bisa bunuh. Satu-satunya hal yang bisa dilihat dari pertemanan mereka adalah bagaimana cara mereka berdamai bahkan setelah pertengkaran berdarah sampai membuat Haru harus meregang nyawa beberapa kali, tetapi lelaki itu sama sekali tidak pernah menaruh dendam pada Ankor. Terkadang untuk membalas rasa sakit atas kematiannya itu, Haru hanya berusaha memukul Ankor dengan tangan kosong lalu setelah itu mereka terlihat akur untuk saling bicara satu sama lain, walaupun pembicaraan mereka hanyalah mencemoh satu sama lain.
Ankor tak pernah kalah dari perkalahian mereka atau mungkin Haru sengaja mengalah, karena Ankor hanyalah manusia biasa. Apapun itu jelas Keabadian yang dimiliki Haru adalah momok paling menakutkan bagi Ankor. Bukan tidak mungkin, jika suatu saat Haru akan serius atau tanpa sengaja, pisaunya akan mengenai lelaki berambut kelabu itu, sudah pasti Ankor akan meninggal saat itu juga.
"Lindungi dirimu sendiri." kaul Haru, dia berjalan menyusul kedua perempuan yang telah berjalan lebih dulu itu dan meninggalkan Ankor yang hanya terdiri diam.
"Ciih."
Desih Ankor, matanya menatap nyalang, rahang mengerat hingga menimbulkan suara gemerutuk di giginya. Setelah itu dia pun juga menggerakkan kaki mengekori Haru.