Mengikuti jalan setapak yang diterangi Elf merah bertaburan disekitar hutan, bagaikan nyala obor yang berteger di dinding menerangi sepanjang jalan, menuntun mereka berempat pada bagian hutan dengan dedaunannya yang begitu lebat. Pepohonan di sana terbentang membentuk lingkaran dengan rerumputan hijau di lapang luas yang berada di tengah gugusan hutan itu.
Rika, berjalan sambil menunduk dan mengendap-endap di antara semak, diikuti pula oleh ketiga temannya. Rika kembali mengeluarkan layar hologramnya, kali ini bentuk layarnya kecil sebagaimana bentuk layar handphone.
"Nah Rika, kenapa tidak dari tadi kau keluarkan? Cahaya dari alatmu itu padahal cukup terang." ucap Haru. Dia penasaran, padahal selain dari senter, alat yang di bawa Rika juga dapat menjadi penerang. Tapi alat itu hanya di gunakan saat berdiam dan saat berjalan alat itu pasti dimatikan.
"Alat ini mengeluarkan hawa panas yang dapat menarik perhatian monster. Resikonya bisa lebih besar saat menggunakannya dalam keadaan bergerak." Terang Rika. Sekarang bagaimana mata hanya terpaku pada layar hologram. Cahaya dari layarnya itu seakan sinar rembulan yang menerangi wajahnya dari balik naungan bayangan poninya.
Dua pria di sana terdiam, entah karena mereka selama ini memang kurang memperhatikan Rika, atau memang tidak sadar. Tapi kini Ankor dan Haru tahu, sosok di depan mereka ini memang.... Cantik.
"Ada apa?" tatapan tajam Rika, langsung membuat kedua pria itu gelabakan salah tingkah.
Rika hanya mengerutkan keningnya, sama sekali tidak mengerti, tetapi satu hal yang sangat di pahami Rika, kedua teman cowoknya itu memang... Aneh.
"Jadi kenapa sekarang kamu mengeluar alat itu lagi?" kaul Emmy.
"Sesuai dugaanku, semua Elf merah berhenti bergerak di titik merah ini."
"Kalian lihatlah ke depan." suara Ankor halus dan tenang tapi dengan ekspresi terkejut, hal itulah yang membuat ketiga temannya langsung melirik ke arah yang dilihat Ankor.
"Apa itu?" ucap Haru.
Mereka semua memperhatikan cahaya merah yang begitu terang di dalam hutan di depan mereka. Cahaya merah yang begitu menyilaukan. Elf merah yang berada di sekitaran mereka perlahan terbang mendekati cahaya merah di sana. Banyak mayat monster-monster tergeletak di sana, berhamburan di sepenjuru hutan itu bahkan Silver Wolf yang menjadi buruan Ankor, telah tewas dengan setengah badan tersisa tengkorak.
"Jadi ini alasan kenapa titik merah yang mendekat ke tempat ini menghilang." gumam Rika.
"Sudah pasti ada bos di tempat ini." Ankor tersenyum begitu lebar. "Emmy, ambilkan senjataku."
"Ambil sendiri." Emmy meletakkan tas besar yang dibawanya di hadapan Ankor, kemudian sepasang sayap membentang di punggungnya. "Aku akan mengecek dari atas." Lantas dia terbang.
Ankor menggeledah tas besar itu, mengambil senjatanya, sebuah sniper dan Earphone Bluetooth telah di tangannya. Kemudian dengan cepat dia berlari ke tempat yang sedikit lebih tinggi. Haru hanya mengambil dua earphone, satunya diberikan pada Rika yang masih diam pada posisi jongkoknya di balik semak.
"Kau tetap di sini Rika?"
gadis berambut pink itu hanya diam tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan Haru, sebab sekarang gadis itu begitu fokus melihat ke depan. Bola matanya berwarna merah muda itu mengeluarkan cahaya yang membentuk lingkaran di depan matanya.
Haru tidak akan bertanya lagi apa yang dilakukan Rika sekarang. Jelas Haru sudah mengetahuinya, lingkaran cahaya di depan bola mata gadis itu adalah sebuah alat yang digunakannya untuk melihat objek yang sangat jauh dan menganalisisnya. Satu hal saja yang masih menjadi pertanyaan, semua alat itu hanya bisa digunakan oleh Rika.
"Melihat sesuatu?"
Rika kali ini merespon. "Cahaya merah cukup mengganggu penglihatan tapi aku yakin di balik cahaya merah itu ada Manusia."
"Kau serius? Akan ku pastikan sendiri." Haru berjalan mendekati cahaya merah itu, karena dia abadi lekaki itu sama sekali tidak takut dengan ribuan Elf merah yang beterbangan di sana.
Berada dalam cahaya merah yang begitu pekat, dikelilingi ribuan Elf merah membuat Haru harus merasakan perih di mata. Keberadaan Elf merah di era kegelapan sekarang cukup mudah untuk ditemukan, tetapi tak pernah sebanyak ini, dan cahaya merah dari sayap mereka hanya terlihat seperti lilin. Tapi sekarang, ribuan Elf mengeluarkan cahaya merah yang begitu terang dan terasa panas. Bahkan tak jarang para Elf merah hinggap di tubuh Haru, membuat tubuh lelaki itu terbakar dan seketika merubahnya menjadi tengkorak.
Haru harus merasakan 10 kali kematian dengan cara yang sama. Dia sudah tak mampu lagi merasakan rasa sakit yang sama terus menerus. Kini Haru bersandar pada sebuah pohon, nafasnya terengah-engah dengan banyaknya keringat membasahi wajahnya tapi setidaknya Haru lega, dia berhasil mencapai tempat yang dia inginkan. Dari tempat dia bersandar sekarang, mengintip dari balik pohon, Haru dapat melihat seorang perempuan duduk bersandar pada batang pohon.
Perempuan itu duduk meringkuk dengan kedua lututnya ditekuk ke dada, sementara lengan kecilnya melingkari lutut dan memeluknya kuat. Dia hanya menggunakan kain putih yang hanya menutupi buah dadanya, kainya pun sudah terlihat lesuh dan kotor. Kulit putihnya nampak tergores, sementara dia menggunakan rok hitam yang sudah mulai sobek, Haru tidak bisa melihat wajah perempuan itu, sebab perempuan itu menundukkan kepalanya. Tapi dilihat dari rambutnya yang memiliki dua warna, untuk bagian pucuk kepalanya berwarna hitam dan sisanya sampai ke ujung rambutnya berwarna merah, diitambah ribuan Elf merah yang mengitarinya, memberikan kesan jauh kalau perempuan itu adalah manusia.
Haru menempelkan telunjuk jari kanannya di earphone di dalam telinganya. "Kamu yakin Manusia? Ada ribuan Elf merah yang mengitarinya. Kau tau Elf merah hanya tertarik pada sisi kegelapan makhluk hidup, dan melihat Elf merah sebanyak ini. Aku ragu kalau dia manusia." Haru berbicara pada ketiga temannya itu melewati earphone tersebut.
"Kalau begitu kita harus membunuhnya." balas Ankor.
Ankor sudah siap dengan posisi menembaknya. Dia juga sudah mengunci targetnya dan hanya perlu satu tindakkan lagi pada ujung jarinya yang berada di depan pelatuk senjatanya.
"Ankor, tunggu." seru Rika dari earphone.
"Menuggu? Aku tidak akan mau kehilangan buruan lagi." Dan tanpa memperpanjang lagi, Ankor langsung menekan pelatuk senapannya.
Emmy, yang sejak dari tadi berada di langit memperhatian situasi dari atas, tiba-tiba merasakan hembusan angin, ada seseorang yang terbang baru saja melewatinya.
Sepasang sayap berwarna-warni muncul dari balik punggung Rika, gadis itu terbang melesat begitu cepat. Tangannya menciptakan sebuah perisai kecil untuk menahan peluru yang hampir mengenai seorang perempuan.
"Rika." ucap Ankor tak percaya.
Lelaki berambut kelabu itu melihat jelas dari scopenya kalau Rika lah yang baru saja mementalkan peluru snipernya. Ankor dengan cepat berdiri dari posisi telungkupnya, kemudian berlari cepat untuk mendatangi Rika.
Kedatangan Rika, telah membuat ribuan Elf merah itu berhamburan dan pergi menjauh karena cahaya warna-warni yang indah dari sayapnya. Gadis beriris merah muda itu melirik pada perempuan yang dia selamatkan.
"Kamu tidak apa-apa?"