Syahna memandang Kinan dengan cemberut. Jihan tak berhasil mencari tempat duduk lain untuknya, sehingga Syahna terpaksa duduk dengan gadis aneh ini lagi. Apa hendak dikata semua kursi penuh dan dia tak bisa pindah kelas. Bahkan jika Syahna mengancam dengan posisinya sekalipun, tak mungkin berhasil. Syahna bisa memaksa salah satu siswa untuk bertukar tempat, tapi mana ada yang mau duduk dengan Kinan?
"ini" Kinan menyodorkan bukunya ke hadapan Syahna. Putri raja itu memutar bola mata malas.
"apa?" sahut Syahna jutek. Kinan sedikit mendengus tapi ekspresi masih datar.
"ada tugas pasangan" jawab Kinan. Syahna menatap deretan percakapan berbahasa Inggris yang ditulis oleh Kinan di bukunya.
"kau sudah mengerjakan, bagus kalau begitu aku jadi tak usah repot."ujar Syahna kemudian bersedekap dengan angkuh.
"kau harus menyalinnya ke bukumu" Syahna mendesah kesal. Dia mengambil bolpoin dari kotak kemudian menarik buku Kinan.
Sementara Syahna menyalin tugas, Kinan memperhatikannya. Jemari Syahna sangat lentik dengan cincin emas bermata berlian putih di jari tengah. Rambutnya bergelombang turun melewati bahu. Syahna benar-benar berpenampilan putri yang sesungguhnya.
"sudah selesai, ini bukumu" Syahna mendorong buku Kinan tepat ke depan dadanya. Sampai tak sengaja tangan Syahna menyentuh bagian tubuh Kinan yang tidak seharusnya dia sentuh.
Syahna menatap Kinan terkejut karena dia benar-benar tidak sengaja melakukan itu.
"oh, maaf aku-"
Syahna menggantungkan kalimatnya melihat Kinan dengan santai membenarkan letak bra yang dipakai. Mulut Syahna membulat dengan lebar. Syahna tak menyangka teman sebangkunya memang sangat aneh.
"kenapa?" tanya Kinan dengan datar. Syahna menutup mulutnya kemudian membuang muka. Mungkin Kinan memang sering melakukan itu, dia saja yang belum terbiasa pikir Syahna.
"apa semuanya sudah selesai?" tanya miss Ani, guru pengampu mata pelajaran bahasa Inggris itu berjalan menyusuri bangku siswa. Syahna tersenyum padanya sembari memamerkan tugas yang sudah dia selesaikan. Sementara Kinan menaruh kepala di atas meja. Tidur siang sesaat.
"Syahna, kau sudah selesai?" seru miss Ani.
"iya bu," Syahna tersenyum bangga.
"bagus, ayo kalau sudah maju ke depan dan bacakan percakapan yang kalian buat?" ujar Miss Ani kembali duduk di singgahsananya.
Syahna menyikut Kinan penuh semangat. "nan, ayo kita maju!"
"gak!" Kinan tak menoleh. Dia hanya menggeser tubuhnya menjauh dari jangkauan Syahna. Namun Syahna justru mendekat dan terus menggoyangkan bahunya.
"kata Miss Ani kita baca berdua," bujuk Syahna tak menyerah. Kinan tiba-tiba menegakkan tubuhnya kemudian menoleh dengan tatapan tajam.
"aku bilang gak, apa kamu tuli?!" suara Kinan meninggi. Syahna tidak pernah tahu ada perempuan yang memiliki suara sedalam dan sekencang itu. Apa mungkin karena dia jarang bertemu orang? Atau telinganya yang salah menangkap suara Kinan seperti suara laki-laki?
"ehem, oke. Kau tidak perlu membentakku tau." gerutu Syahna. Dibanding marah atau sakit hati, Syahna justru merasa aneh dengan Kinan.
Jujur saja, jika dilihat lebih teliti Kinan nampak seperti perempuan berwajah tampan. Syahna yakin jika rambut Kinan dipotong pendek dia pasti akan terlihat berbeda.
"kau bisa diamkan kalo begitu?" Kinan berujar dingin. Syahna menelan ludah gugup, ini pertama kalinya dia diancam selama 15 tahun hidup di bumi. Ternyata rasanya sangat menakutkan dan sedikit menarik. Syahna dapat merasakan debar di dadanya saat tatapan Kinan mengunci dua bola matanya.
"tentu, aku bisa. Tapi, kau tidak berhak memerintahku." Syahna menunjuk tempat beberapa pengawalnya berdiri di luar kelas. Kinan terlihat kesal tapi dia hanya mendengus kemudian membuang muka.
***
Tersisa satu dari empat pelajaran yang tertulis pada jadwal hari ini. Itu berarti tinggal 80 menit sampai waktunya pulang. Kinan pikir perjalanannya di SMA akan lancar saja, nyatanya tidak begitu.
Sejak pagi Syahna tidak bisa diam di bangkunya. Beberapa kali sikunya bersinggungan dengan lengan Kinan. Dia juga suka sekali bercanda dan mengobrol heboh dengan Mela dan Rose, dua gadis yang duduk tepat di depan bangku Kinan dan Syahna.
Itu tidak masalah jika Syahna tidak melibatkan Kinan. Tiga gadis dengan selera humor di bawah rata-rata itu terus tertawa tanpa memedulikan tatapan Kinan. Namun Syahna tidak, dia menabok, menarik dan memeluk Kinan setiap dia tertawa.
Jika kemarin Syahna yang meminta untuk pindah tempat duduk, kini giliran Kinan yang mulai tidak betah dengan teman sebangkunya itu. Demi suara cempreng Mela saat bernyanyi, mereka baru tiga bulan berteman. Namun, Syahna seperti telah mengenal Kinan berpuluh-puluh tahun lamanya.
Dalam beberapa kali kesempatan gadis itu bahkan dengan tidak tahu malu curhat masalah pribadinya. Dimulai dari paksaan sang bunda yaitu ratu kerajaan agar Syahna memakai tampon saat sedang pms. Kinan sebenarnya tak peduli, dia mau memakai tampon, pembalut atau apapun. Apakah perempuan memang selalu mengatakan ini dengan terang-terangan?
"bagaimana kalau kita bermain truth or dare?" Mela tiba-tiba memberi saran. Kinan melengos untuk kembali tidur di bangkunya. Terkutuklah jam kosong bersama siswa random seperti mereka.
"ayo," Syahna menyahut semangat. Belum pernah dia memainkan permainan itu dengan siapapun. Terakhir kali dia melakukannya bersama para dayang, Syahna dihukum cabut uang saku selama tiga hari. Itu terjadi karena dia menukar garam dan gula gara-gara kalah truth or dare.
Semua makanan penutup yang seharusnya manis menjadi asin. Makanan utama yang seharusnya asin malah manis. Ratu sampai harus memakan hidangan cepat saji karena kejadian itu.
Rose mengambil pena dari kotak Syahna. Dengan terampil dia kemudian memutar pena itu. Pena bergerak dengan cepat memutar di tengah meja, tiga orang gadis itu terdiam sembari merapalkan doa semoga ujung pena tidak mengarah pada mereka.
Setelah beberapa detik, putaran pena melambat dan akhirnya berhenti menunjuk ke arah Kinan. Syahna segera berseru menggoyangkan bahu teman sebangkunya itu berkali-kali.
"kau kena, ayo truth or dare?!" Syahna menatap Kinan penuh harap.
"bagaimana kalau kau yang pilih, aku atau kau yang pindah sekolah?" ujar Kinan dengan nada dingin. Tak lupa tatapan tajam menyertai wajahnya.
"ah, Kinan tidak asyik!" ujar Mela. Kinan tak peduli, dia balik ke aktivitasnya mengistirahatkan kepala di atas meja.
Sementara itu Syahna terpaksa menggantikan Kinan karena dia yang paling dekat dengan ujung pena. Mela dan Rose berbisik sembari terkikik saat berdiskusi tentang hukuman Syahna.
"aku lebih suka tantangan bukan berarti tidak ada batasannya, ingat pengawalku ada di luar." ujar Syahna memperingatkan. Hukuman truth or dare memang kadang tidak masuk akal. Seperti menyatakan cinta pada seseorang atau melakukan sesuatu yang memalukan hampir mirip orang gila.
Kinan tidak peduli dengan apapun, saat ini dia hanya ingin terlelap. Meski kelas sangat ramai dan berisik dia tetap terpejam dengan damai.
Baru saja dia hendak masuk ke alam bawah sadar lebih dalam, Kinan seperti merasakan hembusan napas menerpa wajahnya. Saat matanya terbuka wajah Syahna sudah berada sangat dekat di depannya.
***