Syahna mengatur napasnya berkali-kali. Sialan memang Mela dan Rose. Seharusnya Syahna tahu dua orang itu tidak waras. Namun, hukuman adalah hukuman.
Perlahan Syahna mendekatkan bibirnya ke wajah Kinan yang masih terpejam. Syahna bersyukur setidaknya Mela dan Rose tidak menyuruhnya untuk mencium orang lain. Kinan bukanlah orang asing bagi Syahna.
Oke, tinggal tempelkan saja bibirmu sebentar dan semuanya selesai. Syahna merapalkan kata itu berkali-kali dalam hatinya. Sementara Mela dan Rose sudah tertawa menutup matanya.
Jarak Syahna sudah tinggal beberapa senti saja tapi mendadak mata Kinan terbuka. Syahna tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja dengan cepat Kinan berteriak keluar kelas.
Semua siswa terdiam menatap ke arah Syahna, sedangkan Mela dan Rose sudah terbahak di bangkunya. Sialan, Syahna hanya dapat tersenyum untuk menenangkan seluruh siswa kelas bahwa Kinan baik-baik saja.
"puas kalian, hah?!" geram Syahna dongkol.
"no, no!" Mela menggerakkan telunjuknya ke kanan dan kiri.
"kau belum menciumnya, Syahna!" timpal Rose masih dengan sisa tawa menyebalkannya.
"kau lihat bagaimana Kinan berlari? Dia ketakutan begitu padaku. Apa yang akan aku katakan kalau aku kembali?" sewot Syahna emosi. Mela berjalan mendekat kemudian mengelus punggung Syahna untuk menenangkannya.
"hey, kau tidak seasing itu dengannya, Syahna." goda Rose. Ya memang benar apa yang dikatakannya, Syahna bahkan sering melakukan sentuhan dengan Kinan. Meski sering kali Kinan menangkisnya, Syahna selalu nyaman memeluk atau menggandeng lengannya yang terasa lebih besar dari perempuan biasa.
"baiklah, aku akan mencarinya di toilet. Kalau tidak ada, aku menyerah." putus Syahna. Dia berdiri dari kursi untuk meninggalkan kelas.
"oke, kalau kau menyerah kau harus mengepang rambutmu di sekolah selama tiga hari." teriak Mela saat Syahna menyampai ambang pintu. Gadis itu nampak berhenti sejenak kemudian menjawab tak peduli.
"ya, terserah." Syahna membiarkan para pengawalnya untuk menunggu di luar toilet sementara dia masuk.
Toilet sekolah terdapat beberapa bilik. Di depannya tersedia wastafel dan cermin, disertai tisu dan pengering tangan. Di samping kran terdapat tempat sabun untuk cuci tangan.
Karena masih masuk jam pelajaran, toilet nampak kosong. Syahna berdiri di samping salah satu pintu toilet yang tertutup. Semoga saja itu Kinan, sehingga dia tidak harus repot mengepang rambut selama tiga hari. Selain itu gaya rambut kepang sangat kekanakan, pasti akan sangat memalukan.
Syahna menatap jam tangan berwarna silver di pergelangannya. Sudah beberapa menit berlalu tak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam sana. Bahkan setetes air sekalipun tak terdengar di telinga Syahna.
Bulu kuduknya seketika merinding, tapi saat menegangkan itu tiba-tiba pintu terbuka. Suaranya menimbulkan keterkejutan di wajah Syahna, tapi seketika ekspresinya berubah saat mengetahui orang yang keluar adalah Kinan.
"Kinan--"
"mau apa kau ke sini? Kau mengikutiku?" Kinan segera mundur ke pojok dekat wastafel. Syahna tidak mau kehilangan kesempatan, dia berjalan perlahan mendekatinya.
"Syahna, apa kau gila?" seru Kinan panik. Sementara Syahna tak peduli dengan wajah ketakutan dari Kinan.
"sebentar saja," ucap Syahna. Kinan menempatkan tanganya kedepan untuk berjaga dari serangan Syahna. Namun, semakin dekat Kinan semakin panik.
"Syahna!" Bersamaan dengan teriakannya, Kinan mendorong Syahna. Namun, ternyata tubuh Syahna tidak mundur. Kepala maju dan menubruk wajah Kinan dengan sangat keras.
Syahna dapat merasakan bibirnya menempel di bagian tubuh Kinan yang bukan pada tujuannya. Seharusnya dia hanya mencium kening Kinan. Bukan bibirnya.
***
Kinan terdiam membeku dengan mata terbuka lebar. Tak hanya bibir Syahna yang menempel padanya, tapi Kinan dapat merasakan dua belah dada gadis itu menyandar di dadanya. Sementara tangan Syahna mendarat di bahu Kinan. Keduanya sama-sama terkejut sampai tidak bergerak sampai beberapa detik.
Baru setelah beberapa saat, Kinan segera mendorong tubuh Syahna darinya. Rona merah seketika muncul di pipi mereka. Namun, berbeda dengan Kinan yang malu setengah mati. Syahna justru malah tertawa terbahak.
"hahaha, padahal tadi aku hanya ingin mencium dahimu, Kinan. Lihatlah apa yang terjadi karena kau terlalu ketakutan?" ujar Syahna masih berderai tawa. Kinan mungkin sempat berpikir Syahna menyukai kejadian barusan jika saja dia tidak menjelaskan apa yang membuatnya tertawa.
"hah?!" Kinan menatap Syahna bingung. Gadis itu nampak biasa saja untuk seukuran orang normal yang menyukai lawan jenis dan tak sengaja berciuman dengan sesama jenis.
"ah sudah lupakan saja, kalau Mela dan Rose bertanya. Katakan saja aku sudah mencium dahimu." pesan Syahna santai. Kinan mendengus kenapa jadi dia yang kena oleh permainan konyol mereka bertiga?
"sialan kalian! Apa salahku sampai-"
"Kinan, kau baik-baik saja?" Syahna menatap wajah Kinan khawatir. Kinan segera menatap cermin dan nampak bibirnya membesar.
"oh tidak, bibirku bengkak." Kinan bahkan tidak sadar dari lubang hidungnya keluar darah segar.
"apakah benturannya sangat keras? Maaf Kinan, apa kau merasa sakit? Pusing?" Syahna menangkup wajah Kinan untuk menghadapnya. Namun, entah kenapa sentuhan Syahna terasa begitu aneh menempel di kulit Kinan.
"tidak, aku baik-baik saja." Kinan melepaskan tangan Syahna dan mengalihkan padangan dari teman sebangkunya. Bagaimana ini bisa terjadi?
"kau yakin? Aku akan membawamu ke rumah sakit jika perlu." Syahna menyentuh tangan Kinan. Seketika aliran darahnya menegang, Kinan tak tahu mengapa. Dia bahkan dapat merasakan jantungnya berpacu sangat cepat.
"tak bisakah kau diam? Sudah berapa kali ku bilang. Jangan pedulikanku." sentak Kinan memunggungi Syahna. Keringat dingin mendadak keluar dari tubuhnya. Reaksi macam apa ini? Sungguh dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya.
"baiklah, hubungi aku jika semakin parah. Sekarang ayo kita kembali ke kelas sebentar lagi waktunya pulang." Syahna menepuk bahu Kinan sebelum keluar dari toilet kemudian kembali ke kelas.
Kinan menatap bayangannya di cermin, apakah tiba saatnya sekarang? Wajah Kinan mendekat ke cermin mengamati setiap inci kulit di sekitar mulutnya.
Sebelumnya Kinan sadar, perubahan pada tubuhnya tak akan bisa terhindarkan. Namun, sampai waktunya tiba dia tidak akan mengungkap identitas aslinya.
Satu hal yang Kinan takuti adalah jati diri Keenan keluar, yaitu sebagai seorang laki-laki normal. Kinan pernah mempelajari tentang pubertas, suara, bagian tubuh dan banyak hal akan berubah. Jika itu tiba maka Kinan harua berusaha lebih keras menyembunyikan Keenan.
Sebelumnya, Kinan sudah berusaha diet dan menjaga tubuhnya untuk benar-benar menjadi Kinan yang seutuhnya. Namun, jika waktu telah datang. Mungkin dia butuh menyusun rencana lagi untuk menjadi Kinan di tengah kemunculan Keenan.
Terlebih saat hasrat Keenan muncul tidak dalam waktu yang seharusnya. Yaitu saat bersama Syahna, siapa sangka Keenan dapat jatuh padanya? Saat dia mati-matian menjaga Kinan, Keenan justru bergejolak menguasai tubuhnya.
Kinan seperti penderita kepribadian ganda, di sisi lain dia harus mempertahankan Kinan untuk masa depannya. Namun, dia juga tak bisa kehilangan Keenan.
***