Hari masih pagi saat Mela dan Rose tiba-tiba saja berdiam diri. Dua orang itu bahkan tidak menyambut sapaan Syahna. Wajahnya sinis dan senyumnya mengerikan.
Syahna bingung ada apa dengan mereka? Padahal hari ini pertama kalinya Syahna bebas di kelas. Setelah bersekolah selama beberapa bulan, Syahna memutuskan untuk memerintah pengawalnya menunggu di luar gerbang.
Para penjaga yang 24 jam melindungi Syhana itu beberapa kali salah paham. Kinan bahkan pernah di cekal oleh dua pengawal setelah menyambit Syana dengan penggaris. Padahal mereka sedang bercanda.
Sementara Kinan masih diam seperti biasanya. Nampaknya hanya teman sebangku Syahna yang terlihat normal. Karena para siswa lain juga menatap Syahna dengan tajam sembari saling berisik.
Sesuatu pasti telah terjadi. Syahna segera menyikut Kinan kemudian mencondongkan kepalanya ke telinga Kinan. Aroma parfum Syahna menusuk hidung Kinan seketika.
"ada apa?" bisik Syahna. Kinan seketika menegang. Matanya melotot kaget dan menengok dengan horor kepada Syahna.
"ma-mana kutahu" jawab Kinan seraya mengangkat bahu. Syahna tetap memandang sekeliling kelas. Beberapa siswa tertawa-tawa setelah saling berbisik.
Demi apapun, Syahna sangat membenci Mela dan Rose. Kenapa dua perempuan itu mendadak jadi orang asing bagi Syahna?
"na, apakah tidak ada pangeran yang mau denganmu sampai kau menjadi begini?" celetuk Selena. Ketua anggota julid itu mendekat ke meja Syahna dengan angkuh.
"maksud kalian?" Syahna mencium aroma tidak enak dari aura yang menguar di sekitarnya sekarang.
"semua orang sudah tahu kau berkencan dengan Kinan, Syahna." timpal Mela yang sedari tadi membisu. Rose ikut tertawa mengerikan.
Brak!
"hahaha, apa? Lelucon macam apa ini?" mata Syahna melotot kepada setiap siswa yang menatapnya. Wajah-wajah dengan senyum meledek itu sungguh menakutkan bagi Syahna. Namun, dia menggeleng menghilangkan rasa takut.
Perlahan Syahna terbakar emosi, matanya memerah dengan sudut kelopak berair. Sementara itu pengawalnya nampak santai berjaga di luar kelas.
Tiba-tiba suara derit kursi yang ditarik mundur memecah ketegangan. Kinan berdiri dengan tegap menatap semua orang. Wajahnya seakan sudah lelah dengan semua ini. Dia melirik Kinan sebentar kemudian berdecak.
"hah, kencan? Otak kalian pasti sudah berubah menjadi permen kapas, kan? Mana mungkin aku mengencani perempuan seperti Syahna? Aku lebih baik mengencani perempuan biasa daripada putri seperti Syahna." setelah itu Kinan berlalu dari kelas.
"hahaha" suara tawa membahana di kelas. Syahna tidak bisa mempertahankan bendungan di ujung matanya.
"Kinan, kau?" Syahna menatap kepergian Kinan dengan luka dalam di hatinya.
Ketika seorang sahabat yang kau percaya di dunia tiba-tiba menghilang. Rasanya seperti seluruh dunia telah hancur berantakan.
Syahna menghapus air mata di pipinya dengan kasar. Ketika semua orang tidak berpihak padamu, yakinlah bahwa ada satu orang yang selalu berada di sisimu. Orang itu adalah dirimu sendiri.
"sepertinya rumor itu benar, kau mengejar Kinan tapi ternyata Kinan normal. Kasihan sekali ratu Nakara punya keturunan sepertimu. Pasti sangat memalukan." Rose menggeleng dengan wajah meledek. Senyum sinis terpatri di wajahnya yang galak.
Jadi ini yang akan Syahna terima jika dia tanpa penjaga. Mungkin ini hanya sebagian kecil yang akan dia hadapi. Seharusnya dia tahu, tak semua orang memakai topeng setiap waktu. Suatu saat, mereka pasti akan membukanya sendiri.
Syahna berlalu keluar kelas sembari menahan isakannya. Berharap sementara waktu menyendiri di toilet dapat membuatnya lebih baik.
***
Syahna menyukai Kinan.
Kalimat itu berputar terus menerus di otak Kinan. Dia tahu itu rumor tidak jelas yang disebarkan siswa kelas. Semua itu terjadi karena mereka tahu pengawal Syahna tidak akan menjaga di luar kelas.
Kinan sebenarnya sudah sering mendengar kata-kata pedas dari siswa kelas yang membicarakan Syahna. Namun, dia tidak bisa mengira Mela dan Rose akan menggunakan nama dirinya untuk melukai Syahna.
Jujur Kinan merasa sangat kasihan pada Syahna. Namun, dia juga tak mau berurusan dengan masalah gadis itu. Ada sesuatu yang lebih penting untuk dipikirkannya.
Pengangkatan Raja Mahardika. Usia Kinan sekarang baru menginjak 16 tahun. Dia juga masih harus menyelesaikan tahun terakhirnya di SMA. Namun, jika Raja Mahardika diangkat maka sia-sialah perjuangan selama ini.
Sementara Kinan harus mengetahui kapan pengangkatan itu dilaksanakan. Dan dia harus bersiap mengungkap semua tabir yang tertutup selama 15 tahun itu.
"hiks, hiks" Kinan terdiam sejenak. Dia seperti mendengar suara tangis yang tak asing.
Kinan bergegas bangkit dari kloset tertutup yang didudukinya. Dia keluar dan berdiri di depan pintu tempat suara tangis itu berasal.
"Syahna, kau baik-baik saja?" Kinan menepuk mulutnya kencang. Mana mungkin Syahna baik-baik saja setelah diledek orang sekelas termasuk Kinan, sahabatnya sendiri.
"pergilah, aku baik-baik saja." benar-benar ucapan perempuan. Mengatakan baik-baik saja padahal hatinya hancur lebur.
"maaf, aku menyesal." ucap Kinan pelan. "kau tahu, jika aku membelamu mereka pasti tidak akan percaya. Mereka justru akan semakin senang menuduh kita."
Ceklek.
Pintu toilet terbuka menampilkan Syahna dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Matanya sembab, hidungnya merah dan sisa air mata mengalir di setiap sisi wajahnya.
"kau tahu? Tak ada orang yang pernah sedekat ini denganku sebelumnya. Aku bahkan tidak pernah punya teman. Hanya kau yang selalu berada di sisiku apapun yang terjadi. Meski aku selalu dingin dan diam, kau tetap ceria dan riang." potongan memori berkelebat seperti kumpulan album foto. Kinan dan Syahna adalah definisi dari kalimat lama-lama terbiasa menjadi cinta.
"suka atau cinta itu bukan hanya tentang romantisme belaka. Tapi, tentang kepercayaan dan rasa nyaman." Syahna mengganguk. Selama ini mereka memang saling mempercayai meskipun juga saling membenci.
"kau tidak sedang berbohong padaku, kan?" Syahna menyeka sudut matanya.
"apakah aku pernah?"
Kinan tersenyum, entah bagaimana baginya Syahna justru terlihat cantik saat menangis. Air mata gadis itu seperti butiran mutiara yang menghiasi wajahnya.
"Syahna, aku juga menyukaimu sebagai teman. Itu bukan kesalahan. Bahkan jika kita saling mencintai bukan karena tali pertemanan. Siapa peduli? Cinta adalah tentang kita. Dua orang yang merasakannya, bukan bagaimana orang lain melihat kita." Kinan mengusap punggung Syahna lembut.
"Kinan," Kaki gadis itu maju perlahan mendekati Kinan.
Jarak mereka hanya beberapa senti meter, Kinan sedikit lebih tinggi dari Syahna. Membuat Syahna harus mendongak untuk menatap wajah Kinan. Mata mereka saling bertatapan. Kinan dapat melihat binar mata Syahna yang bersinar seperti batu rubi yang indah dan mewah.
"Aku tahu aku salah. Tapi sebenarnya, mereka mungkin benar. Aku menyukaimu bukan atas nama sahabat. Tapi aku mencintaimu, seperti cinta juliet kepada romeo." Kinan masih mencerna kata-kata Syahna saat tiba-tiba gadis itu memegang bahunya. Syahna kemudian berjingjit untuk menempelkan bibirnya pada milik Kinan.
Waktu seakan berhenti berjalan. Kinan tidak tahu bagaimana bisa Syahna malah mengungkapkan perasaannya seperti ini? Apakah dia benar-benar penyuka sesama jenis?
***