Syahna menyusuri gang sempit bersama para pengawalnya. Rumah Kinan tak jauh dari jalan raya dekat mini market katanya. Cukup jalan kaki beberapa meter, dia bisa menemukan sebuah penginapan satu kamar.
Hari ini mereka berjanji untuk mengerjakan tugas bersama. Namun, Kinan tak punya ponsel untuk dihubungi jadi Syahna berinisiatif untuk langsung mendatangi rumahnya.
Begitu datang Syahna disambut oleh seorang nenek yang sedang menyapu halaman. Bangunan di sana berderet rapi dengan gaya dan bentuk yang sama.
"permisi nek, Anda kenal Kinan? Siswi SMA yang tinggal di sini?" tanya Syahna sopan. Nenek tadi menatap pengawal Syahna yang berdiri menjulang di belakang. Kemudian tanpa mengatakan apapun sang nenek menunjuk salah satu pintu di tengah.
Syahna menarik selotnya, tapi ternyata terkunci. Tak ada bel yang bisa dipencet, Syahna akhirnya mengetuk pintu dengan tangannya.
"Kinan, kau ada di dalam?" tak ada sahutan. Syahna mengecek jam di tangannya. Sekarang sudah pukul dua siang, Kinan seharusnya sudah pulang dari kerja paruh waktunya.
Syahna tetap berdiri meski kakinya mulai terasa pegal sekalipun. Dia tetap menunggu pintu terbuka. Tak berapa lama suara kunci dimasukkan terdengar dari dalam. Kemudian pintu terbuka menampilkan sosok Kinan mengenakan kaus oblong putih dan handuk di kepalanya.
Belum sempat berbicara satu hurufpun, pintu tertutup dengan keras. Syahna mengerjap beberapa kali. Sesaat dia seakan kehilangan kesadaran dengan apa yang dilihatnya.
Apa benar itu Kinan?
"Kinan?" buru-buru Syahna mengetuk pintu Kinan. Takut kalau Kinan tidak ingat dia punya janji dengan Syahna.
"Kinan, ini aku Syahna. Buka pintunya-"
Ceklek. Pintu terbuka dengan pelan. Syahna segera masuk ke dalam. Kinan nampak sudah berganti pakaian, dia mengenakan hoodie longgar dengan celana training. Sementara rambutnya tergerai seperti biasa.
Syahna meneliti tempat tinggal Kinan yang tidak lebih besar dari kamarnya. Terdapat lemari pakaian, rak buku, meja belajar dan kasur single bad di sana. Kamar mandi berada di ujung dekat rak berisi alat makan. Sederhana namun rapih dan lengkap.
"kenapa kau datang ke sini? Kupikir kita akan mengerjakan tugas di rumahmu." Kinan duduk di tepi kasur kemudian meraih tasnya yang berada di ujung dipan.
Syahna menarik kursi dari meja belajar Kinan kemudian duduk menghadap kasur. Sama seperti Kinan, Syahna juga membuka tasnya dan mengeluarkan buku bersama alat tulis dari dalam sana.
"rumahku tidak asyik, ngomong-ngomong kenapa kau menutup pintu saat melihatku?" Syahna memangku kepalanya menunggu jawaban Kinan.
"aku kira kau petugas pengantar makanan, tadi aku baru selesai mandi." jawab Kinan jujur. Syahna mengangguk paham.
"oh, kau belum memakai bra ya?" ledek Syahna seraya tersenyum jahil. Semburat merah muncul di pipi Kinan.
"tidak, jangan asal bicara kamu." sangkal Kinan cepat. Dia segera membuang muka dari Syahna.
"hahaha, Kenapa kau begitu takut?Tenang saja rahasiamu aman padaku." ujar Syahna sembari menepuk dadanya.
Kinan hanya mengangguk pasrah. Tak peduli dengan tatapan curiga Syahna pada dirinya. Gadis itu kemudian memandang sekeliling kamar Kinan. Tak ada yang aneh dari kamar Kinan, tapi Syahna mencium aroma laki-laki di sana.
"kau tinggal sendiri kan?" Syahna hanya ingin memastikan bahwa penciumannya yang tajam sedang bermasalah.
"menurutmu?" Tidak mungkin Kinan membawa laki-laki ke dalam kamarnya, dia masih SMA. Syahna tak mau berpikir negatif kecuali Kinan adalah laki-laki.
***
Sudah tiga jam mereka berada di dalam hanya berdua. Kinan yakin jika pengawal Syahna tahu bahwa yang sedang bersama dengan sang putri adalah laki-laki, mereka tak mungkin membiarkan Syahna sendirian.
Saat ini Syahna tengah menyalin tugas yang telah dikerjakan bersama Kinan. Perempuan itu nampak anggun menggerakkan penanya di atas kertas. Dengan posisi tubuh tertulungkup di atas ranjang Kinan.
Selama beberapa jam berpikir membuat mereka berkali-kali berganti tempat duduk. Letak selimut Kinan bahkan sudah jatuh ke bawah ranjang.
"nan, kau sebenarnya punya bekas luka apa?" Syahna tiba mendongak menatap Kinan masih dalam posisi tengkurap.
"oh, ini?" Kinan menunjuk lehernya yang terbalut perban dan plaster. "ya begitulah, terlalu sakit. Sudah abaikan saja." jawab Kinan berbohong. Andai saja Syahna tahu sebenarnya ini bukanlah luka yang ditutupi oleh Kinan. Tapi identitas diri yang disembunyikan Kinan.
"apakah separah itu?" Syahna bangkit dari kegiatan berbaringnya. Dia mendekati Kinan dan duduk di tepi ranjang.
Mata bulat gadis itu menatap lekat Kinan yang hanya berjarak beberapa senti saja. Keanehan itu muncul lagi, tangan Syahna terulur pada leher Kinan. Seketika Kinan merasa gugup.
"ya, lupakanlah itu tidak cukup baik untuk dibahas." Kinan menangkis tangan Syahna kemudian melengos.
Gawat, bisa bahaya jika terus menerus dekat Syahna begini. Tak hanya identitasnya yang akan terbongkar tapi juga tak baik untuk jantungnya.
"maaf" cicit Syahna terdengar kecewa.
"hey, tugas sosial sudah kau kerjakan?" Kinan segera mengalihkan topik. Syahna adalah gadis yang cukup mudah melupakan bahasan yang kurang menarik.
"aku tak menemukan koran di rumah, kau punya?" Kinan mengangkat koran kemarin yang diberikan nenek. Syahna tersenyum senang.
"aku sudah mengerjakannya kemarin, kau bisa gunakan koran ini." Sungguh, Kinan tak pernah sebaik ini pada teman sepanjang pengalamannya bersekolah.
"wah ini berita kerajaan Mahardika, kau tahu? Kata ayah, sebentar lagi kekuasaan ratu Mahardika akan berganti." ujar Syahna begitu membaca berita utama di depan koran.
Kinan terperenjat, apa yang dia bilang? Ratu Mahardika akan turun tahta?
"hah? Bagaimana bisa begitu?" Kinan mengingat-ingat setiap detil peraturan kerajaan yang dicarinya lewat warnet, koran dan majalah. Kinan yakin betul bahwa ratu tak akan turun sampai dia meninggal.
"Kerajaan Mahardika dipimpin oleh seorang ratu yang sudah berkuasa selama 40 tahun. Tahta tertinggi kerajaan itu tidak bisa turun karena putra mahkota yaitu satu-satunya pewaris kerajaan yang seharusnya menerima tongkat estafet kepemimpinan menghilang 15 tahun lalu." Kisah Syahna dengan serius. Kinan mengangguk, semua orang tahu berita itu.
"aku tau, tapi bukannya ratu tak bisa turun sampai dia meninggal?" Kinan menatap Syahna dalam, berharap teman sebangkunya itu meralat ucapannya.
"anak perempuan ratu dan suaminya telah mengganti peraturan kerajaan. Maka tak lama lagi kerajaan Mahardika akan berganti pemimpin dan itu bukan berasal dari keturunan Mahardika." Kinan terdiam sejenak. Anak perempuan ratu sudah pasti adalah adik dari putra mahkota yang hilang bersama keluarga kecilnya. Putri Kamila menikah dengan seorang konglomerat yang telah dikencaninya sejak SMA. Namun, karena dia seorang perempuan tahta tidak bisa jatuh padanya melainkan pada kakak laki-lakinya yaitu Pangeran Januar. Tapi sebelum pengangkatan sebagai raja, pangeran Januar malah menghilang bersama istri dan anak pertamanya yang tak pernah diketahui publik.
"kau tahu kapan pastinya pengangkatan itu terjadi?" Kinan harus mengorek banyak info dari Syahna. Rencana yang telah disusunnya selama bertahun-tahun harus diubah 180°.
"konfliknya memang sudah lama bukan? Aku yakin tak lama lagi. Sayang sekali Kerajaan Mahardika." Syahna menatap nyalang sosok ratu di koran yang dipegangnya. Wajahnya menatap iba.
Sementara itu Kinan mengepalkan tangannya kuat. Sesuatu akan terjadi, lihat saja nanti.
***