Chereads / Pelangi Senja / Chapter 8 - Menghibur Orang Tua

Chapter 8 - Menghibur Orang Tua

"Kapan kalian akan memberi nenek seorang cicit? Sudah lima bulan kalian menikah tapi nenek belum melihat ada perubahan di perut Angi."

Bian menatap nenek tak berdaya, dia mau memberikan nenek cicit bukan hanya seorang bahkan banyak tapi tidak gadis itu. Di mata Ray gadis itu adalah seorang monster bagaimana dia menyentuhnya? Kalau tidak terpaksa karena ada nenek dan keluarga Pelangi sungguh Ray tidak akan pernah sudi terlihat begitu mesra pada Pelangi.

"Angi masih muda, Nek. Biarkan dia mendapatkan apa yang dia inginkan dulu," kilah Ray sambil menepuk-nepuk punggung tangan Pelangi di atas meja.

Angi segera menarik tangannya saat darahnya berdesir karena bersentuhan dengan Ray. Dia menatap dengan hati terluka.

"Yang kuinginkan saat ini adalah kau mencintai dan mempunyai anak darimu," batin Angi dengan pedih.

"Tapi usia nenek makin tua, nenek takut nenek sudah meninggal sebelum kalian punya anak."

"Nenek jangan berkata seperti itu," kata Angi dengan tercekat, dia berusaha agar tangisnya tak tumpah di tempat ini. Angi sangat menyayangi nenek karena itu dia merasa sangat sedih mendengar nenek berkata seperti itu. Dia segera berdiri dari duduknya dan memeluk nenek dengan penuh kasih sayang. " Kami akan berusaha lebih keras lagi Nek, agar Nenek bisa segera mendapat cicit,"

Wajah sedih nenek segera berubah menjadi senyum mendengar Angi mengatakan hal itu. Ray mengalihkan tatapannya dari kedua perempuan itu yang saling berpelukan itu. Seandainya Arini bisa seakrab itu dengan nenek dan bisa mengambil hatinya tentu dia tak perlu menjalani pernikahan bodoh ini.

Saat Angi berada di luar negeri, Ray sudah beberapa kali mencoba memperkenalkan Arini pada nenek tapi nenek bahkan tak mau melihat wajah Arini membuat Arini merasa dendam pada nenek. Sejak mereka masih kecil nenek memang selalu berharap Angi menjadi istri Ray karena itu dia juga tak pernah mau melihat perempuan lain mendampingi Ray .

Setelah beberapa waktu mereka akhirnya pamit pada nenek, Ray memeluk pinggang ramping Pelangi dan keluar dari tempat resepsi sampai di luar ruangan Ray segera melepas pelukannya. Ponsel Ray berdering, dia segera mengangkatnya dan berdiri agak menjauh dari Pelangi untuk menerima panggilan. Pelangi segera tahu kalau itu panggilan dari Arini karena nada suara Ray berada dalam mode mesra, sungguh berbeda dengan saat berbicara dengan Pelangi.

Pelangi segera memesan taksi online melalui sebuah aplikasi. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya mobil yang dipesan Pelangi datang, dia segera mendekati mobil itu. Saat hendak masuk ke dalam mobil itu Pelangi merasa ada sebuah tangan yang menahannya.

"Kau pulang bersamaku!" kata Ray dingin.

"Tidak! Lepas!" Angi berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang dipegang Ray tapi Ray justru makin kuat menggenggamnya.

Ray segera memberikan sejumlah uang pada supir mobil itu sebagai ganti rugi dan meminta supir itu untuk membatalkan pesanan Angi. Ray segera menyeret Angi menuju mobilnya beberapa kali Angi mencoba melepaskan diri tapi pria itu makin kuat menyeretnya. Ray mendorong Pelangi ke dalam mobil dan menyuruh Roni menjalankan mobilnya. Sebenarnya Roni terkejut melihat Pelangi berada di mobil ini karena biasanya yang duduk bersama Ray adalah Arini.

"Apa maksudmu mengatakan hal itu pada Nenek?" suaranya begitu dingin membuat hati Pelangi terasa ngilu.

"Tidak ada maksud apa-apa," jawab pelangi sambil memijit pergelangan tangannya yang terasa sakit.

"Tidak ada maksud apa-apa?" Ray tertawa sinis.

"Aku hanya menghibur orang tua yang kesepian dengan memberinya sebuah harapan entah harapan itu terkabul atau tidak," jawab Pelangi berusaha untuk tetap tenang.

"Kamu memang licik!" desis Ray.

Pelangi mengabaikan kata-kata Ray, dia memalingkan wajahnya keluar jendela agar Ray tak melihat air matanya.

Lelaki ini telah berubah banyak, batin Pelangi. Ray yang dingatnya dulu adalah Ray yang penyayang dan selalu membelanya. Pelangi hampir tak mengenali lagi Ray yang ada di sampingnya setelah dia meninggalkan lelaki itu untuk kuliah di luar negeri. Ray yang sekarang adalah Ray yang kejam dan tanpa perasaan. Diam-diam ditatapnya Ray yang tengah mengetik sesuatu di ponselnya.

Pelangi tak tahu apa yang membuatnya jatuh cinta pada Ray dan kini dia sedang bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana dia bisa mencintai laki-laki kejam seperti Ray.

"Aku bukan orang bodoh! Aku tahu kamu berharap aku menidurimu. Jangan pernah berharap! Bukankah aku sudah mengatakan hal itu kepadamu berkali-kali!"

dengus Ray, Pelangi merasa suasana diantara mereka seperti berada di antartika, dingin dan mencekam.

"Kamu selalu berkata dengan asumsi!" Jawab Pelangi sambil memalingkan muka.

Tiba-tiba Pelangi merasa sepasang tangan kekar memegang wajahnya.

"Aku sedang berbaik hati saat ini, lain kali jangan pernah berharap aku akan melakukannya lagi!"

Setelah mengatakan hal itu, Ray segera menempelkan bibirnya di bibir Pelangi, dia terkejut saat merasakan sebuah sensasi saat bibirnya menempel di bibir tipis itu.

Pelangi segara mendorong tubuh Ray dan menjauhkan wajahnya sejauh mungkin dari Ray. Bukan karena Pelangi tak tahu bagaimana cara membalas ciuman Ray karena memang dia belum pernah berciuman tapi karena sejak keluar dari tempat tadi Pelangi sudah berniat untuk benar- benar melepas Ray.

Beberapa hari terakhir ini Pelangi mulai berfikir tentang hal itu, dia harus membuat dirinya sendiri dan melepas sumber yang membuatnya sengsara. Dulu Pelangi berfikir Ray adalah sumber bahagianya tapi kini sepertinya tidak lagi.