Pelangi terbangun pada keesokan harinya dengan perasaan tak menentu, matanya sembab karena dia menangis semalaman. Pelangi terkejut saat tangannya meraba selimut menutupi tubuhnya, Pantas saja dia merasa tidurnya nyaman dan tidak kedinginan. Pelangi lalu ingat kalau semalam dia bahkan tak sempat mengambil selimut dari lemari dan dia bahkan dalam posisi terduduk di atas tempat tidurnya. Pelangi ulai bertanya-tanya dalam hatinya karena tidak mungkin si bibi yang menyelimutinya, Mungkinkah Ray? Tidak! Tidak mungkin! Karena Ray sangat tak perduli padanya! Pelangi termenung untuk waktu yang lama sebelum turun dari tempat tidur dan merapikannya. Setelah itu dia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri,
Selesai mandi, Pelangi segera berganti pakaian dan berdandan dengan riasan sederhana. Setelah itu Pelangi menuju ke ruang makan. Pelangi hampir saja membatalkan langkahnya saat hampir sampai di sana tapi rasa rasa lapar yang menderanya membuat langkahnya tak surut. Pelangi segera tersenyum dingin saat matanya berpapasan dengan mata kelam milik Ray membuat Ray segera menyunggingkan senyum dingin di bibir indanya.
"Pagi, Ray!" sapa Pelangi dingin, dengan cuek dia duduk dan menyesap teh manis miliknya dan mulai menyantap bubur ayam yang dibuatkan si Bibi.
Ray memandangi Pelangi dengan dingin. Sebenarnya Ray ingin membalas sapaan Pelangi dan memberinya morning kiss tapi satu sisi hatinya melarangnya karena dia ingin Pelangi menerima hukuman karena telah memaksanya untuk menikah dengan gadis itu.
Ray dan Pelangi sama-sama diam, Ray menatap Pelangi yang sedari tadi hanya makan sambil menunduk, tak ada celoteh ramai Pelangi seperti biasanya, Ray merasa sangat merasa ada sesuatu yang hilang taoi dia tak tahu kenapa. Pelangi menyelesaikan makannya dengan cepat, setelah buburnya habis, Pelangi juga menghabiskan minumnya setelah itu dia mengelap mulutnya menggunakan tisu dan segera melangkah meninggalkan ruang makan. Ray terkesiap melihat Pelangi meninggalkannya, Dia segera berdiri meninggalkan sarapannya yang belum selesai dengan pikiran kacau dan menjajari langkah Pelangi.
"Mau aku antar?" tanyanya dingin.
"Aku sudah pesan taksi online," jawab Pelangi cuek.
"Batalkan!"
"Maaf?"
"Batalkan! Aku akan mengantarmu ke kantor,"
Pelangi hanya menatap Ray cuek, dia menyangka perhatian Ray padanya akhir-akhir ini karena Ray merasa bersalah karena telah menyakitinya malam itu. Pelangi segera berlari menuju gerbang rumahnya saat melihat taksi online yang dipesannya sudah menunggunya di sana meninggalkan Ray yang hanya bisa bengong menatap kepergiannya.
Pelangi merenung selama dalam perjalanannya ke kantor, dia merasa sikap Ray kepadanya mulai berubah. Entah karena kejadian malam itu atau karena Ray ternyata punya rencana tersendiri untuk mereka. Pelangi menangkupkan kedua wajahnya ke muka dan menghembus nafas panjang-panjang.
Sementara Ray setelah sadar dari bengongnya segera menendang pintu rumah kemudian masuk ke kamar tamu yang menjadi kamarnya, Dia tak tahu mengapa dia merasa sangat kesal dengan penolakan Pelangi. Setelah mengenakan jas abu-abu yang membuatnya terlihat makin tampan, Ray segera menuju ke garasi dan menghidupan mobilnya kemudian melesat pergi menuju ke kantornya,
Di ruangannya Pelangi bengong cukup lama hingga sapaan dari Gisel asistennya tak dihihiraukannya.
"Maaf, Bu!" akhirnya suara Gisel mengejutkan Pelangi saat gadis itu menyentuhnya.
"Ya, Gisel?"
"Ibu hari ini jam sepuluh ada meeting dengan direktur Lembaga keuangan Arhamara, untuk membahas kerja sama penjualan aparteman Orchid Village."
"Oya, terimakasih sudah diingatkan," sahut Pelangi dengan senyum jaimnya. Akhir-akhir ini dia memang sangat Pelupa.
"Dan ini laporan penjualan kita bulan ini," Gisel menyerahkan sebuah dokumen kemudian sebuah dokumenyang lain, "Ini rencana promosi kita untuk meningkatkan penjualan unit-unit di orchid Village, Flamboyant square dan tempat yang lain. Silakan dikoreksi."
Pelangi memijit pangkal hidungnya setelah keluar dari ruangannya, dia merasa pusing bukan karena masalah pekerjaan tapi tentang Ray. Kejadian malam itu seperti menghantuinya membuat Pelangi menjadi murung dan Ray kenapa juga dia mesti sikap menjadi sok-sok perhatian gitu membuat Pelangi merasa takut.
Di kantornya Ray masih bengong menghadap ke luar jendela, sikap diam Pelangi sungguh menyiksanya. dia merasa sangat kesal. Oh, Ray bukankah harusnya kamu senang dengan sikap Pelangi yang seperti itu, bukankah itu yang kamu harapkan! Satu sisi hatinya berkata dengan sinis. Sungguh Ray merasa sangat frustasi.
***