Pernikahan mereka berlangsung dengan megah di hotel bintang lima. Wajah cantik Pelangi tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia menyalami setiap tamu undangan yang hadir menyalaminya. Hal itu berbanding terbalik dengan ekspresi Ray yang terlihat sangat terpaksa, wajahnya terlihat muram, tak ada senyum di wajah tampannya yang biasanya selalu tersenyum. Ray tidak berusaha menutupi perasaannya sehingga nenek mesti memelototinya beberapa kali. Akhirnya dengan terpaksa Ray tersenyum pada semua tamu undangan yang hadir hingga resepsi itu selesai.
Selesai resepsi, Pelangi menuju ke kamar pengantin yang berada di hotel itu, dia mengganti bajunya dan berbaring dengan berdebar menunggu Ray datang. Mereka sudah menikah sekarang jadi Pelangi sangat berharap Ray mau membuka hati untuknya.
Waktu berlalu, Pelangi melihat jam di dinding sudah menunjukkan angka dua belas, dia merasa lelah dan dia juga sudah sangat mengantuk tapi dia memcoba tetap membuka matanya menunggu Ray, mungkin Ray masih asyik berbincang dengan teman-temannya hingga lupa waktu. Akhirnya jam satu malam Pelangi sudah bisa lagi membuka matanya, akhirnya dia terlelap di atas kasur yang bertabur mawar itu.
Saat terbangun pagi harinya, Pelangi melihat Ray tertidur di sofa, dia merasa sedih tapi dia tak tahu harus berbuat apa. Dia menatap Ray yang masih mengenakan baju yang dipakainya kemarin, dia hanya melepas jasnya dan meletakkannya di atas kursi rias.
Pelangi segera masuk ke kamar mandi, dia segera mengisi bak mandi dengan air hangat, setelah bak berisi hampir penuh dia segera berendam ke dalamnya. Semalam sebelum tidur, dia sempat keluar ke balkon dan melihat pemandangan yang mengiris hatinya. Dia melihat Ray tengah mencium Arini di salah taman yang ada di bawah kamarnya, keduanya berpelukan dengan mesra. Pelangi mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Tadinya dia sudah merasa menang ketika bisa memaksa lelaki itu untuk menikahinya tapi kenyataan bahwa Ray mencoba membuktikan ucapannya juga bahwa dia tidak akan meninggalkan kekasihnya. Bukankah tadi malam dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan Arini di luar daripada dengannya di kamar pengantin mereka.
Pelangi menyelesaikan mandinya dengan cepat kemudian dia berganti pakaian setelah itu menuju restoran hotel karena dia merasa sangat lapar. setelah mengambil salad sayur dan jus jeruk, Pelangi menuju meja dimana Nisa sepupunya sudah duduk di sana.
"Mana Ray?" tanya Nisa.
"Masih tidur,"
"Masih tidur? Memangnya kalian melakukannya berapa ronde semalam?" Nisa tersenyum nakal.
Pelangi hanya tersenyum kecil, dia tidak mau orang lain tahu kalau semalam Ray bahkan entah jam berapa masuk ke kamar.
"Masih sakit tidak?" goda Nisa.
"Mau tahu aja!" Pelangi cemberut, sebenarnya dia bingung mau menjawab apa.
Nisa tertawa, "Pasti Ray sangat perkasa, ya?"
"Diamlah, aku mau sarapan!"
"Hahaha, sarapan sarapan saja, Ngi!"
Pelangi menatap Nisa dengan tatapan tajamnya tapi Nisa malah semakin keras memperdengarkan tawanya. Selesai meminum jus jeruknya, Pelangi mengambil roti bakar dan beberapa kue kecil dan kembali ke mejanya.
"Makan yang banyak, Non. Kamu butuh tenaga yang banyak untuk mengimbangi Ray, hahaha."
Pelangi mengerucutkan bibirnya, bayangan Ray yang sedang memeluk dan mencium Arini membuat kepalanya berdenyut.
Tiba-tiba tatapannya terarah menuju pintu restoran dan melihat Ray sedang berjalan memasukinya.
"Ray!" Nisa melambaikan tangannya pada Ray yang sedang mengambil bubur ayam dan kopi.
Pelangi menunduk mencoba menghindari tatapan Ray. Dia menjadi terkejut ketika Ray mendekati mereka.
"Halo, Sayang! kenapa tidak membangunkanku tadi," Ray mengecup kening Pelangi sebelum duduk di sisinya.
Pelangi membeku, Ray mencium keningnya? Pelangi hanya tersenyum samar untuk menyembunyikan kegembiraannya.
"Nis, sudah lama di sini?"
"Sejak sebelum istrimu datang!" lalu Nisa tersenyum nakal? "Memangnya kalian melakukannya berapa ronde sampai kamu kesiangan?"
Ray tertawa ringan, "kamu tanya saja, dia..."
"Dia gak mau cerita, sepertinya dia merasa malu untuk menceritakan malam pertamanya."
"Baguslah karena itu rahasia kami, hahaha," Ray melemparkan tatapan tajam pada Pelangi yang tak diketahui Nisa.
Ketiganya melanjutkan sarapan mereka, Ray bercerita dengan santai, sesekali tangan Ray mnyentuh rambut Pelangi dan mengusapnya. Tak seperti biasanya, kali ini Pelangi tak banyak bicara, dia merasa ngilu mendengar Ray bercerita seakan-akan sudah terjadi sesuatu di antara mereka.