Chereads / Lady in Red (21+) / Chapter 24 - Complicated (21+)

Chapter 24 - Complicated (21+)

Complicated

- Avril Lavigne -

===========

Ruby membuka kotak itu dan mendapati beberapa pasang wayang golek cantik di dalamnya. Ia angkat salah satunya. "Apa ini? Boneka?"

Vince tersenyum. "Di Indonesia, itu dinamakan wayang golek, Bu. Bukan khas Bali, sih. Tapi khas Indonesia. Cantik, kan?"

Ruby memandangi benda itu. Menggerak-gerakkan tangan wayang golek. "Iya, cantik."

"Persis Ibu."

"Aku?"

"Iya, cantik. Seperti Ibu." Vince terus tersenyum membuat Ruby gugup.

"Ini... berpasangan, yah?"

"Iya, Bu. Berpasangan, seperti Ibu dan Papa."

Benetton tertawa senang. "Kau memang pintar bicara, Nak! Hahaha. Papa harap kau lekas warisi semua perusahaan Papa."

Vince mendengus sambil senyum lebar. "Pa, aku masih harus banyak belajar. Mengurus satu saja susahnya minta ampun."

"Nah, tapi kau sukses selamatkan perusahaan di London, kan? Sebentar lagi itu jadi milikmu." Benetton manggut-manggut.

"Duh, Pa. Aku kan masih pegang yang furniture." Vince merendah, meski hatinya girang.

"Papa yakin kau bisa memegang dua sekaligus. Nanti lama-lama kau akan terbiasa dan gantikan posisi Papa."

"Memangnya Papa mau kemana?"

"Tentu saja pensiun dan menikmati hidup dengan ibumu! Hahaha!"

Vince tersenyum masygul. Ia lirik Ruby yang salah tingkah menunduk sedari tadi, sok sibuk dengan wayang goleknya.

Sedangkan Feiying masih di kamar, menata tumpukan baju yang dibelikan Vince.

Sepeninggal Benetton ke kamar, Ruby sedang di dapur untuk membuatkan teh jahe karena Benetton mengeluh perutnya kembung.

Seperti biasa, Ruby memakai baju merah, warna kesukaan. Namun kini dia banyak membeli cheongsam karena Benetton menyukai wanita berbusana tradisional.

Tepp!

"Astaga!" pekik Ruby, kaget, nyaris menumpahkan teh panas. Ia menoleh ke belakang, ke pelaku pemelukan. "Vin!" Mata melotot, tak menyangka itu adalah anak tirinya.

"Sstt... jangan keras-keras, Ru sayank. Kau tak mau pegawai berdatangan ke sini dan memergoki kita, kan?" bisik Vince di belakang telinga Ruby.

Jengah, Ruby berusaha lepaskan diri. "Kau! Aku hampir menumpahkan teh panas!"

"Oh, seperti dulu pertama kita memulai seks panas kita? Insiden teh tertumpah. Hahaha, rasanya terlalu klise, bukan?" sindir Vince sambil tangan merayap ke dada Ruby.

"Vin! Jangan gila! Ini ruang umum!" Ruby menghalau jemari Vince di payudaranya.

"Lalu... kau bersedia jika di ruangan private?" goda Vince, tak kenal mundur. Tangan yang dihalau malah meluncur turun meremas kewanitaan Ruby.

"Ja-jangan! Kau gila!" Ruby hentakkan tangan Vince, dan berhasil lepas dari dekapan anak tirinya.

Plak!

Satu tamparan diterima Vince. Ruby lekas mengurus teh jahenya dan melesat ke kamar suaminya sebelum Vince berbuat lebih gila lagi.

Vince mengelus bekas tamparan Ruby. Ia menyeringai kecil, lalu naik ke kamarnya, menyongsong Feiying di kasur.

"Sayank... aku rindu kau..." Vince menindih Feiying yang sedang rebah membaca majalah.

"Eh? Kenapa? Oughh... Vin... umffhh..." Feiying kaget mendapat serangan dadakan dari Tuan muda Hong.

-0-0-0-0-0-

Ruby baru saja keluar dari mobil pribadi pemberian suami. Kaki ramping melangkah ke sebuah butik kelas atas. Kartu kredit gold sudah bersemayam di dalam dompet, siap digesek.

Membalas sapaan ramah para pegawai butik, ia pun mulai memilih baju. Tentu yang berwarna merah.

Setelah mendapat sekitar 12 potong, dia bawa baju-baju tadi ke ruangan fitting. Jangan bayangkan kotak 1x1 meter seperti fitting room biasa. Di butik ini ruang tersebut seperti kamar besar dengan kaca di sekeliling ruang agar bisa melihat dari segala arah.

Maklum saja, pelanggan butik ini adalah para kalangan atas.

Bila pelanggan memasuki fitting room khusus tersebut, maka pegawai butik akan menjaga di luar ruangan.

Sang mantan biduan selesai melepas bajunya sendiri, siap memakai baju butik untuk dijajal.

"Perlu bantuan?" bisik seseorang di belakang telinga Ruby.

Wanita 34 tahun itu sontak menoleh ke belakang. "Vin!" Matanya membola lebar.

Namun Vince lekas membekap mulut Ruby. "Sstt... jangan teriak. Kau tak mau aku menyebarkan video hot kita, kan sayank?" Setelah Ruby mengangguk paham, barulah bekapan itu dilepas.

"Kenapa bisa ke sini? Ini kan fitting room!" Ruby tak percaya mantan patner seksnya yang kini jadi anak tirinya bisa memasuki ruangan spesial itu. "Kau apakan pegawai butik di luar?"

"Kujampi-jampi." Vince malah berkelakar.

Ruby memukul ringan lengan Vince. "Jangan bercanda! Keluar sana sebelum jadi rumor macam-macam!" usir Ruby dengan suara tertahan.

"Tenang saja. Tidak akan ada gosip." Vince mulai mengelus lengan Ruby.

Bergidik, Ruby mundur. "Jangan macam-macam, Vin... atau aku lari keluar dan melaporkanmu." ancamnya seraya berjalan pelan mundur menjauh dari Vince.

Meski Ruby mengancam, namun Vince malah terkekeh. "Yakin kau bisa lakukan itu? Bukankah itu akan menggali kuburanmu sendiri nantinya? Ah, dan juga kuburan bagi papaku."

Ruby memaki dalam hati. Vince benar. Segala kartu as dia sudah di tangan Vince. Mustahil dia bisa melawan pria itu. "Angh!" pekik kecil Ruby tatkala lengannya ditarik Vince. "Vi--mmpphh!"

Terlambat, Vin sudah menjejalkan bibir ke Ruby, menenggelamkan protes wanita itu. Bahkan lidah Vince kurang ajar mencoba mendesak masuk untuk bertemu dengan lidah Ruby.

Sang mantan biduan berusaha mengelak pagutan bibir Vince, berikut geliat lidah agresif Vince, namun tetap saja bisa tertangkap.

Tak mau buang waktu, tangan Vince telah menjalar ke pantat Ruby, meremas bongkahan itu secara bergantian tanpa bisa dicegah empunya.

Perlahan dan pasti, Vince berhasil pepetkan punggung Ruby ke dinding cermin terdekat. Mengurung Ruby dengan tubuhnya, Vince berhasil memerangkap sang wanita.

Saat Ruby bernapas lega karena cumbuan paksa Vince berakhir, ia harus tersentak saat bra-nya ditarik ke bawah dengan tegas hingga tersembul keluarlah isinya. Ia terpekik saat mulut Vince mengurung salah satu puting, sementara tangan si pria meremas payudara lainnya.

"A-aanghh!" Ruby menggigit kuat jarinya sebagai cara meredam suara agar tidak terdengar dari luar. Apakah ruangan itu tidak memakai peredam suara? Akan sangat berbahaya jika sampai ada siapapun yang mendengar pekikan dia.

Ruby merasa pusing. Bukan dalam arti sesungguhnya. Pusing akibat deraan berahi yang gencar ditorehkan Vince pada tubuhnya yang hanya dibalut dalaman saja. Vince tau cara memperlakukan tubuh Ruby. Tau dimana saja erogenus dia agar bisa mendesah manja.

Seberapa pun keras usaha Ruby untuk menyangkal, tetap saja tubuhnya ingat betul sentuhan Vince.

Bra ternyata sudah teronggok mengenaskan di suatu sudut tanpa disadari Ruby. Dia terlalu mabuk hingga tak sadar. Kini nasib celana dalam G-string merah mungil pun akan sama dengan bra merah tadi.

Setelah Vince puas melahap payudara Ruby, tubuh wanita itu dihadapkan ke tembok agar Vince bisa leluasa meremas pantat kencang Ruby sambil dia berlutut. Rasanya sudah berabad-abad Vince tidak melakukan ini pada Ruby.

Vince sudah menghirup bau khas kewanitaan Ruby hanya dari belakang pantat saja. Pria itu bagai tersengat oleh ekstasi.

"Vin... enghh... tolong jangan-anghh!" Mulut lekas disumpal jari sendiri saat lidah Vince menjilat area belakang Ruby setelah bongkahan itu dibuka menggunakan dua tangan sang pria. Rasa menggelitik karena anus terbelai lidah memberikan gelenyar tersendiri.

Vince tarik sedikit pinggul Ruby agar wanita itu merunduk sehingga bokongnya lebih mudah dieksploitasi mulut rakus Vince. Dua tangan membuka bongkahan, langsung terlihat kuncup mawar (bahasa kiasan erotis untuk pintu anus) Ruby, berikut juga vaginanya.

Lidah Vince bagai menemukan sabana. Ruby meremas tangan sendiri beserta menggigit bibir bawahnya ketika vaginanya dipulasi lidah beringas Vince. Ingin menolak tegas tapi sisi lain dirinya ingin merasakan.

Perlahan dua jari Vince menyusup masuk ke vagina dan mengocok cepat. Ruby kewalahan. Dia sekuat tenaga membekap mulut. Vince keterlaluan. Respon Ruby ditanggapi Vince dengan terus memacu kecepatan kocokan jari di liang intim.

Susah payah Ruby meredam suara pun berujung pada tersemburnya cairan bening kental milik dia. Seketika napas pun terengah-engah, terkulai lemas di tembok. Vince kejam. Ruby masih diposisi berdiri, mengenakan high heels. Atau mungkin itu visual menarik bagi Vince?

Ruby baru tau tali G-string dia sudah digeser ke samping. Pantas saja jari Vince leluasa memompa lubangnya tadi.

"Aarghh!" Ruby lekas bekap kembali mulutnya saat merasa lubangnya dipenuhi sebuah benda tumpul besar nan keras.

Penis Vince.