Pagi itu Sean bangun dari tidurnya usai percintaannya dengan Freya.
Mengkhianati istrinya, dengan mengagungkan cinta yang dia rasakan untuk Freya. Entah perempuan itu sadar atau tidak dengan perasaannya. Yang jelas Sean ingin selalu bersama. Menghabiskan waktu bersama dengan Freya—bukan Gwen.
Jika bisa memilih, dia akan jauh lebih memilih Freya dibandingkan Gwen yang hanya sebagai istrinya. Menikah karena perintah orang tuanya, bukan atas dasar mencintai perempuan itu.
Dengan gerakan cepat Sean menarik handuk yang ada di dekat tempat tidur untuk segera beranjak ke kamar mandi.
Gerakan Freya sedikit pelan sebab merasa sakit kepada karena mabuk semalam. "Kau sudah bangun, Sean?"
"Menurutmu?"
Freya tertawa kecil dan memperbaiki posisi tidurnya agar lebih nyaman. Sean mendekati Freya yang masih berada di tempat tidur. Lalu dia mencium kening perempuan itu. "Thanks Honey," kecup Sean yang dibalas dengan senyuman oleh Freya.
Sean benar-benar merasa bahagia ketika Freya berada di sampingnya. Tidak pernah ada perasaan yang terlibat pada Freya tapi bagi Sean setiap detik yang dia habiskan bersama Freya itu akan selalu berharga.
Semua orang tahu bahwa Freya adalah teman baiknya. Jadi ke manapun mereka pergi tidak akan ada yang mengganggu Freya ataupun mencolek perempuan ini dihadapan Sean.
Sean keluar dari kamar mandi usai membersihkan dirinya, dia masih melihat Freya yang masih malas bangun pagi itu. "Kau tidak ingin kita pergi jalan-jalan, Freya?"
Freya merenggangkan otot-ototnya. "Lain kali aku ingin liburan bersamamu. Aku ingin pergi ke Maldives, agar kita bisa bersenang-senang di sana,"
"Aku akan melakukan apa pun untukmu, honey,"
Freya merasa malu mendapat panggilan itu dari Sean. Dia lantas bangun sambil menutupi tubuh bagian atasnya. "Kalau begitu aku mandi dulu, kau akan sarapan bersama denganku?"
Gelengan kepada Sean menandakan bahwa dia tidak setuju. "Aku akan pergi sebentar saja, ingin mencari sesuatu," Sean sudah rapi dan akan meninggalkan Freya sendirian di hotel. "Apa ada sesuatu yang kau inginkan?"
Setiap langkah Sean meninggalkan hotel itu terasa berat. Akan tetapi ada keperluan lain yang ingin dia beli.
Membelikan oleh-oleh untuk Gwen sebagai tanda dia masih peduli dengan istrinya. Itu juga untuk membuat perempuan itu betah bersamanya. Dia pergi ke toko sepatu untuk membelikan itu kepada Gwen yang kemudian akan dikirimkan ke alamatnya nanti.
Kabar dari anak buahnya mengatakan jika Gwen patuh terhadap perintahnya. Dia yang melarang Gwen pergi ke manapun juga dan bahkan anak buahnya Sean berada di depan apartemen Lucy untuk mengawasi gerak-gerik Gwen dan teman baiknya untuk tidak kabur dari apartemen dan juga hidup Gwen.
Usai membeli sepatu yang dia sendiri sudah tahu nomor sepatu Gwen dari koleksi-koleksi yang pernah dibelikannya. Dia harus mengirimkan itu kepada istrinya tanpa sepengetahuan Freya. Jika Freya tahu sudah pasti perempuan itu akan marah besar kepadanya.
Sean kembali lagi ke hotel dan melihat bahwa Freya sudah selesai mandi dan membersihkan dirinya. "Sean kenapa cepat sekali?"
Pria itu dengan ekspresi datarnya duduk di sofa yang ada di kamar. "Aku pergi dua jam lalu kau mengatakan itu sangat cepat?" tutur Sean saat melihat Freya begitu manja terhadapnya yang langsung mencium tangan kanan dari Freya.
"Kau tidak bisa hidup melajang saja, Sean?" pertanyaan itu tiba-tiba membuatnya terkejut tapi berusaha dia sembunyikan.
Dia memang sudah menikah dengan paksaan dari Ibunya untuk segera menikahi Gwen dan sekarang Freya malah meminta dia untuk hidup melajang. Dia mencintai Freya, tapi tidak bisa membantah perintah dari ibunya. Sebab apa pun yang terjadi bahwa perintah sang Ibu adalah hal yang utama.
"Aku tidak bisa menurutimu, Freya. Karena itu adalah perintah ibuku," dia dengan ekspresi yang tak kalah seperti biasanya mengatakan hal tersebut. Bukannya dia tidak ingin menuruti, tapi tetap saja bahwa perintah ibunya nomor satu bagi Sean.
Dia sangat menyayangi Ibunya. Dia mencintai juga perempuan yang bersama dengannya. "Aku ingin terus bersamamu, Sean,"
Sean paham bahwa menikah itu adalah hal yang mengikat. "Aku mengerti maksudmu, Freya. Aku juga mengerti bahwa kau ingin bersamaku. Maka aku akan tetap bersamamu,"
"Sekalipun kau sudah punya istri?"
Sean terdiam lalu berkata. "Aku bisa menemanimu kapan pun kau mau. Namun, hanya satu permintaanku padamu, Freya. Jangan pernah usik, Gwen! Apa pun yang terjadi, kau jangan pernah menyentuhnya. Bukan karena aku peduli terhadapnya, tapi dia adalah pilihan Ibuku. Kau tau sendiri bahwa pilihan Ibuku tidak akan pernah bisa diusik, maka aku tidak ingin mengecewakan ibuku dan membuatnya bersedih," jelas Sean ketika dia membela Gwen dihadapan Freya dengan adalah bahwa itu adalah pilihan ibunya.
Raut wajah bahagia Freya padam usai dijelaskan hal demikian. "Aku tidak suka hal seperti itu, Sean. Aku tidak pernah mengusik orang lain tanpa izin darimu, kau tahu sendiri bahwa aku tidak suka ikut campur pada urusan rumah tanggamu dengan Gwen. Aku juga tidak suka kalau kau terus membela, Gwen,"
Freya duduk dipangkuan Sean sambil merayu pria itu. "Aku tidak pernah membela Gwen. Aku hanya memberitahumu hal kenyataan itu, Freya,"
"Tapi kau tetap saja membuatku tidak nyaman ketika di mana-mana media begitu heboh memberitakanmu dengan Gwen. Lalu aku juga muncul sebagai teman dekatmu, apa mereka tidak akan menimbulkan spekulasi nantinya?"
Selama menikah, Sean memang tidak pernah berniat untuk menyentuh Gwen. Tetapi pasti suatu waktu ibunya akan menuntut dia untuk punya anak. Ditambah lagi dengan Gwen yang memang usianya sudah matang menjadi seorang ibu.
Sean memutar matanya dan memeluk Freya. "Aku sudah berjanji padamu bukan? Kalau kita akan selalu bersama tanpa ketahuan. Kau bisa menggunakan masker dan kacamata,"
"Aku ingin pergi ke tempat lain untuk berdua denganmu,"
Sean menarik Freya lalu mengecup bibir perempuan itu. "Kau pikir aku tidak bahagia denganmu, hmm?��
Mereka berusaha untuk tertarik satu sama lain. Baik Sean maupun Freya mencoba mengungkapkan isi hati. Freya yang mengabaikan Sean karena dia menganggap bahwa hati pria itu tidak akan pernah tersentuh. "Mengenai tadi malam, apa kau melakukan sesuatu yang tidak aku sukai?"
Sean menggeleng. "Tidak, tenang saja aku masih ingat ucapanmu bahwa kau tidak ingin hamil saat ini sebab kita sedang dalam hubungan yang tidak baik-baik saja. Aku sudah punya istri, dan kau sudah punya kekasih. Maka dari itu aku tidak akan mengecewakanmu, Freya,"
"Baguslah, aku suka dengan keputusan itu," Freya membelai pipi Sean dengan sikap manjanya.
Sean tersenyum canggung ketika menyebutkan kata kekasih. Memang perempuan ini punya kekasih tapi lebih sering jalan berdua dengan Sean dengan alasan teman baik. bahkan kekasih Freya tidak pernah mempermasalahkan hal ini. "Ketika nanti kau pulang untuk menemui istrimu, bisakah kau membiarkanku di sini? Aku tidak akan pulang denganmu," Freya meminta izin.
Sudah jelas bahwa kekasih Freya akan datang mencari dan perempuan itu tidak akan pernah pulang dengan Sean. "Aku mengerti,"
"Kau marah?"
Sean tahu jika dirinya hanyalah sebuah peneman sepi dari perempuan ini. "Tidak ada alasanku untuk marah kepadamu, Honey. Kau berhak melakukan apa pun. Menemukan pasangan hidupmu dan harus bahagia jika suatu saat kita terpisah karena pasangan masing-masing, kuharap kau jangan melupakan aku sebagai teman baikmu,"
Teman baik.
Teman baik yang dianggap oleh Sean cukup membuat Freya paham bahwa dia dan Sean memang tidak akan pernah saling memiliki selamanya. Dia adalah sebaik-baiknya perempuan yang berusaha tampil sempurna dan melakukan apa pun demi pria itu. Tetapi tidak pernah dianggap sebagai seseorang yang istimewa.
Sean tersenyum tipis. "Aku akan pulang sendiri nanti, kau jaga diri baik-baik! ketika kekasihmu datang, aku akan pergi begitu saja. Aku tidak akan mengganggu momen kalian berdua,"
"Terima kasih kau telah mengerti dengan keadaan ini, Sean. Kuharap kau bahagia dengan, Gwen! Jika dia memang tepat pilihanmu, aku tidak akan berkata apa pun atau bahkan berkomentar apa pun lagi denganmu. Aku ingin kau juga bahagia selamanya,"
"Begitu pula denganmu, kau harus bahagia!"
Sebelum Sean memiliki kesempatan untuk mendekati Freya. Perempuan itu telah memberikannya jarak pemisah yaitu tembok besar yang didirikan oleh Freya sendiri dengan menghadirkan sosok pria yang sekarang menjadi kekasih hatinya dan bisa menyingkirkan Sean dari hidup Freya kapan pun diinginkan.
Sean tidak pernah peduli bagaimana tatapan orang lain terhadapnya ketika dia bersama dengan Freya. Yang penting dia bisa bersama dengan perempuan itu kapan pun juga. Tapi sekarang, mungkin akan lebih jelas lagi hubungan Freya dengan kekasihnya yang membuat Sean harus benar-benar pergi dari hidup Freya dan akan kembali pada pelukan, Gwen.