"Gwen, apa suamimu begitu romantis?"
Lucy begitu takjub melihat sepatu yang dikirimkan oleh Sean untuk Gwen ke alamat apartemennya. Apalagi ukurannya yang sangat pas dengan kaki Gwen. Ditambah lagi karena merk ternama dan pasti menambah penampilan Gwen menjadi lebih elegan.
Gwen membuka kotak tersebut dengan wajah yang berseri tadi ketika dia mendapatkan begitu bagusnya hadiah dari Sean. "Kirimkan pesan padanya sebagai tanda terima kasih, Gwen!"
Sebenarnya dia sangat canggung mengirimkan pesan untuk suaminya. Tapi tetap saja dia tidak mau melakukan hal itu karena dia malu jika harus mengirimkan pesan untuk Sean. "Kau memintaku melakukan hal konyol itu?"
"Kenapa tidak?" Lucy ingin menggoda temannya karena jika itu benar-benar terjadi antara Sean dan Gwen pastinya dia akan tetap bahagia. "Aku ingin kau melakukan itu untuk Sean agar kau bisa melupakan pengkhianatan Valeria dan juga Ben yang sudah menghancurkan hatimu ketika kau datang ke perusahaan Ben dan menangkap pria itu sedang bersama adikmu bukan?"
Gwen mengibaskan tangan kanannya sambil tertawa dengan terpaksa. "Aku tidak akan melakukan hal itu, Lucy. Akan terdengar sangat konyol bukan?" dia tertawa dan ingin menertawakan dirinya sendiri ketika dia mabuk berat ketika dikhianati oleh adik tirinya dan juga kekasihnya.
Terdengar sangat konyol juga bagi Lucy jika Gwen melakukan hal serupa. Memang pengkhianatan itu tidak akan pernah bisa dimaafkan. Tapi tidak harus menghancurkan dirinya juga. Apalagi ketiak melihat Gwen yang sangat lemah waktu itu. Segala sesuatu kekurangan dan kelebihan Gwen diketahui oleh Ben.
Menjadi seorang kekasih dan juga pengganti Markus yang tidak peduli terhadap Gwen itu sangat menyakitkan ketika diketahui sedang berselingkuh.
Gwen mengambil ponselnya ketika mendengar nada telepon. "Gwen, kau ada di mana?" kata seseorang dari jauh sana.
"Di rumah suamiku,"
Pria itu terdengar sedang tertawa kepadanya. "Kau perempuan sialan yang pernah aku kenal, Gwen. Kau menghancurkan hatiku dengan pernikahan yang menyakitkan itu, Gwen. Apa kau tidak punya hati? Aku di luar negeri ketika kau dan Sean menikah. Lalu selama...."
Gwen sudah bosan mendengar ucapan Ben. "Kau terlalu banyak bermimpi, Ben. Kenapa kau tidak lanjutkan saja hubunganmu dengan Valeria?"
"Apa maksudmu?" teriak Ben dari seberang telepon.
Gwen terkekeh. "Kau terlalu lucu untuk mengatakanku perempuan sialan saat kau dan Valeria berciuman di dalam ruanganmu ketika kau memintaku untuk menunggu di sebuah toko untuk mencoba gaun pengantin, apa itu Ben? Apa kau pikir aku buta selama ini tidak tahu kau dan Valeria bermain?" dia sedikit menghina Ben dengan tawanya.
"Dengarkan aku dulu, Gwen!" kata Ben terdengar nada bicara pria itu sedikit memelas. "Aku akan menjelaskan semuanya padamu,"
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi bukan? Aku sudah menikah, kau tidak akan menggangguku lagi bukan? Kau juga sudah punya Valeria yang sebentar lagi bisa kau nikahi. Tidak perlu membuang waktu yang cukup lama untuk bisa menikahi perempuan itu, Ben!"
Gwen menutup teleponnya dan malah menertawakan Ben sekarang. Kenapa juga pria itu menghubunginya dengan suatu hal yang terdengar menjijikkan. Apalagi ketika Ben terdengar mabuk berat ketika meneleponnya barusan.
Mengingat bahwa sambungan teleponnya sudah pasti akan masuk ke telepon Sean itu sangat mengerikan jika Sean tahu tentang hal itu. Apa pun gerak gerik Gwen sudah pasti diketahui oleh suaminya. "Lucy, aku pinjam kopermu yang satu lagi. Kita akan pergi ke rumah Ayahku untuk mengambil barang-barangku,"
Lucy mengangguk dan mengambil koper yang ada dipinggir lemari itu lalu diajak keluar oleh Gwen.
Di luar apartemen masih ada pengawal yang selalu menunggu Gwen. "Antar aku ke rumah Ayahku!" perintah Gwen yang dibalas dengan anggukan.
Seperti biasanya dia akan dikawal oleh enam orang yang berbeda. "Nyonya muda, apakah Anda tidak ingin pulang ke rumah saja? Tuan menghubungi ketua kami dan mengatakan jika Anda harus memberikan waktu untuk Nona Lucy belajar karena sebentar lagi akan tiba masa di mana Nona Lucy akan datang ke perusahaan untuk tes secara langsung,"
Benar juga dengan apa yang dikatakan oleh pengawal itu. Lucy akan gagal ketika dia tidak memberikan waktu kepada temannya. "Baiklah, antar saja Lucy nanti pulang ke apartemennya usai kembali dari rumah Ayahku. Ada barang penting yang harus aku ambil," kata Gwen.
Dia ingin mengambil barang kenang-kenangannya dengan ibunya dulu. Siapa pun yang menyentuh barang itu sudah dipastikan akan membuat Gwen sangat murka dan tidak akan ada maaf untuk yang sudah menyentuh barang tersebut.
Tiba di rumah yang sangat besar itu. "Maaf Nona Gwen. Anda sudah tidak diperbolehkan lagi masuk ke dalam rumah ini," ada dua orang yang menghadang di depan pintu ketika dia ingin masuk.
Gwen murka. "Siapa yang sudah berani membuat aturan seperti itu? Hah?" teriak Gwen ketika dia dihadang.
Tak lama kemudian ibu tirinya keluar bersama dengan Valeria sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Sangat lama sekali tidak pulang ke rumah sayang. Kau apa kabar? Mentang-mentang sudah menjadi istri Tuan muda kau malah menjadi seperti itu," kata ibu tirinya ketika melihat pengawal yang ada dibelakang Gwen. "Biarkan saja dia masuk!"
Gwen tahu bahwa ibu tirinya pasti takut dengan orang-orang yang berada dibelakangnya ini. "Kalian hanya perlu menunggu diluar! Gwen yang masuk sendirian!" kata ibu tirinya. Tidak masalah jika dia masuk sendirian. Dia tidak akan pernah mau lagi diinjak oleh ibu tiri dan juga adik tirinya.
Dia pergi ke kamar yang ternyata sudah diganti menjadi kamar Valeria. Namun tidak dengan lemari yang di mana kuncinya disembunyikan oleh Gwen dibawah lantai yang sengaja dia jadikan tempat untuk menyembunyikan apa pun. "Apa yang ingin kau lakukan, hah?"
Gwen hanya tersenyum. "Jangan berharap bisa menggunakan barang-barang mewahku ini, Valeria!" dia sengaja datang dan juga menggunakan sepatu baru yang diberikan oleh Sean.
Jane dan juga Valeria melihat ke sepatu yang digunakan oleh Gwen terlihat sangat mewah ditambah lagi dengan hiasan berlian dibagian sisi sepatu itu. "Ibu," Valeria menghentakkan kaki dilantai ketika dia sangat kesal dengan sepatu yang digunakan oleh Gwen.
Tak perlu menunggu lama kemudian Gwen membawa semua barang-barang mewahnya yang berjumlah empat koper. Dia juga menggunakan koper yang ada di kamar itu. "Kau gunakan koperku, Gwen!" bentak Valeria.
Namun gadis itu tidak mau kalah dengan adik tirinya. "Kau mengambil kamarku,"
"Kau menggunakan koperku untuk mengambil barang-barang sialanmu itu!" dia membentak Gwen lagi.
Gwen sengaja membuka sepatunya karena merasa haknya sangat tinggi. "Kakiku pegal," kata Gwen lalu dia mencoba memamerkan septu itu dan berjongkok memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.
Valeria melihat sepatu itu dengan mata berkaca.
Sedangkan Gwen pergi ke ruangan yang lain untuk mengambil beberapa koleksinya dan juga ada albumnya dengan sang Ibu dulu ketika dia masih kecil.
Hanya itu kenang-kenangan yang dia punya.
Valeria melihat sepatu itu lagi. "Valeria, kau pikir itu sangat murah sampai kau merengek pada Ibu?"
Dia tentu ingin dibelikan barang itu juga. "Aku juga ingin Ibu, kau ingin melihat anakmu tampil sempurna dihadapan Ben bukan?"
"Semenjak Gwen dan Ben pacaran, semua barang koleksi di kamar ini bukankah itu semua pemberian Ben? Kau sudah berhasil merebut Ben darinya. Maka kau juga harus membuat Ben tunduk padamu seperti Gwen membuat Ben tunduk sampai membelikan apa pun yang Gwen inginkan. Sekarang kau lihat Gwen! Dia sudah berhasil meluluhkan hati Sean, kau tahu sendiri Sean itu siapa? Dia bukan pria yang mudah untuk ditaklukan," peringat ibunya dengan nada kecil takut jika Gwen dengar.
Jane juga sangat ingin dengan sepatu itu. Tapi dia sudah bisa menebak jika sepatu itu sangat mahal yang bahkan lebih dari satu juta dollar. Markus tidak akan membelikan sepatu itu untuknya jika dia dan Valeria meminta. "Kau jangan meminta itu padaku, Valeria. Markus tidak akan pernah mengeluarkan uangnya untuk sepatu semahal itu,"
"Ibu kau lihat ini berlian!"
"Apa peduliku, kau mengambil orang yang salah, Valeria. Kau harusnya merebut Sean. Bukan Ben,"
"Aku mana tahu Sean lebih kaya dibandingkan Ben, Ibu."
"Apa kau buta? Sean itu pengusaha yang sangat kaya,"
Valeria tidak ingin tahu mau berkomentar apa. "Tapi dia tetap saja harus membelikanku ini juga bukan?"
"Siapa? Ben? mimpi dulu, Valeria!"