Chereads / Perharps You / Chapter 2 - Dua Perempuan Pembawa Sial

Chapter 2 - Dua Perempuan Pembawa Sial

Gwen sedang berada di apartemen teman baiknya—Lucy. Hanya perempuan itu yang bisa mengerti dengan perasaannya sekarang. Sampai malam hari ia masih enggan untuk pulang. Beberapa kali telepon genggamnya berbunyi yang dihubungi oleh Markus—Ayahnya. Sayangnya dia tidak mau peduli dengan orang tuanya. Meski Markus ada di dunia ini, sayangnya pria itu selalu menganggapnya tidak ada.

Pernikahannya dengan Ben batal, ditambah lagi dengan adik perempuan yang menyebalkan sampai merebut Ben darinya. Apa istimewanya Valeria dibandingkan dengan Gwen? Sampai pria itu dengan tega mengkhianatinya dibelakang.

Ditemani dengan beberapa kaleng minuman beralkohol di sana dan juga ada makanan untuk mengganjal perutnya. "Gwen, kau tidak berencana untuk pulang?" Lucy terlihat khawatir melihat keadaan temannya.

Lucy memang bisa membiarkan Gwen di sini. Tapi tidak untuk terus menerus, apalagi melihat Gwen yang sudah benar-benar kacau akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh Ben dan Valeria itu. Mungkin bagi sebagian orang bisa bersyukur bagaiman Tuhan begitu adil menunjukkan sifat asli dari pria pengecut itu bahkan sebelum menikah sudah memperlihatkan keburukannya pada Gwen.

Rambut yang berantakan, kepala menghadap ke bawah dan juga kaki yang dinaikkan ke atas tembok dibarengi dengan ocehan-ocehan serta umpatan yang sesekali begitu berisik di kamar apartemen Lucy. Dia tidak menyalahkan Gwen atas apa yang dilakukan gadis ini. Hanya saja dia tidak tega membiarkan teman baiknya terpuruk hanya karena pria brengsek sekelas Ben.

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya pagi hari sambil memukulnya dengan pelan. "Kau sudah mulai gila, Gwen? Kenapa memukul kepalamu seperti itu? Apakah untuk menghilangkan sedikit ingatanmu dari apa yang kau lihat dari tindakan Ben itu?"

"Kau sudah mulai menertawakan aku, Lucy? Kau tidak tau betapa bencinya aku terhadap pria pengecut itu,"

Lucy terkekh mendengar ocehan pagi dari Gwen. Jangankan teman baiknya, ia pun yang diceritakan tentang Ben berselingkuh dengan Valeria itu sudah menyakitkan sekali untuk didenger. Bagaimana dengan temannya yang melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri tentang hal itu. "Kalau begitu kau istirahat saja, Gwen,"

"Kepalaku benar-benar sakit, Lucy,"

"Lihat ada sebelas kaleng yang kau minum semalam. Manusia gila mana yang menghabiskan sebelas kaleng alkohol hanya karena patah hati? Aku akan menertawakanmu jika kau masih seperti ini, Gwen," ledek Lucy ketika melihat Gwen sedang berdiri sambil menjambak rambutnya.

Sedangkan perempuan itu masih mencoba mencari kesadarannya. "Lucy, apa aku terlihat seperti orang gila kali ini?"

Lucy yang sedang sadar itu hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan temannya. "Tentu saja kau terlihat gila, lihat penampilanmu! Berantakan, buruk, bahkan kau bau. Apa itu yang membuat orang akan berpaling darimu?"

Tidak ada yang bisa meyakinkan dengan hal itu. Karena bagaimanapun juga Ben yang berkhianat itu sudah pasti melihat Valeria dari kecantikannya.

Biarkan saja untuk saat ini orang-orang tertawa dengan apa yang dia lakukan. Tapi dia akan memberi perhitungan kepada Valeria, dan juga ibu tirinya yang sudah sangat kejam membuatnya menjadi seperti sekarang ini. Menjadi orang asing di antara keluarganya. Padahal sudah jelas dia adalah anak kandung dari Markus, tapi diperlakukan dengan sangat buruk oleh ibu tirinya.

Di dalam keluarganya, sudah pasti ibu tirinya sangat pandai memerankan sebuah drama yang di mana ketika Markus di rumah, adik dan juga ibu tirinya akan memasang raut wajah yang begitu ceria dan bisa membuat orang lain seolah tidak percaya dengan kejahatan itu.

Lucy menatap wajah teman baiknya hanya bisa menghela napas panjang dan tidak bisa berkata hal lain mengenai tunangan yang berselingkuh tersebut. "Gwen, kau akan tinggal di sini berapa lama? Apa kau yakin ibu tirimu yang baik hati itu tidak mencarimu?"

Tatapan darinya seolah ingin membunuh saja. "Jangan bicarakan perempuan tua menyebalkan itu, Lucy. Aku sendiri sudah muak dengannya, pelan-pelan aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri. Kau tidak tahu betapa bencinya aku terhadap dia yang sudah mengakibatkan ini semua? Aku sudah sangat muak dengan tingkahnya," jelas Gwen kepada Lucy tentang ibu tirinya yang sudah sangat keterlaluan itu.

Satu-satunya teman yang bisa dia percayai hanyalah Lucy, dalam keadaan apa pun. Bahkan ketika sedang tidak dipedulikan oleh orang tuanya sendiri, Lucy akan menjadi tempat kaburnya untuk sementara waktu.

Jarang sekali dia pergi untuk mengunjungi Bibi yang rumahnya tidak jauh dari tempat Lucy tinggal. Hanya saja dia sadar kalau keadaan ekonomi adik dari mendiang ibunya itu sangat memburuk. Bagaimana mungkin dia datang ke sana untuk numpang hidup? Sudah banyak sekali kesusahan yang dihadapi oleh keluarga bibinya. Maka dia tidak akan pernah memberikan beban kepada keluarga itu.

Di dalam pantry itu ada Lucy yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Sekitar sepuluh menit mereka bicara dengan nada yang menertawakan malangnya nasib Gwen, mangkuk yang terbuat dari keramik itu diberikan kepada Gwen yang telah berisi sereal dan juga susu. "Makanlah! Aku sedang tidak sanggup memberikan makanan mahal untuk Nona muda sepertimu,"

Gwen menarik mangkuk itu lalu mengangkat sendok yang sudah berisi sereal dan susu yang sedang dia makan sekarang. "Setidaknya kau tidak pernah mengeluh selama aku di sini, Lucy,"

"Bagaimana kau bisa berkata seperti itu? Bukankah ketika aku dalam keadaan membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikan, kau orang pertama yang memberiku bantuan? Apa aku harus mengusirmu dari sini untuk membalas perbuatanmu yang baik itu?"

"Aku tidak berpikir demikian, Lucy. Aku hanya tertawa mengingat tentang aku yang selalu berjuang dulu. Tapi sekarang kenapa aku merasa seperti orang asing saja?"

Gelang karet yang ada di pergelangan tangan kiri Gwen itu dikeluarkannya dari sana untuk mengikat rambutnya. "Lucy, kau bisa membantuku hari ini?"

"Bantu apa?"

"Bunuh Markus!" ucapnya dengan santai.

Tatapan mata Lucy tidak percaya dengan kata-kata temannya ini. "Apa kau sudah gila, Gwe?"

Gwen mengibaskan tangan kanannya sambil tertawa. "Aku bercanda Lucy, siapa yang durhaka sekali membunuh Ayahnya? Kau pikir aku sejahat itu untuk mencari kebahagiaan?"

"Tidak seperti itu, Gwen. Aku hanya bangga terhadapmu yang berani menentang Ayahmu sekarang ini. Aku tidak masalah jika kau ingin melakukan itu. Tapi aku tidak akan pernah terlibat, karena bagaimanapun juga dia Ayahmu,"

Mereka tertawa bersama dengan lelucon seperti itu. "Aku menyayangi Markus, Lucy. Dia itu orang tua satu-satunya, aku hanya benci terhadap ibu tiriku dan terlebih kepada Valeria.

Mendengar nama itu disebut tentu akan sangat menyebalkan juga bagi Lucy. Karena dua manusia itu selalu saja mengganggu ketenangan hidup Gwen. "Aku pernah mendengarmu menceritakan tentang Ibumu, Gwen. Apa dia benar-benar sudah tiada?"

"Markus sudah mengatakan itu sejak lama. Aku hanya ingat nama dan juga aku masih ingat dengan wajahnya, dia adalah perempuan terbaik yang pernah aku miliki, Lucy. Entah apa aku bisa mencari penggantinya atau tidak akan pernah ada yang menggantikan posisi dia di dalam hidupku,"

Lucy mengambil remote televisi lalu menyalakannya. "Ah aku tidak akan berkomentar apa pun untuk saat ini, Gwen. Aku berdoa semoga dia masih ada, agar hidupmu bisa terarah. Sekarang ini hidupmu terlalu berantakan karena kehadiran dua perempuan pembawa sial itu di dalam hidupmu, bukan?"