Satu bulan tinggal di apartemennya Lucy, baru hari ini di akan kembali dari tempat itu. Sudah lama sekali dia tidak mengunjungi ayahnya ke rumah. Melihat keadaan pria itu sudah terbunuh atau masih dibiarkan hidup oleh istri busuknya. Gwen tidak ingin jika ayahnya mati konyol hanya karena istrinya.
Rumah mewah modern yang ada di depannya ini berdiri sangat indah yang bahkan menarik hati Jane—ibu tirinya untuk segera pindah dari rumah lama mereka.
Sebuah mobil Rolls Royce parkir di depan rumahnya dengan dua pengawal yang berdiri di sisi kiri dan kanan. Sudah dipastikan jika itu bukan Ben ataupun mobil dari si tua bangka itu. Tidak ada dalam pikiran Gwen jika ayahnya masih punya tamu istimewa.
Nampak dua orang pria berdiri tegak dengan tubuh kekar yang menatap lurus ke depan. Gwen menoleh sejenak. "Apa kalian berdua anjing yang dibayar hanya untuk mematuhi perintah tuan kalian?" Gwen bertanya dengan nada kasar seperti itu.
"Hentikan omong kosongmu, Gwen! Apa kau lupa cara sopan santun pada orang lain?" Markus tiba-tiba saja muncul dari balik pintu yang terbuka sangat lebar di depannya itu.
Markus sudah sangat kewalahan dengan tingkah laku Gwen selama ini. Semenjak meninggalkan Sienna, dia menjadi semakin keras dalam mendidik putri semata wayangnya ini. Tidak ada pilihan lain selain menjodohkan Gwen dengan pria lain yang merupakan anak dari rekan bisnisnya. Lagipula siapa yang tidak ingin menikahi Sean Harvey? Siapa yang tidak kenal dengan pria itu.
Sean Harvey, CEO dari perusahaan internet terbesar di negara ini. Dia yang merupakan pusat pengembangan beberapa software dan juga aplikasi yang namanya sudah tidak asing lagi ditelinga orang-orang. Bahkan orang awam pun akan tahu jika namanya disebut.
Dengan langkah kesalnya dia mendekati Markus dan berkata. "Siapa mereka?"
"Kudengar kau akan pulang hari ini dan sempat berdiri di depan gerbang seolah kau akan menjadi maling di rumahmu sendiri," sindir Markus begitu tajam saat dia menghilang satu bulan lamanya.
Lirikan mata Gwen terlihat sangat tajam karena kesal. "Apa kau sedang bercanda Ayah?"
"Bercanda dalam hal apa?"
"Kau mengataiku seperti maling," ujar Gwen dengan nada yang masih datar.
Markus mencoba bersikap lunak kepada Gwen. Jika dilawan, tentu saja akan menjadi semakin liar dan juga akan menjadi sangat liar. Semakin baik diperlakukan, Gwen akan menjadi baik juga. Begitulah sifat dari anak semata wayang dari Markus ini. "Ayo masuklah! Kita makan siang dulu! Ayah memaksamu untuk pulang karena ada hal penting yang harus Ayah katakan," Markus merangkul putrinya dan membawanya masuk.
Dari sikap yang ditunjukkan oleh ayahnya, Gwen sudah bisa membaca ini jika ada hal yang sedang disembunyikan oleh Markus.
Melewati dua pintu besar dengan desain yang terbaru ditambah lagi dengan hiasan yang di rumah ini sudah sangat indah berbeda dengan hari biasanya ketika Gwen pulang dan menetap di rumah yang terasa seperti neraka ini. Jika ayahnya pergi jangan harap ada pelayan yang menyiapkan semua makanan itu.
Gwen akan menjadi pelayan ketika Markus pergi. Jika dia mengadu, tentu saja ayahnya tidak akan percaya karena kedua perempuan di rumah ini sangat pandai bersilat lidah. Apalagi memainkan sebuah peran dalam sebuah drama sialan yang dibenci oleh Gwen.
Ada yang berubah juga semenjak dia pergi dari sini. Yaitu begitu banyak lukisan yang menempel di tembok dengan kisaran harga yang bukan main-main sudah pasti diatas ribuan dollar ini yang bisa ditebaknya dengan sangat mudah. Siapa yang tidak mengenal ayahnya?
Dia melihat ada sosok pria dengan setelan jas hitam dengan dasi hitamnya duduk di meja makan bersama dengan dua orang perempuan brengsek itu. "Kakak Gwen, ke mana saja kau?" Valeria memberikan senyuman semringahnya ketika dia sampai di sana.
Sambutan yang diberikan oleh adik tirinya itu sudah sangat keterlaluan. Begitu banyak hal yang dibenci oleh Gwen tentang adiknya. Pertama, Valeria selalu menguasai apa saja yang dimilikinya. Kedua dia adalah pengkhianat di rumah ini. Itu dua hal yang menonjol pada gadis ingusan yang berdiri di depannya sambil tersenyum.
Sangat hebat sekali mereka dalam memberikan sambutan dengan hal pura-pura. "Gwen duduklah!" pinta ayahnya ketika dia baru saja tiba.
Pria yang sedang duduk di kursi dekat dengan ayahnya terlihat sangat tenang.
Gwen memejamkan matanya lima detik untuk mengingat siapa pria yang ada di rumahnya kali ini. Apalagi satu meja dengannya untuk makan siang.
"Gwen apa kau kenal Sean Harvey?"
Ah benar, sekarang Gwen ingat. Dia adalah pria yang selalu dibicarakan oleh Lucy di apartemen dengan tingkah kesuksesan di usia muda yang sangat menakjubkan itu.
Untuk hal ini dia tidak tahu maksud kedatangan dari Sean ke rumahnya. Apalagi ekspresi datar yang sangat sulit untuk ditebak. "Kita menunggu Ayah dan Ibumu terlebih dahulu Sean, setelah itu kita akan makan siang bersama,"
"Baik Paman,"
Gwen tidak menangkap ada sebuah perasaan tidak enak kepada pria ini. Rasanya benar-benar mengerikan jika terus berada di sisi Sean yang terkenal di negara ini. Tapi sayangnya sikapnya yang dingin seolah akan membunuh Gwen.
Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah dan juga suara pengawalnya yang bicara di luar sana. Sudah bisa dia pastikan itu adalah orang tuanya Sean datang, tidak perlu ditebak lagi oleh Gwen.
Seperti dugaan, bahwa itu memang benar.
Tiga orang yang datang kemari dengan membawa gadis cantik yang barangkali seusia dengan Valeria. Markus menyambut kedatangan mereka dan mempersilakan duduk. "Selamat datang," begitu terlihat senyuman Markus yang sangat terpaksa itu bisa dilihat dari tawa dengan suara besar yang mereka lakukan bersama.
"Ah kami lupa ini Selena, adiknya Sean. Adik satu-satunya yang Sean punya," ibunya Sean memperkenalkan gadis itu.
Mata Valeria malah fokus pada outfit yang digunakan oleh gadis yang ada di depannya ini. Tidak salah jika semua barang mewah yang menempel ini adalah barang-barang mahal yang memang mudah dimiliki oleh keluarga ini. Valeria mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Selena. "Silakan makan!" kata Markus mempersilakan.
Selena malah mengambil sendok dan garpu tanpa membalas uluran tangan Selena. "Valeria, makan dulu! Nggak sopan," kata Jane dengan nadanya yang sangat lembut.
Berbeda halnya ketika setiap hari bersama dengan Gwen yang di mana rumah ini akan seperti neraka dengan suara teriakan setiap harinya. "Yang inikah anak anda Tuan Markus?" kata ayahnya Sean menatap Gwen dengan takjub.
Tidak salah lagi mereka bisa menebak dengan mudah.
Gwen tidak ingin menyombongkan diri. Dia memang jauh lebih cantik dibandingkan dengan adik tiri sialannya itu. "Ah iya, ini Gwen dia adalah anak aku satu-satunya,"
"Tidak asing lagi, aku bisa menebaknya langsung. Dan ini anak tirimu yang pernah kau ceritakan itu bukan?"
Markus sangat berwibawa ketika mereka sedang makan siang, dia mengenalkan Gwen memang sebagai putri satu-satunya. Tapi tidak bagi Gwen yang malah merasa seperti anak tiri di rumahnya sendiri. "Ya, dia adalah Valeria. Dia sama seperti Gwen sudah seperti anakku sendiri. Mereka berdua itu sangat baik,"
"Baik jika hanya didepanmu, Ayah."