Chereads / Bastard and Cold Devil / Chapter 30 - Devil 30 : Just Phone

Chapter 30 - Devil 30 : Just Phone

Alarick membuka matanya dan terbangun dari tidurnya. Hal yang pertama dilihat oleh Alarick adalah dada Valerie yang berada di hadapannya. Alarick menyeringai senang. Ia meremas dada Valerie dengan kencang.

"Aw!" desis Valerie yang sudah terbangun dari tadi dan sedang memainkan ponselnya sambil menyandar di kepala ranjang. "Al! Jangan mesum sekarang! Kita masih berada di rumah sakit!"

Alarick mendongak dan tersenyum senang saat mendapati wajah Valerie yang menatap kesal padanya. "Pagi, sayang." Sapa Alarick.

Valerie menghela napas panjang dan mendelik. Dia kembali memainkan ponselnya. "Pagi juga sayang."

Jantung Alarick terasa meledak mendengar balasan dari Valerie yang juga menggunakan embel-embel sama seperti Alarick. Alarick segera menggeser tubuhnya ke atas dan memeluk Valerie erat sambil mengecupi rambut Valerie. "Siapa yang kau panggil sayang huh? Aku atau ponselmu?"

"Ponselku."

Alarick cemerut seketika. "Dasar dingin."

"Terimakasih atas pujiannya." Balas Valerie dingin.

Alarick melumat bibir Valerie sejenak. Alarick merasakan rasa pasta gigi di mulutnya. Matanya berubah tajam pada Valerie. "Jangan bilang jika kau pergi ke toilet sebelumnya."

Valerie menatap takjub pada Alarick. "Bagaimana kau tahu?"

Alarick mengeraskan rahangnya. "Kau ini tolol atau apa hah??? Dasar idiot!! Sudah tahu sedang sakit tapi malah ke toilet tanpa bantuan!!"

Valerie kesal seketika. Dia mendorong tubuh Alarick agar menjauhinya. "Kau yang tolol!! Tiba-tiba marah di pagi hari padaku. Tahu darimana kalau aku ke sana tanpa bantuan?? Ha?? Dasar idiot!"

"Lalu? Siapa yang menyuruhmu ke toilet hah?? Kau pergi ke sana dengan siapa? Sendiri?? Berani-beraninya kau!!"

"Aku ke sana dengan bantuan suster, bodoh!!"

"Suster??? Ya, kau benar!! Suster itu bodoh! Kenapa juga dia membiarkanmu ke toilet!!"

"Kau yang bodoh!! Argh!! Diamlah! Pagi-pagi sudah mengajakku ribut. Menyebalkan!"

"Apa?? Menyebalkan???"

Valerie tidak membalas dan langsung memunggungi Alarick dengan tidur menyamping. "Menikah denganmu tidak ada bahagia-bahagianya."

Ucapan Valerie sukses membuat Alarick bungkam. Dia menelan ludahnya dengan susah payah saat merasakan hatinya berdetak menyakitkan. Alarick merasa ucapan Valerie ada benarnya. Sehari menikah dengan Alarick saja Valerie sudah masuk rumah sakit. Apalagi seminggu, sebulan, setahun, dua tahun, atau selamanya?

Namun apalah daya. Alarick tetaplah Alarick. Pria bergengsi tinggi yang tidak ingin melepaskan Valerie begitu saja. Maka dari itu, Alarick merendahkan dirinya sekali lagi. Ia memeluk Valerie erat dan mengecup tengkuk Valerie. "Aku tidak sengaja. Tadi itu refleks. Aku hanya tidak ingin kau makin merepotkanku dan membuatku harus membawamu ke rumah sakit lagi karena kau yang tidak memikirkan dirimu sendiri."

Valerie membalikan tubuhnya menjadi menghadap Alarick. Helaan napas panjang terdengar dari Valerie. Dia kemudian menunjukkan layar ponselnya pada Alarick. "Aku tidak tahu berapa tagihan yang masuk ke dalam rekeningmu jadi aku hanya memberikan seribu dollar padamu. Aku sudah mengirimnya ke rekeningmu tadi pagi."

Wajah Alarick berubah kaku seketika. Dia duduk di ranjang dan merebut ponsel Valerie dengan mata yang fokus meneliti pembayaran Valerie. Dan benar. Nomor rekening yang dikirimkan uang oleh Valerie adalah miliknya. Kemarahan seketika menguasai Alarick. Rahangnya mengeras seketika. Alarick menatap Valerie tajam. "Sialan, Valerie!! Aku tidak pernah mengijinkanmu untuk mengganti uangku!!"

Valerie balas menatap Alarick dengan datar. "Aku sudah bilang akan menggantikannya."

Tangan Alarick mengepal mendengarnya. Ia meremas kuat ponsel Valerie. Matanya tak lepas dari wajah Valerie.

"Oh ya, dan kau tidak usah mengatarku pulang. Alex berkerja di sini. Dia yang akan mengantarku pulang danβ€”"

PRANK!!

Mata Valerie melotot saat ponselnya dilempar dan retak mengenaskan di lantai. Dia menatap Alarick tidak percaya. "Apa yang kau lakukan??? Kenapa kau melempar ponselku, bodoh!!"

Alarick tersenyum sinis. "Kenapa? Belilah lagi. Kau punya seribu dollar lebih di tabunganmu. Dan satu ponsel tidak akan membuat tabunganmu terkuras, kan? Lagipula, ponselmu sudah retak sebagian. Dan ponselmu itu sudah ketinggalan zaman. Tapi sialan, ponsel itu malah mempermudahmu untuk membangkang padaku dan pergi dariku."

Mata Valerie sudah berkaca-kaca. Dadanya naik turun akibat marah. Dia menatap Alarick dengan tatapan benci. "Aku mungkin bisa membeli beberapa ponsel yang canggih dan keluaran terbaru saat berkerja denganmu dan mendapat gaji yang sangat besar. Tapi ini bukan tentang uang!! Itu hadiah dari kakekmu! Hadiahnya saat aku memutuskan untuk berkerja denganmu!!"

"Dan aku tidak peduli."

"Kau memang takkan peduli apapun tentangku." Ucap Valerie pelan dengan air matanya yang mulai berjatuhan. Valerie mengusap pipinya yang basah dan mulai menurunkan kakinya dari kasur.

Alarick segera memegang tangan Valerie yang akan turun dari kasur. "Apa yang kau lakukan???"

Valerie menghempaskan tangan Alarick hingga terlepas. Matanya yang basah menatap Alarick tajam. "Jangan pedulikan aku!! Ini bukan urusanmu!"

Sebelum Alarick dapat mencegah kembali, Valerie sudah melompat dari atas brangkar dan menghampiri ponsel yang sudah hancur itu. Alarick mengumpat dengan segala jenis umpatan yang ada di dunia ini. Segera saja Alarick beringsut dari atas kasur untuk turun dan memegang tangan Valerie. "Sialan! Itu hanya ponsel, Valerie!! Aku bisa membelikannya lagi!"

"Lepas!!" seru Valerie dengan tangisnya yang kencang sambil mencoba melepaskan tangan Alarick, namun nihil. Alarick tetap memegang tangan Valerie dengan kuat. Tubuh Valerie bergetar akibat tangisnya yang kencang. Dia memukuli dada Alarick dengan tenaganya yang lemah. "Kau mungkin benar. Itu hanya ponsel yang ketinggalan zaman. Ponsel tak berharga dan sangat jelek di matamu. Tapi tidakkah kau berpikir ulang sebelum melemparnya hingga hancur berkeping-keping seperti itu? Tentang siapa yang memberikannya, kenangan apa saja yang berada di dalamnya, dan bagaimana kau mendapatkannya. Mungkin kau memang tidak peduli tapi itu sangat penting bagiku. Mr. Damian memberikannya tepat di hari ulangtahunku. Yang mana aku tak pernah membeberkan tanggal ulangtahunku pada siapapun bahkan pada Anna sekalipun. Dia satu-satunya orang yang mengingatnya..."

Valerie menundukkan kepalanya dalam, menangis kencang di hadapan Alarick yang hanya bergeming menatap Valerie sedangkan jantung Alarick sendiri selalu berdenyut ngilu melihat Valerie menangis histeris di depannya hanya karena sebuah ponsel yang menurut Alarick sangat tidak berharga.

Aku memberikannya dirinya sendiri.

Ucapan Kakeknya seketika terngiang di benak Alarick. Segala yang berhubungan dengan Kakek Alarick, adalah tentang diri Valerie sendiri. Tentang kebahagiaan Valerie.

"Kau boleh menghacurkan apapun dari diriku. Bahkan diriku sendiri. Kau boleh menghancurkan segalanya. Menyakiti diriku beribu kali, memanfaatkanku sebanyak yang kau mau. Tapi tidak jika itu menyangkut apapun tentang apapun yang berharga bagiku." Kata Valerie sambil sesegukan dalam tangisnya.

Alarick mencoba menenangkan dirinya. Dia melepaskan tangan Valerie dan mengangkat tubuh gemetar Valerie dan membaringkannya di atas brangkar. Alarick lalu berlari ke tempat di mana ponsel yang hancur itu berada. Dia mengambilnya beserta serpihan lainnya dan kembali ke tempat Valerie. Dia menyimpan ponsel yang sudah hancur itu di samping Valerie dan mengecup kening Valerie dengan lembut.

"Maafkan aku." Akhirnya, kalimat itu lagi yang keluar dari mulutnya. Alarick tidak tahu lagi harus berucap apa.

Sungguh, itu hanya ponsel murahan.

Ponsel murahan yang dapat membuat Valerie menangis sesegukan. Dan sampai sekarang, Valerie menatapi ponsel itu seolah kehilangan bagian dari dirinya.

"Pergi." Kata Valerie pelan.

"Hah?" tanya Alarick, mencoba memastikan jika pendengarannya tidak salah menangkap ucapan Valerie.

"Atau aku yang harus pergi dari sini?" tanya Valerie kali ini menatap Alarick dengan tatapan sendunya dan matanya yang basah.

Alarick merapatkan bibirnya, menahan diri untuk tidak membalas ucapan Valerie. Akhirnya Alarick hanya menghela napas panjang dan menganggukkan kepalanya pelan. "Jangan turun dari kasur." Katanya, dan tak mendapatkan balasan apapun dari Valerie.

Alarick segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Kepalanya sekali lagi menoleh pada Valerie yang masih menangis tersendu sambil menatap ponselnya tanpa henti.

Alarick menghela napasnya pelan dan keluar dari sana.

Valerie, siapa kau sebenarnya? Hanya pertanyaan itu yang terlintas di benak Alarick. Siapa Valerie? Kenapa hanya dengan ponsel saja Valerie bisa sangat tunduk pada apapun yang dipinta oleh kakek Alarick. Apapun. Bahkan menikahi Alarick dan tetap bertahan sampai sekarang.

Bukan karena uang.

Bukan karena jabatan.

Bukan karena kekuasaan.

Hanya karena Kakek Alarick memintanya pada Valerie.

Alarick menghela napas panjang sekali lagi. Dia berjalan pergi dari sana dengan tangan yang sibuk dengan ponselnya. Alarick memanggil seseorang yang sangat dipercayanya.

"Theo." Kata Alarick saat panggilan tersebut tersambung. "Cari tahu tentang wanita yang bernama Valerie Dandelion Selvig. Cari sampai akarnya dan jangan sampai terlewat sedikitpun. Dan cari tahu juga apa yang sudah diberikan kakekku padanya."

Seharusnya Alarick melakukan hal ini sedari dulu. Mencari tahu tentang Valerie sebelum menikahinya.

***

"Halo Kek."

"Kau!! Dasar tidak tahu malu!! Kenapa kau kabur ke LA tanpa melaksanakan resepsi hah?? Bagaimana dengan resepsi pernikahan cucu-mantuku???"

"Batalkan saja apa susahnya."

"Sialan!! Bagaimana mungkin??? Di Indonesia, resepsi pernikahan itu sangat penting!! Bagaimana aku harus menyampaikannya pada Valerie hah? Dia akan kecewa padaku!"

"Tidak usah dipikirkan. Aku sudah mengatakannya padanya."

"Kau!! Argh sialan!! Seharusnya aku menikahkan Valerie dengan Abimayu! Kau memang bajingan!! Bagaimana jika Valerie terluka menikah denganmu?? Argh!! Lihat saja! Jika Valerie terluka sedikit saja, aku akan berakting dengan sangat parah agar kalian bercerai!!"

"Jangan jahat seperti itu padaku, Kek. Valerie aman denganku. Kenapa kau sekhawatir itu padanya sedangkan aku yang merupakan cucumu sendiri kau ancam begitu."

"Siapa kau mengaku sebagai cucuku? Aku tak sudi memiliki cucu sepertimu!"

"Hahaha bercandamu lucu sekali, Kek."

"Diam kau!! Awas saja jika Valerie terluka karena ulahmu!"

"Tidak akan, Kek. Tenang saja. Dan tentang Valerie, dia sedang menangis sekarang. Ponselnya hancur karena terpeleset dari tangannya dan meluncur di tangga rumahku."

"Benarkah? Ck, itu adalah barang pertama yang kuberikan padanya dengan embel-embel ulangtahun. Valerie selalu menolak barang pemberianku dan hanya ponsel serta properti apartemen yang kuberikan padanya yang dia terima dengan senang hati. Dia bahkan menangis saat menerimanya."

"Dia menangis sedaritadi, Kek. Sangat berlebihan untuk sebuah ponsel."

"Hush! Valerie tidak berlebihan. Dia memang selalu menghargai pemberian orang lain. Wajar saja, dia kan tinggal di panti asuhan. Dia bahkan tidak tahu kapan hari ulangtahunnya sendiri. Dia adalah satu-satunya anak yang tidak pernah mendapatkan kado karena usianya yang terbilang tua di panti asuhan itu."

"Hmm kasihan sekali ya dia."

"Ya. Berbaik-baiklah padanya. Valerie memiliki hidup yang menyakitkan. Aku bahkan menemukannya di pinggir jalan saat kedua orangtua asuhnya meninggal. Dia bahkan lupa caranya menangis saat itu."

Tapi dia menangis lagi, Kek. Aku membuatnya mengingat cara menangis. "Yasudah kalau begitu. Aku akan membujuk Valerie dulu agar berhenti menangis."

"Kau sungguh akan membatalkan resepsinya? Aku tak ingin Valerie kecewa padaku. Jangan membuatnya menangis, Alarick. Dia akan membencimu nanti."

Alarick terdiam seketika. Membenci. Bagaimana jika Valerie mulai membenci Alarick sekarang?

Bagi yang belum tahu cerita ini sudah ada di google play store dengan judul Bastard Devil. dan jangan lupa ikuti terus aku agar mendapatkan keseruan dari cerita yang lain