"Kau mendapatkan apa yang kumau?" tanya Alarick pada salah satu pengawalnya yang berjalan mendekatinya dengan kantung plastik. Pengawal itu hanya memberikan kantung plastik itu dengan sigap pada Alarick. Alarick membuka kantung plastiknya dan tersenyum senang. "Bagus."
Alarick kemudian berjalan dengan langkah panjang di koridor rumah sakit untuk menuju ke ruangan Valerie. "Valerie." Panggilnya di depan pintu.
Tok! Tok! Tok! Tok!
Dia mengetuk pintu ruangan Valerie dengan nada ala-ala di film Frozen. "Do you wanna build the snowman?"
Hening sejenak. Alarick menunggu dengan harap-harap cemas, takut jika Valerie akan marah dalam jangka waktu yang lama. Alarick sampai harus menggigit bibirnya dan menundukkan kepala dengan rapalan mantra yang berupa kalimat: "Semoga Valerie sudah tidak marah." Berulang kali.
"Go away, Anna!" seru Valerie dari dalam.
Senyum Alarick merekah lebar. Dengan semangat yang membara, dia membuka pintu ruang rawat Valerie dan melihat perempuan itu sedang terbaring dengan mata sembabnya. Matanya menatap pada Alarick yang berada di ambang pintu.
"Kau sudah tidak marah?" tanya Alarick mencoba berhati-hati. Bagaimana pun, percakapannya dengan kakeknya membuat ketakutan tersendiri bagi Alarick.
Takut jika Valerie benar-benar membencinya.
"Aku bosan sendirian di sini." Kata Valerie dengan wajah cemberutnya.
Senyum Alarick makin merekah. Dia masuk ke dalam dan menggeser pintu ruang rawat Valerie agar tertutup. Dia menghampiri ranjang Valerie dan berdiri di sampingnya. "Apa aku boleh masuk?"
Valerie mendelik. "Kau meminta izinku di saat kau bahkan sudah berdiri di samping ranjangku?"
Alarick hanya cengengesan seperti orang bodoh. Dia lalu mengulurkan kantung plastik tersebut pada Valerie.
Valerie menerimanya dengan bingung. "Apa ini?"
"Hadiah perayaan kerusakan ponselmu."
Valerie memelotot pada Alarick seketika. "Apa maksudmu??"
Alarick menghilangkan senyum bodohnya dengan senyum kaku. "Euh, anggaplah sebagai permintaan maafku padamu."
Valerie menghela napas panjangnya. Dia mengulurkan kantung plastik itu pada Alarick. "Tidak usah. Aku bisa membelinya. Aku tidak ingin menerima barang apapun darimu."
"Apa? Kenapa?" tanya Alarick dengan raut wajah bingung.
Valerie kembali mendelik. "Apalagi memangnya selain karena aku yang tidak ingin dikatai perempuan matre, murahan, perayu orang kaya, dan ucapan lain yang kau ucapkan dengan senang hati kepadaku."
Alarick bungkam, merasa gondok seketika. "Kapan aku berkata begitu? Aku merasa tidak pernah mengatakannya. Apa benar itu aku yang mengatakannya? Atau mungkin kau yang berhalusinasi? Oh tidak!! Atau bagaimana jika aku yang memiliki penyakit hilang ingatan sementara???" katanya panik sendiri.
Valerie lagi-lagi mendelik. "Bukan penyakit hilang ingatan sementara. Itu penyakit jiwa yang membuat kau tidak waras!!" katanya kejam. Valerie mengangsurkan kantung plastik itu pada Alarick lagi. "Sungguh aku bisa membeli sendiri, Al. Jangan biarkan dirimu menyesal di kemudian hari kerena sudah memberiku barang-barang mahal."
Alarick menghela napas panjang. Ia mengambil kantung plastik itu dan menyimpannya di meja. Alarick lalu memeluk Valerie dan naik ke ranjang hingga ia memeluk tubuh Valerie dengan posesif sambil tidur. Sebelah tangan Alarick berada di punggung Valerie dan sebelahnya lagi melingkari pinggang Valerie. Bibir Alarick mengecup bibir Valerie dalam dan melepaskannya. Matanya yang sejajar dengan Valerie hanya menatap lurus-lurus pada manik mata Valerie.
"Bisakah kau melupakannya? Perkataan kejamku padamu, aku pun menyesal telah mengatakannya. Bisakah kau hanya menganggap itu perkataan orang tidak waras atau pria mabuk? Sungguh, aku tidak ingin kau seperti ini, Valerie." Kata Alarick sungguh-sungguh. Sekali lagi, dia merendahkan dirinya di hadapan Valerie dan hanya untuk Valerie. Meminta ampun kesalahan fatalnya yang membuat sang istri terluka parah dengan luka-luka di tubuhnya.
Valerie hanya diam dan balas dengan menatap lekat mata Alarick, mencari kesungguhan di dalam sana. Ini hanya sebulan, Valerie. Bertahanlah. Batinnya menguatkan.
Alarick menelan ludahnya susah payah. Tangannya kemudian naik dan menggapai sebelah wajah Valerie, setelahnya mengusap pipi lembut nan lembab akibat sehabis menangis itu dengan lembut. "Aku akan memberikan apapun padamu. Aku ingin memberikan apapun padamu. Kau ingin honeymoon? Akan kukabulkan ke mana pun kau pergi. Ke mana pun. Mau itu ke bulan pun akan aku sanggupi untukmu. Tapi kumohon kembalilah seperti dulu. Jangan marah padaku seperti ini."
Valerie menghela napasnya. Dari semua yang kau ucapkan, kenapa tidak mengatakan jika kau akan memberikanku resepsi yang kuinginkan, Al? Resepsi yang menyatakan jika aku bukan hanya budakmu yang sah di mata hukum. Batinnya.
"Ya?" tanya Alarick lembut dengan jemari yang setia mengusap pipi Valerie.
Valerie berkedip. Dia memberikan senyum tipis. "Baik." Katanya, menghadirkan senyuman Alarick kembali. "Tapi aku memiliki syarat."
Alarick mengernyit bingung. "Apa?"
Valerie memaksakan senyum. "Beri aku waktu sebulan, Al. Sebulan tanpa uangmu, atau apapun yang ingin kau berikan. Hanya sebulan. Setelah itu, aku akan menguras semua hartamu. Sesuai permintaanmu." Katanya.
Alarick terkekeh kecil, mengabaikan rasa ganjil di hatinya saat Valerie mengatakan tenggat waktu tersebut. "Baiklah. Hanya sebulan. Setelah itu kau harus menguras hartaku, ya!"
Valerie hanya terkekeh menimpali Alarick. Hanya sebulan, Al. Semuanya akan kembali seperti semula. Semula yang berarti kau, tanpa aku. Batinnya sendu.
Srett
"Valerie—Ya Tuhan! Valerie! Apa yang kau lakukan di ranjang itu bersama seorang pria??"
Valerie segera menjauhkan tubuhnya saat mendengar suara yang dikenalinya. Dia terduduk di ranjang dan melihat Alex sendang menatapnya dengan mata melotot dan mulut menganga. Valerie segera menggelengkan kepalanya dan mengibaskan tangan ke kiri dan ke kanan. "Kau salah paham. Dia-dia bosku!! Ya, bosku yang menjengukku dan ikut tidur di sampingku haha. Iya seperti itu."
Alex diam sedangkan Alarick segera duduk di ranjang dan menatap Alex tajam. Merasa kesal karena Valerie tidak mengakuinya sebagai suami pada Alex.
"Bosmu? Kenapa dia bisa menjengukmu di bukan jam besuk?" tanya Alex heran.
Valerie tertawa kencang tiba-tiba, terlihat dipaksakan. "Hahaha dia memang sering menggunakan uangnya agar tidak ditolak oleh siapapun. Ya, makanya dia di sini hahaha paling dia menyogok."
Raut wajah Alex makin terlihat bingung. "Err, kupikir, kau seharusnya tidak berkata seperti itu di depan bosmu sendiri. Dan kenapa juga dia sampai menyogok untuk menjengukmu?"
Valerie tersentak pelan. Dia melirik Alarick yang malah menatapnya dengan tajam. Valerie kembali menatap Alex. "Ahahaha dia hanya kurang kerjaan sekarang. Dia kan bos jadi pasti sibuk dan tidak mungkin menjengukku di lain hari. Di-dia juga sekarang mau pulang kok! Ya kan? Ya kan, Sir?"
Alarick malah menatap tajam pada Alex. "Kau! Mau apa kau ke kamar istriku???"
"Istri?" bingung Alex.
"Iya! Istriku!"
Valerie menelan ludahnya susah payah. "Ahahaha Sir, kenapa kau mengaku-ngaku? Bercandaan Anda tidak lucu." Katanya.
Alarick kembali menancapkan matanya pada Valerie. "Mengaku-ngaku?" tanyanya dengan suara dalam mencekam.
Valerie mengabaikan. "Oh ya, bagaimana bisa kau mendapatkan informasi ruanganku?"
Alex yang tadinya berdiri di ambang pintu, masuk ke dalam ruang rawat Valerie dan menatap Valerie dan Alarick bergantian. "Kau tidak bisa kuhubungi. Jadi aku memutuskan langsung menemuinya. Jika kau lupa, aku memiliki akses." Katanya dengan senyum miring.
Valerie membalas dengan senyum miring pula. "Wow, dokter, Anda sangat gagah dengan sneli itu."
"Valerie! Berani-beraninya kau memuji pria lain di depan suamimu!!" bentak Alarick dengan mata melotot.
"Permisi, Tuan." Panggil Alex. "Tanpa mengurangi rasa hormat, sesungguhnya candaan yang Anda buat sangat tidak sopan. Anda mungkin biasa-biasa saja saat mengakui wanita lain sebagai istri Anda. Namun bagi korban, itu sangat mengganggu."
"Korban?"
"Saya mengerti, Anda memiliki uang, kekuasaan, dan koneksi, namun bukan berarti Anda boleh memeluk teman saya seperti itu. Anda bisa dituntut karena pelecehan seksual."
"Apa?? Apa maksudmu, brengsek!! Kau tidak mempercayai ucapanku?? Dia istriku, bodoh! Istriku!!"
Alex menggelengkan kepalanya dengan prihatin. "Saya tidak mengerti kenapa Anda mengaku-ngaku. Saya tidak bodoh, Tuan. Anda ini kan memiliki usaha yang terkenal se-Eropa. Tidak mungkin pernikahan Anda tidak diketahui dunia kan? Berhentilah mengaku-ngaku. Kasihan temanku."
"Kau!! Berani-beraninya kau berkata seperti itu padaku!! Valerie benar-benar istriku! Kami menikah di Indonesia!"
"Alarick, sudahlah." Ucap Valerie.
"Apa hah?? Kau pun sama saja, Vale! Kenapa kau tidak mengaku, hah?? Kau ingin terlihat lajang di depannya supaya kau bisa bermain di belakangku?"
Valerie menghela napas panjang, mencoba bersabar. "Terus saja menyalahkanku dan menuduhku yang bukan-bukan. Coba dipikir kembali. Di sini, siapa yang tidak ingin ada resepsi dan ingin dunia tidak mengetahui pernikahan kita? Hah? Kau, kan? Kenapa kau marah padaku? Aku hanya melakukan apa yang kau inginkan. Apakah itu salah juga di matamu?"
"Apa?" tanya Alarick dengan heran. Beberapa detik kemudian, ingatannya memutar saat Alarick bertengkar dengan teman-temannya dan mengatakan jika pernikahannya tidak ingin diketahui dunia. Sialan. Valerie benar-benar mendengar semuanya.
"Jadi, dia benar-benar suamimu?" tanya Alex dengan wajah tertegun. Valerie hanya membalasnya dengan senyuman.
"Bagaimana dengan Anna? Apa ada kabar?" tanya Valerie.
Alex melihat jam tangannya yang ada di pergelangan tangan. "Eum, sepertinya sekitar setengah jam lagi dia akan tiba di bandara. Kita harus berangkat sekarang."
"Berangkat? Ke mana?" tanya Alarick defensif.
"Bukankah aku sudah bilang? Aku akan pulang dengan Alex karena Alex dan aku akan menjemput Anna di bandara terlebih dahulu."
Alarick menajamkan padangannya. "Aku tidak mengizinkanmu."
"Aku tidak butuh izinmu."
"Pasangan suami istri macam apa ini?" tanya Alex dengan helaan napas.
Alarick menatap Alex tajam. "Kau pergilah. Valerie takkan ke mana-mana."
"Alarick, kau bisa tenang. Alex adalah dokter terbaik di sini. Aku akan baik-baik saja dan takkan merepotkanmu dengan kondisiku." Kata Velerie dengan tangan yang menggenggam punggung tangan Alarick. Valerie menggunakan kata-kata yang Alarick lontarkan padanya.
Alarick mengernyitkan alisnya dengan tajam. "Dia adalah seorang dokter. Dia pasti akan membuatmu makin sakit agar kau memeriksakan diri padanya."
"Teori darimana itu??" tanya Alex tidak terima.
Valerie menghela napas panjang. "Kalau pun akau makin sakit, aku takkan meminta uangmu ataupun memintamu menjagaku. Kau bisa tenang. Annabelle bisa menjagaku. Ada Alex juga. Aku sama sekali takkan bergantung padamu."
"Kau tidak akan ke mana pun." Balas Alarick tegas.
"Alarick, aku sungguh takkan merepotkanmu sa—"
"JIKA AKU BILANG TIDAK BERARTI TIDAK! APA KAU TULI??"
Valerie tersentak, sedangkan Alex memelototi Alarick. "Hey, tidak usah berteriak begitu padanya." Kata Alex.
"Diam! Pergi kau dari sini!" balas Alarick tajam.
"Tapi—"
"Pergi." Kata Alarick tegas.
Alex menatap Valerie dan dibalas dengan anggukan pelan dan senyum tipis. "Katakan maafku pada Anna." Bisiknya.
Alex menatap Valerie dengan prihatan, membuat Valerie memalingkan wajahnya ke samping. Ia tidak ingin ditatap dengan tatapan kasihan seperti itu.
"Pergi." Tegas Alarick sekali lagi.
Alex menghela napas panjang dan berjalan dengan langkah berat ke luar ruang rawat Valerie.
Setelah Alex menghilang, Valerie menghela napas panjang dan menidurkan tubuhnya kembali. Dia menatap punggung tegap Alarick yang terlihat tegang itu dengan tatapan sendu. "Kau akan menyiksaku lagi? Atau akan mengataiku murahan lagi?" tanyanya pada Alarick.
Alarick membalikan tubuhnya. Wajahnya mendekat pada wajah Valerie dan mencium bibir Valerie singkat. "Aku akan menyiksamu. Di rumah, tidak di sini."
Bagi yang belum tahu cerita ini sudah tamat dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil dan nama pena Made In Earth. jangan lupa terus ikuti aku untuk mendapatkan keseruan cerita-cerita lainnya