"ASTAGA NYONYA!"
Teriakan dalam bahasa Indonesia itu membuat Alarick segera terbangun dari tidurnya. Ia menelesuri kamarnya dan tidak mendapati Valerie di manapun. Alarick melompat dari kasurnya dengan panik dan keluar kamarnya dengan cepat. Ucapan-ucapan dengan nada khawatir namun menggunakan bahasa yang tidak dimengertinya itu membuat Alarick berlari cepat melewati koridor mansionnya dan menuju ke arah tangga.
Jantung Alarick seolah turun dari tempatnya saat mendapati kerumunan pelayannya di bawah tangga. "Valerie!" teriaknya khawatir dan berlari turun meniti tangga.
Pelayan Alarick menyingkir dan memberikan ruang untuk melihat Valerie yang duduk sambil memegangi keningnya. Alarick segera berjongkok di depan Valerie. "Astaga, Valerie. Kau jatuh dari tangga??? Kenapa kau tidak membangunkanku, sayang??"
Valerie masih memegangi keningnya dan menatap Alarick kesal. "Aku sudah membangunkanmu! Kau bilang akan bangun dalam 5 menit lalu memelukku. Tapi kau malah meneruskan tidurmu hingga aku harus turun ke sini sendiri!"
"Kenapa kau bisa jatuh, bodoh??? Memangnya kau anak kecil, hah???"
"KAU YANG BODOH!! SUDAH TAHU SELURUH TUBUHKU SAKIT AKIBAT YANG KAU LAKUKAN KEMARIN PADAKU!!"
Alarick mengerjap mendengar teriakan Valerie. Ia seketika salah tingkah. "Maafkan aku, sayang. Aku tidak bisa menahannya. Mana yang sakit? Perlu kupanggilkan dokter??? Ah, aku tidak percaya dengan dokter Indonesia. Apa aku harus panggilkan dokterku yang di LA??? Aku akan mengirim pesawat padanya!"
"Tidak perlu! Kau berlebihan." Valerie segera memegang tangan Alarick dengan kedua tangannya saat Alarick akan kembali ke kamar.
Alarick menahan napasnya seketika. Matanya menatap kening Valerie yang mengalirkan darah hingga pelipisnya. Jantung Alarick bergemuruh keras. Ia menangkup pipi Valerie dengan khawatir dan mengusap darah di pelipisnya.
"Kau berdarah." Bisiknya dengan napas tersendat. "Kita ke rumah sakit! Sekarang! APA YANG KALIAN LAKUKAN HAH?? PANGGIL SOPIR SEGERA!! BILA PERLU DATANGKAN AMBULANS KE SINI!! KAU TIDAK LIHAT ISTIRKU TERLUKA??"
Pelayan-pelayan segera terbirit mendengar teriakan Alarick. Sedangkan Valerie menutup kedua telinganya. Ia menatap Alarick tajam. "Tidak usah berlebihan, Alarick! Aku tidak apa-apa!"
Alarick segera memeluk kepala Valerie dan menyandarkannya ke dada. "Ya sayang. Bertahanlah. Jangan panik. Kau tidak akan baik-baik saja."
Velerie mendorong dada Alarick dan mendongak dengan raut wajah kesal. "Kau yang panik! Aku benar-benar tidak apa-apa! Ini hanya luka kecil, astaga!"
"Shit, darahnya tidak berhenti mengalir." Geram Alarick tanpa mempedulikan ucapan Valerie. Ia segera menggotong Valerie dan berjalan ke luar rumah. "Kita harus ke rumah sakit segera. BRENGSEK!! KENAPA MOBILNYA LAMA SEKALI!! KE MANA SOPIRNYA?? APA DIA INGIN KUPECAT??"
"ALARICK! Astaga, kau membuat kepalaku sakit. Kita mau ke mana??? Aku tidak mau ke rumah sakit! Ini hanya luka kecil! Jangan membuatku malu dengan kelakuan abnormalmu!!!"
"Tenanglah, sayang. Jangan panik."
"Kau yang harus tenang!! Kau yang panik, bodoh!!"
"Astaga, ke mana sopir sialan itu???"
"Alarick, dengar aku!" Valerie menangkup wajah Alarick dan membuat Alarick menatapnya. Valerie menyentuh lukanya sendiri dan menghapus darahnya. "Lihat. Ini luka kecil, bukan? Aku bisa mengatasinya! Aku sering terluka seperti ini. Malah bagus jika kepalaku berdarah."
Alarick menatap Valerie tajam. "Tidak. Itu tidak bagus sama sekali. SOPIR BODOH!! KE MANA KAU HAH?? MANUSIA INDONESIA MEMANG TIDAK BISA DIANDALKAN!!"
Valerie menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya. Pagi pertama rumah tangga mereka sangat berkesan. Amat sangat berkesan.
***
"Aku sudah bilang kan jika aku tidak apa-apa? Kau membuatku malu! Dan kenapa juga kau meminta aku untuk dirawat di sana hah? Kau sampai membentak dokter yang tidak bersalah itu!" gerutu Valerie saat sampai rumah dan masuk ke dalam kamar mereka. Valerie sedang berada dalam gendongan Alarick.
Alarick segera menurunkan Valerie ke atas ranjang dan menghela napas panjang. "Dia dokter Indonesia, Vale. Walaupun dia kuliah di luar negeri, dia memiliki 50 persen kebodohan. Dia tidak tahu apapun!"
Valerie menatap tajam pada Alarick. "Kenapa kau selalu meremehkan pekerjaan seseorang, sih?? Memangnya kau mengerti apa soal medis hingga mengatainya bodoh! Dan jangan pernah mendendam dengan negara kelahiranku! Jangan pernah menghinanya lagi!"
"Tapi manusia di negaramu memang—"
"Berhenti, Alarick! Memangnya kau siapa hah?? Berani-beraninya menghina negaraku. Bagaimana pun, Indonesia ini negara kelahiran istrimu!"
Alarick bungkam seketika.
Valerie merebahkan dirinya di kasur dan meringis saat merasakan sakit. "Aw, jika seperti ini, resepsi pernikahan kita akan diundur."
"Tidak akan ada resepsi."
Valerie terdiam sejenak. Dia menatap Alarick yang malah membuang wajahnya dari Valerie. "Kenapa?"
"Aku tidak ingin saja."
"Begitu?"
"Ya."
"Tapi aku ingin ada resepsi."
Alarick menatap Valerie yang balas menatap Alarick dengan penuh harap. Alarick membuang wajahnya kembali. "Aku sudah berbicara dengan kakek jika aku membatalkan resepsinya."
"Apa Mr. Damian setuju?"
"Dengan paksaanku dan ancamanku, tentu saja dia setuju."
"Lalu? Bagaimana lagi setelah ini? Apa kita akan berbulan madu?"
Bulan madu? Alarick membatin sembari berpikir. Terdengar seksi dan menyenangkan. Hanya ada aku dan Valerie. Berdua dan telanjang di dalam rumah. Melakukan sex di manapun dan—tidak! Tidak Alarick! Kau harus menemukan Feli terlebih dahulu.
Alarick menghela napas panjang. "Kita ke LA."
"Tapi aku ingin ada resepsi."
Ucapan Valerie yang kedua kalinya sukses membuat jantung Alarick berdenyut menyakitkan. Dia menghela napasnya sambil berjalan ke arah pintu. "Tidak akan ada resepsi untuk sekarang."
"Dan selamanya. Aku tahu."
Alarick mematung di tempat saat sedang membuka pintunya. Dia menatap Valerie. "Apa maksudmu?"
Valerie masih menatap Alarcik. Dia kemudian menatap langit-langit kamar. "Kau tahu, Al? Aku sangat kaget luar biasa saat tahu jika aku masih perawan." Katanya.
"Aku tidak bertanya tentang itu!! Apa maksudmu barusan???"
"Pria yang kemarin bertemu denganmu di Cimanggu, dia pernah mencoba memperkosaku."
Mata Alarick melebar. Ototnya mengetat dan tangannya mengepal kuat. "Apa?"
Valerie malah tertawa kecil. "Dia dahulu sangat baik padaku. Mantan yang paling manis. Tipe bad boy yang sangat tahu cara memperlakukan dan mengistimewakan wanita. Playboy yang tahu perlakuan apa yang bisa membuat wanita melayang. Dia sangat manis. Sampai suatu saat, dia mulai berani menciumku dan meraba pahaku hingga kita bisa sampai make out di rumahnya. Aku masih SMA saat itu. Dan seperti aku kepadamu, aku menolaknya dan mengajaknya menikah. Dia langsung menerimanya."
Valerie menggelengkan kepalanya. "Namun ternyata tidak. Itu hanya siasatnya. Dia ingin aku merasa jika aku sudah aman dengannya karena dia akan menikahiku. Aku mulai diajak ke kelab malam dan selalu mengikutinya kemanapun. Tanpa tahu jika sebenarnya dia pun bermain dengan perempuan lain. Saat aku mulai menyentuh minuman beralkohol, dia membawaku ketika aku mabuk. Dan saat itulah dia mencoba memperkosku. Dan disanalah aku mengenal Annabelle. Wanita pemberani yang menolongku saat yang lain bahkan hanya melewat saat aku berteriak minta tolong di dalam kelab malam itu."
Valerie kali ini menatap Alarick. Dia tersenyum. "Sampai kemarin, aku masih berpikir jika Bams sudah membuatku tidak perawan. Anna bilang Bams belum memasukiku. Tapi aku yakin jika Bams sudah membuka celananya dan miliknya serasa menyentuhku di bawah sana. Aku merasakannya, Al. Aku sangat terpukul dan mengkonsumsi pil karena takut hamil di luar nikah. Dan menurutmu, apa yang dilakukan Bams?"
Air mata Valerie tiba-tiba mengalir padahal Valerie masih tersenyum. "Dia membuangku. Tidak meminta maaf. Tidak menatapku lagi. Tidak berbicara dengaku. Kami bagaikan orang asing yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya."
Valerie kembali menatap langit-langit kamar. "Aku sudah biasa terbuang. Aku sudah biasa dimanfaatkan orang lain untuk kepentingannya sendiri." Katanya dengan helaan napas pelan.
Alarick masih mematung di tempatnya dengan matanya yang menghunus tajam pada Valerie. Tangannya menggenggam erat kenop pintu kamar. "Apa maksudmu menceritakan hal itu padaku?"
"Kau sudah memanfaatkanku, kan?" tanya Valerie kemudian menatap Alarick kembali. "Apa kau akan membuangku?"
Alarick mengerutkan alisnya dengan heran. "Apa maksudmu?"
"Aku sudah biasa terbuang, Alarick. Sungguh. Jangan sungkan padaku."
"APA MAKSUDMU, VALERIE??"
"Siapa Feli?"
Deg
Alarick membulatkan matanya dengan kaget. Pegangannya di pintu seketika melongggar. Matanya menatap lurus pada mata Valerie yang menatapnya dengan teguh pendirian. Oh god, she knew.
bagi yang belum tahu cerita ini sudah tamat dan bisa didapatkan di Playstore dengan judul Bastard Devil dan nama pena Made In Earth